Saran Guru Besar IPB Agar Tata Kelola Budi Daya Benur Tidak Ngawur

Jumat, 08 Januari 2021 – 23:57 WIB
Penyeludupan benih lobster diamankan di Kota Jambi. Foto: jambiekspres/jpg

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Ari Purbayanto menilai positif langkah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menghentikan ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. Menurut dia, tanpa penghentian bisa terjadi diduga terjadi monopoli ekspor.

"Keputusan penghentian sementara ekspor BBL dapat dipandang tepat, karena bila tidak dihentikan, dugaan monopoli ekspor dan permasalahan tata niaga BBL di lapangan akan menjadi bertambah kompleks dan bahkan pada akhirnya sulit diselesaikan," kata Ari dalam pesan singkatnya kepada awak media, Jumat (8/1).

BACA JUGA: Menteri Syahrul Ajak Masyarakat Budi Daya Tanaman Hias, Siap Ekspor ke Amerika dan Eropa

Lebih lanjut, Ari menyebut, nilai BBL tergolong tinggi dibanding negara-negara lain di dunia, sehingga menggiurkan untuk diekspor.

Namun, stok BBL ini bisa cepat terkuaras habis. Terutama, ketika pengelolaan tidak berjalan baik. Seperti terkait penetapan jumlah tangkapan yang diizinkan dan jumlah alokasi penangkapan.

BACA JUGA: Warga Binaan di Lapas Tuban Diajarkan Budi Daya Lele dan Ayam

Ari lantas mengingatkan PermenKP Nomor 12 tahun 2020. Aturan itu sebenarnya sudah mengatur agar stok lobster di Indonesia terjaga.

Dalam aturan itu, pengekspor wajib melakukan budi daya lobster sebagai syarat sebelum izin ekspor. Namun, kata dia, praktik lapangan tidak seperti ketentuan yang tertuang.

BACA JUGA: Alumni Perikanan Undip Dorong Percepatan Industri Budi Daya Lobster Nasional

"Pada kenyataannya tidak demikian. Budi daya belum atau tidak dilakukan atau dilakukan hanya untuk memenuhi syarat memperoleh izin. Jadi, kegiatan budi daya BBL ini belum dilakukan secara serius apalagi masif, sehingga BBL yang dibeli dari nelayan sebagaian besar diekpor," jelas Ari.

Oleh karena itu, kata dia, sudah saatnya Indonesia membuat tata kelola soal BBL yang baik. Salah satunya dibangun kemitraan yang saling menguntungkan antara pengekspor atau industri budi daya dengan nelayan. Salah satunya melalui koperasi atau Kelompok Usaha Bersama (KUB).

"Mekanisme ini sebenarnya sudah diarahkan dalam kebijakan KKP. Di mana pengekspor tidak hanya membeli BBL dari nelayan melalui KUB untuk diekspor atau dibudidayakan, tetapi juga melakukan pembinaan termasuk perikatan kerja sama dengan nelayan melalui KUB. Ini yang belum terjadi," ungkap Ari.

Menurutnya, di lapangan pengekspor melalui agennya membeli putus BBL dari nelayan melalui KUB dengan harga yang ditetapkan pengekspor. Tidak ada perjanjian kerja sama dengan KUB. Ini yang harus segera dibenahi.

"Ini yang dikeluhkan nelayan yang kami survei di Lebak Banten pada November-Desember 2020," jelas Ari.

Sejatinya, pengekspor melakukan pembinaan dan kerja sama dengan KUB atau koperasi nelayan dan koperasi atau KUB, memberikan pasokan BBL ke pengekspor.

"Selain koperasi atau KUB sebagai perwakilan nelayan yang bernegosiasi dengan mitra pengekspor, juga memberikan perlindungan dan jaminan sosial kepada nelayan yang menjadi anggota KUB atau koperasi," kata Ari.

Sebelumnya, banyak kalangan menyarankan model pengelolaan benih lobster haruslah terintegrasi dari hulu ke hilir.

Pemanfaatan lobster selain memperhatikan aspek kelestariannya, juga harus dilihat manfaatnya dari sisi ekonomi demi menunjang kesejahteraan nelayan dan Budi daya.

Saat ini potensi BBL sebanyak 25,1 miliar ekor, dengan survival rate sebesar 30 persen. Dari potensi tersebut, kebutuhan pasar ekspor, tterutama ke Vietnam sebanyak 50 juta ekor. 

Dari kuota pasar ekspor tersebut, pemerintah mengatur sebanyak 2 perseb benih lobster yang ditangkap dari alam harus dibudidayakan, untuk selanjutnya dilepasliarkan.

Dengan ketentuan ini, maka potensi lobster Indonesia akan terus diupayakan lestari.  Kedepannya model pengelolaan lobster adalah budi daya dengan didukung pembinaan pemerintah kepada pelaku budi daya lobster secara terus-menerus. (ast/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler