Saran bagi Wirausahawan yang Ingin Sukses Seperti Bos Go-Jek

Kamis, 02 Agustus 2018 – 12:39 WIB
CEO Go-Jek Nadiem Makarim dan Dirut PT Blue Bird Purnomo Prawiro ketika peluncuran aplikasi Go-Bluebird, Jakarta, Kamis (30/3). Kerjasama kedua perusahaan itu untuk memudahkan masyarakat memesan taksi Blue Bird dalam aplikasi GO-JEK sekaligus meningkatkan produktivitas pengemudi. Foto by: Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah bertekad melahirkan 20 ribu wirausahawan baru hingga akhir 2019 mendatang.

Hal itu sesuai dengan target di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019.

BACA JUGA: Strategi Go-Jek Tekan Biaya Operasional Driver

Selain melalui berbagai lembaga dan kementerian, pihak swasta tidak ketinggalan pada program tersebut.

Hal itu penting lantaran banyak pebisnis pemula yang kandas. Salah satunya disebabkan tidak mendapat pendampingan yang optimal.

BACA JUGA: Cegah Predatory Pricing, Aktivitas Grab Perlu Dimonitoring

Praktisi bisnis profesional sekaligus CEO TVRI Helmy Yahya mengungkapkan, lebih dari 90 persen pelaku usaha start-up mengalami kegagalan. Terutama dalam mempertahankan bisnis agar sustainable.

”Banyak pebisnis muda sekarang yang ingin jadi seperti Nadiem Makarim (CEO Go-Jek Indonesia, Red). Namun, mereka kurang mengerti bahwa start-up raksasa tak dibangun dengan cara instan. Ada analisis dan proses panjang di dalamnya,” tegas Helmy ditemui di acara Diplomat Success Challenge di Jakarta, Rabu (1/8).

BACA JUGA: Telkomsel Gandeng Go-Jek dan Grab, Driver Dapat Paket Khusus

Menurut dia, semangat pelaku start-up baru memang bermunculan dari berbagai kota besar di Indonesia.

Namun, sebagian besar berangkat dari ide yang kurang orisinal. Selain itu, mereka tidak berada dalam ekosistem yang tepat untuk berkembang.

Padahal, ekosistem tersebut penting bagi pelaku start-up untuk mendapatkan mentoring dan networking.

”Pelaku usaha perlu dibimbing untuk belajar bagaimana menganalisis variabel cost, potensi market, dan hal fundamental lainnya,” jelas Helmy.

Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, baru tercatat sekitar dua persen pelaku start-up lokal dari total keseluruhan populasi masyarakat Indonesia.

Kalangan akademisi menegaskan bahwa program penumbuhan wirausahawan perlu dibarengi dengan aktivitas pembinaan. Bahkan sampai bisnisnya sudah berjalan.

”Generasi sekarang terbiasa dengan aktivitas clicking melihat segala sesuatu hanya dari permukaan, termasuk dalam hal bisnis. Pengetahuan akan strukturnya kurang mendalam sehingga proses mentoring itu sangat penting dan tak boleh terputus,” ujar dosen akuntansi Universitas Indonesia sekaligus CEO Highscope Indonesia Antarina S.F. Amir.

Menurut Antarina, mentoring serta networking menjadi hal penting. Sebab, dari situ pelaku bisnis start-up bisa mendapatkan pandangan dan informasi peluang yang lebih banyak.

”Menjalankan usaha bisnis adalah proses yang harus diakhiri dengan pengambilan keputusan. Jadi, pelaku bisnis perlu mendapatkan banyak pandangan, terutama dari orang yang lebih berpengalaman di bidangnya,” tutur Antarina.

Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa jumlah wirausaha baru perlu ditingkatkan.

Melalui berbagai program, Kemenperin mengupayakan Indonesia dapat mencapai target 20 ribu wirausahawan baru hingga 2019.

”Penumbuhan wirausaha baru memegang peranan penting dalam menyokong pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Gati Wibawaningsih. (agf/c25/fal)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Go-Jek Target Ada di Semua Provinsi pada Akhir 2018


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler