Pendiri House of Tilawah Moh Miqdar Zyal Fikar

Tinggalkan Dunia Modeling untuk Fokus Mengajar Ngaji

Jumat, 19 Juni 2015 – 07:34 WIB
Zulfikar sejak 2013 fokus di Sidoarjo untuk mengembangkan HOT. Foto: Khafidlul Ulum/Jawa Pos

jpnn.com - Zulfikar berkali-kali melihat smartphone-nya. Tidak hanya membalas pesan yang masuk, tapi dia juga melihat undangan acara yang dikirim kepadanya. Ada yang lewat SMS, ada pula yang lewat e-mail. Pada Selasa (16/6) itu, agendanya cukup padat. Banyak orang yang mengundang menjadi pembaca Alquran di berbagai acara.

= = = = = = = = = = = = = =

BACA JUGA: Bosan Jadi Laki-Laki, Avika Warisman Berganti Kelamin Menjadi Perempuan

HARI itu dia mendatangi tiga undangan. Di Pasuruan, Surabaya, dan Krian. Dia menyanggupi untuk menghadiri semuanya. Sebenarnya, untuk undangan di Surabaya dan Krian, waktunya cukup mepet. Namun, dia berusaha tetap hadir.

Pada Selasa pagi, sekitar pukul 08.00, ayah empat anak itu berangkat ke Rejoso, Pasuruan. Dia membaca Alquran dalam acara haul keluarga. Saat dia datang, banyak undangan yang menunggunya. ”Saya ngebut, khawatir telat,” terang pria pemilik nama lengkap Moh Miqdar Zyal Fikar itu ditemui setelah mengisi tilawah.

BACA JUGA: Frogdive, Klub Selam Ekspedisi Sejarah Bawah Laut Indonesia

Dia membacakan surat Alwaqiah ayat 77–96. Setelah acara, dia diajak berbincang oleh tuan rumah. Sekitar pukul 12.00, suami Riza Fitriya Zahro itu pulang ke rumahnya di Desa Buncitan, Kecamatan Sedati, Sidoarjo.

Tiba di rumah, dia tidak istirahat. Dia berjalan beberapa meter dari rumahnya, lalu melihat proyek pembangunan gedung baru House of Tilawah (HOT). Gedung itu akan dibangun dua lantai. Lantai dasar menjadi tempat salat dan belajar Alquran. Lantai 2 digunakan untuk asrama. Zulfikar menemui beberapa tukang untuk mengetahui progres pembangunan di lahan seluas 40 x 16 meter tersebut.

BACA JUGA: Pelatih Arema Cronus, Suharno Bermusuhan dengan Anak Kandung di Lapangan

Desain arsitektur yang dipilih minimalis. Dia ingin bentuk gedung yang modern agar tampak kekinian. ”Gedung belajar Alquran tidak boleh kalah oleh toko atau swalayan,” jelas alumnus Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel (sekarang UIN Sunan Ampel) itu.

Sebelumnya, di lokasi yang sedang dibangun itu berdiri rumah yang juga digunakan sebagai markas HOT. Rumah tersebut dibongkar total untuk didirikan full bangunan baru. Selama proses itu, untuk sementara kegiatan belajar tilawah dialihkan ke beberapa musala terdekat.

Zulfikar tidak pernah menghitung berapa rupiah yang sudah dia keluarkan. Setiap punya uang, dia langsung menggunakannya untuk membeli bahan bangunan dan membayar tukang. ”Kalau dihitung, mungkin sudah miliaran,” terang dia, lantas terkekeh.

Biaya itu diambil dari tabungan sendiri. Untuk mewujudkan mimpinya tersebut, dia menjual dua mobilnya, Toyota Fortuner dan Odyssey. Yang tersisa hanya mobil Mercy lawas yang menemaninya mengisi acara.

Anak pasangan KH Moh Rodji Shihab dan Husnul Khotimah itu tidak tahu kapan pembangunan tersebut selesai. Namun, dia berharap bisa segera rampung karena para siswa HOT sudah tidak sabar untuk menempatinya. Zulfikar mengatakan, jumlah siswa yang belajar di HOT sekitar 300 orang. Bukan hanya anak-anak, banyak pula yang sudah bapak-bapak dan ibu-ibu. Selain masyarakat biasa, ada direktur perusahaan dan perwira polisi yang belajar mengaji kepadanya. Dia tidak pernah memungut bayaran kepada para muridnya itu.

Selain mengajar siswa HOT dan mengisi acara di dalam negeri, pria kelahiran 14 September 1980 itu sering diundang ke luar negeri. Di antaranya, Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Khusus Malaysia, dia rutin datang setiap bulan.

Zulfikar mendalami seni membaca Alquran ketika mondok di Pesantren Sabilun Najah, Watu Kosek, Pasuruan. Dia belajar berbagai seni membaca Alquran yang indah. Selain mondok, dia sekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Mojokerto. Jadi, pagi belajar di sekolah formal, sore pulang ke pondok. ”Jarak sekolah dan pondok lumayan jauh. Sekitar 15 kilometer,” terang ayah Veryal Eisha Aqila, Zahwa Heyralva Zahra, Moh Haidar Ashraaf, dan Afro’ Humaira itu.

Ketika sekolah di MAN Mojokerto, dia kenal dengan guru biologi yang juga dokter. Istri guru itu seorang fashion designer. Melihat wajah Zulfikar yang tampan, guru tersebut menawarinya untuk menjadi model. Dia diminta ikut pemilihan model busana muslim.

