jpnn.com - JUMAT (19/6) pagi, jarum jam menunjuk pukul 08.00. Pagi itu merupakan hari bersejarah bagi keluarga Hari Saputra, 32. Kecemasan mendalam tampak jelas di wajahnya. Sebab, sang istri, Nia Rachmawati, 31, akan menjalani persalinan untuk lima bayi kembar nonidentik mereka.
Hari tidak kuasa menahan air mata saat istrinya mulai masuk dalam ruang tindakan di lantai 2 gedung Graha Amerta RSUD dr Soetomo. Kapten laut teknik itu tidak sendiri. Dia ditemani sejumlah kerabat dan sahabat. Dengan penuh kepasrahan, mereka menunggu.
BACA JUGA: Thomas Djamaluddin, Kepala Lapan Bergelar Spesialis Rukyat Ramadan
Tidak banyak kata yang terucap. Mereka lebih sering melantunkan doa-doa demi keselamatan sang ibu dan lima bayinya. Detik-detik yang berlalu terasa sangat panjang. Hari terus berdiri di sudut ruangan. ’’Duduk sini, Nak,’’ ujar Warni, ibu Hari.
Namun, Hari menolak dengan halus. Warga Kenjeran itu memilih tetap berdiri. Dia berkali-kali melongok ke dalam ruang tindakan. Sesekali tangannya menutup wajahnya. Tepat pukul 08.29, terdengar suara tangis bayi pecah dari dalam. ’’Alhamdulillah,’’ ungkap Hari sembari menahan tangis.
BACA JUGA: Pendiri House of Tilawah Moh Miqdar Zyal Fikar
Selang beberapa saat, tangis bayi kedua terdengar. Suaranya lebih pelan. Menyusul kemudian suara tangis bayi ketiga dan keempat yang berselang hanya beberapa menit. Hari yang sudah tampak lega kembali gelisah. Sebab, tidak terdengar tangis bayi kelima yang keluar.
Pukul 08.40, salah seorang dokter keluar. ’’Bayinya sudah keluar semua. Selamat,’’ ucap dr Relly Yanuari Primariawan SpOG-KFER selaku ketua tim dokter kandungan kepada Hari dan keluarga.
BACA JUGA: Bosan Jadi Laki-Laki, Avika Warisman Berganti Kelamin Menjadi Perempuan
Hari langsung bersujud syukur. Sanak keluarga pun berpelukan dan mengucap alhamdulillah tiada henti. Hari mengungkapkan, perasaannya bercampur aduk menghadapi persalinan istrinya.
’’Bukan deg-degan lagi, tapi luar biasa galau. Sebab, saya pernah kehilangan anak pertama,’’ tutur pria kelahiran Padang, 19 Februari 1983, tersebut.
Anak pertama pasangan Hari dan Nia berpulang dua tahun lalu. Bocah perempuan itu meninggal pada usia 3 bulan lantaran mengalami infeksi paru-paru.
Sejak Minggu (14/6), Nia masuk rumah sakit. Sebetulnya, dokter menjadwalkan persalinannya pada 22 Juni. Kondisi kesehatan Nia yang semakin menurun membuat dokter mempercepat jadwal persalinan. ’’Menginjak usia kehamilan ke tujuh bulan, istri saya semakin lemah. Dia merasa berat saat menopang tubuhnya,’’ kata Hari.
Pada Rabu malam (17/6) Nia mimisan. Meski menurut dokter hal tersebut normal dialami ibu hamil, Hari tetap khawatir. Hari benar-benar merasakan perjuangan istrinya yang mengandung lima bayi sekaligus.
Pria yang bertugas di Base Koarmatim itu selalu berusaha mendampingi Nia. Selama hamil, menurut Hari, Nia mengalami penurunan berat badan. Makanan yang dikonsumsi terus disedot lima bayinya.
’’Kadang kasihan lihatnya. Perutnya semakin membesar, tetapi badannya malah tambah kurus,’’ kenangnya. Semakin bulan, perutnya yang membesar membuatnya sering merasa sesak napas. ’’Jadi, makannya sedikit-sedikit, tapi sering,’’ ungkapnya.
Memasuki usia kehamilan tujuh bulan, Nia menggunakan kursi roda karena tidak kuat lagi berjalan. Meski begitu, Hari salut kepada Nia. Sejak awal, Nia menunjukkan semangat untuk mempertahankan lima bayinya.
Pernah pada suatu malam, Nia sering ingin ke kamar mandi. Tentu sulit baginya berjalan ke kamar mandi sendiri dengan perut besar seperti itu. ’’Tetapi, jika saya kecapekan, dia tidak bangunkan saya. Dia ke kamar mandi sendiri. Padahal, untuk bangun saja, dia susah,’’ jelasnya.
Melihat semangat sang istri, Hari yakin bayinya akan lahir dengan selamat. ’’Saya berdoa terus. Semua keputusan berada di tangan yang di Atas. Saya cuma satu doanya, berikan yang terbaik. Alhamdulillah ini bulan Ramadan juga. Semoga bawa berkah,’’ ucapnya.
Hari mengaku belum memberi nama untuk lima bayinya. ’’Sebenarnya, di awal prediksi saya dan istri, lahir 3 bayi laki-laki dan 2 bayi perempuan. Tapi, ternyata yang lahir 1 bayi laki-laki dan 4 bayi perempuan. Jadi nanti didiskusikan lagi dengan istri,’’ katanya.
Lima bayi tersebut dirawat di ruang terpisah. Dua dirawat di NICU (neonatal intensive care unit), tiga di NICU GBPT (gedung bedah pusat terpadu). ’’Sebab, kapasitasnya tidak memadai. Jadi, kami pisah,’’ ujar dr Martono Tri Utomo SpA (K), ketua operasi tim dokter anak.
Bayi-bayi itu memang masih membutuhkan perawatan lebih sehingga harus diletakkan di dalam inkubator. Dokter Relly Yanuari Primariawan SpOG-KFER selaku ketua tim dokter bagian kandungan menyatakan bahwa kondisi sang ibu cenderung baik.
Namun, dia memang membutuhkan perawatan lebih lanjut. Relly menjelaskan, berat badan Nia termasuk jauh dari normal. ’’Harusnya berat ibu hamil bertambah setidaknya 8–13 kilogram, sedangkan Nia hanya naik sekitar 5 kg. Dari 55 kg menjadi 60 kg,’’ terang dokter alumnus FK Unair itu.
Melihat kondisi sang ibu, pihaknya memutuskan melakukan operasi Caesar pada kehamilan 32 minggu. Selama melakukan tindakan operasi, tim dokter yang terdiri atas 2 dokter spesialis kandungan, 6 dokter spesialis anak, dan 2 dokter spesialis anestesi tersebut tidak mengalami hambatan berarti. Untuk menekan risiko, semua dokter berupaya maksimal. Sang ibu diberi obat untuk pematangan paru-paru pada bayi. Sebab, organ-organ masih prematur.
Sementara itu, pada waktu tindakan pembedahan, dokter anestesi memberikan obat epidural. Hal tersebut bertujuan mengurangi rasa nyeri saat operasi. Perut yang terlalu besar membuat tindakan operasi harus memosisikan pasien dengan posisi head up.
’’Untuk membantu fungsi pernapasan tetap baik dan mengurangi desakan dari perut pada rongga dada,’’ tutur dr Soni Sunarso Sulistiawan SpAn dari tim dokter anestesi.
Untuk mengurangi risiko pendarahan, pihaknya menyiapkan cairan infus dan darah yang cukup. ’’Alhamdulillah, selama operasi, semua stabil tanpa ada gejolak hemodinamik (tekanan darah),’’ ucap dokter kelahiran Bangkalan itu. (ara/c20/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Frogdive, Klub Selam Ekspedisi Sejarah Bawah Laut Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi