jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Perdagangan Benny Soetrisno mengatakan, ada beberapa masalah yang masih terjadi dalam investasi di Indonesia.
Misalnya, industri minuman beralkohol. Perusahaan asing tidak boleh masuk ke Indonesia.
BACA JUGA: Investor Oman Ingin Tanam Modal di Kaltim
Namun, perusahaan lama yang sudah ada bebas berekspansi. Akibatnya, timbul ketidakadilan.
’’Menurut akal sehat saya enggak kena, tuh,’’ kata Benny di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Rabu (14/11).
BACA JUGA: 4 Jenis Investasi yang Layak untuk Emak-Emak
Benny menyarankan pemerintah lebih memperhatikan sektor yang bermanfaat bagi banyak orang untuk dikeluarkan dari daftar negatif investasi (DNI).
Misalnya, sektor kesehatan. Namun, di sisi lain, pemerintah bisa mengimbanginya dengan pembatasan impor tembakau dan menutup rapat pintu investasi di industri rokok.
BACA JUGA: Zhongde Lirik Investasi PLTSa di Palembang
’’(Industri) yang enggak sehat harus ditutup (tidak terbuka untuk asing),’’ ujar Benny.
Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono mengungkapkan, saat ini masih memasuki tahap finalisasi teknis revisi Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Pemerintah tengah mengevaluasi sektor usaha mana saja yang sebelumnya sudah masuk dikeluarkan dari DNI dalam perpres tersebut, tetapi belum mendatangkan investasi.
Rupanya, ada puluhan bidang usaha yang sebelumnya direlaksasi. Namun, nilai investasinya sampai saat ini masih nol.
Karena itu, pemerintah mempertimbangkan perlu tidaknya skema investasi yang lebih detail atau kesempatan yang lebih besar bagi asing untuk berinvestasi di sektor-sektor tersebut.
Namun, pemerintah juga mencadangkan beberapa bidang usaha untuk melindungi UMKM dalam negeri.
’’Ada juga yang kami bikin kemitraan supaya asing masuk, tapi ada transfer teknologi. Biar kita cepat maju dan modern,’’ tutur Susi.
Dengan revisi DNI tersebut, Susi berharap ada peningkatan pada transaksi finansial. Jadi, Indonesia dapat memperkuat ekonominya dari investasi langsung.
Dalam jangka panjang, diharapkan defisit transaksi berjalan juga tidak melebar berkat penguatan dari sisi investasi riil.
Sebelumnya, realisasi investasi Januari–September 2018 baru tumbuh 4,3 persen menjadi Rp 535,4 triliun.
Kemudian, peringkat kemudahan berusaha atau ease of doing business (EoDB) Indonesia turun dari posisi ke-73 menjadi ke-72.
Di sisi lain, defisit transaksi berjalan tercatat 2,86 persen dari produk domestik bruto (PDB). (rin/c14/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BCA Tawarkan Alternatif Solusi Investasi
Redaktur : Tim Redaksi