Zulfikar menyambut tawaran tersebut. Berangkatlah dia ke Surabaya untuk mengikuti lomba model. Debut itu berbuah manis. Dia menjadi juara pertama. ”Itu jalan yang membuka saya jadi model,” katanya.

Sejak itu, dia bebera pakali ikut event model. Ketika kuliah di IAIN Sunan Ampel pada 1998, dia semakin aktif ikut kompetisi. Zulfikar pernah meraih juara I top model busana muslim. Dia juga ikut pemilihan bintang iklan. Pada 1999, dia ditawari pemilihan Guk-Yuk Sidoarjo. ”Saat itu saya mewakili Kecamatan Taman, padahal saya asli Porong. Saya diminta Pak Camat Taman karena kebetulan beliau kenal saya,” ujar dia.

Zulfikar berhasil menjadi pemenang. Gelar Guk Sidoarjo pun disandangnya. Saat itu, Yuk Sidoarjo diraih Voni Mayasari. Modeling menjadi kegiatan yang akrab dengan hari-harinya sejak itu. Jika tidak ada kompetisi, dia memenuhi tawaran pemotretan. ”Bukan hanya di Surabaya, tapi juga sering ke Jakarta,” ceritanya.

Sibuk modeling, dia ditegur orang tuanya. ”Masak anaknya kiai kok jadi model,” kata dia menirukan sindiran itu.

Zulfikar lalu diminta mendalami lagi dunia tilawah. Saat itu, dia disarankan mengikuti musabaqah tilawatil Quran (MTQ) di Kota Batu. Zulfikar mengikuti saran tersebut. Pada lomba tingkat Jatim itu, dia meraih juara pertama.

Kemudian, dia mewakili Jatim ikut MTQ tingkat nasional di Kabupaten Palu. Lagi-lagi, dia berhasil menjadi juara satu. Setelah lomba tersebut, alumnus SMP Avicena, Jabon, itu semakin berfokus memperdalam Alquran. Dia mulai membuang keinginannya menjadi model. ”Siapa yang tidak ingin jadi model terkenal. Apalagi saya masih muda. Tapi, saya harus berfokus pada Alquran,” kata dia.

Zulfikar lalu mulai mengajar ngaji. Pada 2003, dia mengontrak rumah di Tanggulangin dan membuka kelas pembelajaran Alquran. Namun, dia tidak lama di Tanggulangin karena rumahnya terkena lumpur. Dia pindah ke Sekardangan, Sidoarjo, dan melanjutkan program mengajar Alquran.

Zulfikar merintis sejak awal karena belum kenal masyarakat sekitar. Lambat laun ada beberapa warga yang datang untuk belajar. Termasuk dua mualaf warga Australia. ”Dia kenalan teman saya. Mereka datang ingin belajar Alquran untuk mengisi musim liburan,” kata dia.

Mereka cukup terkesan dengan pembelajaran Alquran yang disampaikan Zulfikar. Saat hendak kembali ke Australia, salah seorang di antaranya menyampaikan kalimat yang sangat terkenang. ”This is house of tilawah,” katanya menirukan perkataan santri dari Negeri Kanguru itu.

Kalimat itu hanya dia ingat-ingat. Orang yang belajar kepadanya semakin banyak. Dia pun ingin mendirikan lembaga pembelajaran Alquran.

Zulfikar ingin semua orang bisa datang untuk belajar, bukan hanya santri. Akhirnya, pada 2006 lembaga pengajaran itu terbentuk. Zulfikar memberinya nama House of Tilawah, mengenang kesan yang didapat dari siswa Australia-nya itu. HOT menempati rumah di Buncitan, Sedati, tidak jauh dari rumah mertuanya. Nama Zulfikar semakin terkenal.

Suatu saat, pada 2010, dia bertemu dengan seorang kolonel TNI. Zulfikar diminta berangkat ke Jakarta. Dia kaget. Apalagi tidak disebutkan untuk apa ke Jakarta. Sang kolonel hanya memberikan uang transpor untuk berangkat ke Jakarta.

Tiba di Jakarta, dia dijemput polisi dan bertemu dengan seorang jenderal. Zulfikar semakin penasaran. Dia baru ngeh ketika diajak masuk ke Istana Negara. Zulfikar lantas bertanya kenapa dia diundang ke Istana. Ternyata, dia diminta membaca Alquran di depan presiden kala itu Susilo Bambang Yudhoyono dan para pejabat negara. ”Selain kaget, saya tidak persiapan,” kata dia.

Setelah acara itu, dia semakin sering diundang ke Istana Negara. Beberapa pejabat negara juga memintanya untuk membacakan Alquran di acara mereka. Sering ke Jakarta, dia banyak mengenal ustad yang sering muncul di TV. Misalnya, Arifin Ilham, Yusuf Mansur, alm Jeffry Al Buchori, dan beberapa nama lainnya. ”Biasanya, mereka yang mengisi ceramah. Saya yang baca Alquran,” ungkapnya.

Dia juga dikontrak mengisi tilawah acara Damai Indonesiaku di salah satu televisi nasional selama tiga tahun. Pada 2013, dia memilih berfokus di Sidoarjo dan tidak terlalu sering ke Jakarta. ”Saya sekarang hanya ingin mengembangkan HOT,” katanya. (*/c6/ayi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah-Kisah Pemilik Resto Khas Indonesia di Berlin (2-Habis)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler