jpnn.com, JAKARTA - Adanya kesenjangan antara kebutuhan alsintan (alat mesin pertanian) dengan ketersediaan alsintan di suatu wilayah melatarbelakangi kemunculan usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA).
Alsintan sendiri sangat dibutuhkan oleh para petani untuk mempercepat pengolahan tanah, penyediaan air, peningkatan indeks pertanaman, hingga mengurangi kehilangan hasil panen.
BACA JUGA: Harga GKP di Indramayu Sentuh Rp 3.800, Bulog Diminta Gerak Cepat Serap Gabah
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian Sarwo Edhy mengatakan, petani di berbagai daerah harus paham tentang UPJA. Sebab, dengan memiliki UPJA akan memberikan manfaat tambahan untuk petani.
"UPJA merupakan sebuah lembaga ekonomi di perdesaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alsintan untuk memperoleh keuntungan usaha. UPJA melayani jasa alsintan untuk keperluan pra panen, panen, hingga pascapanen," jelas Sarwo Edhy, Rabu (3/4).
BACA JUGA: Mentan Amran Minta Bulog Segera Serap Gabah Petani Indramayu
Alsintan prapanen yang disediakan di antaranya seperti traktor dan pompa air. Sementara itu, alsintan panen berupa power thresher (mesin perontok gabah), dan alsintan pascapanen berupa RMU (rice milling unit) untuk penggilingan padi.
UPJA dikelola oleh seorang manajer yang membawahi para operator. Manajer berhak mengangkat petugas administrasi, keuangan, dan teknisi.
BACA JUGA: Membedah Manfaat Besar Kartu Tani
UPJA dapat dibentuk di suatu wilayah dengan pertimbangan bisa tidaknya memberikan keuntungan usaha.
Tidak dapat dimungkiri, kurangnya ketersediaan alsintan sangat memengaruhi hasil usaha petani.
Oleh karena itu, diperlukan ketersedian alsintan yang mencukupi. Sementara itu, petani tidak mempunyai modal yang cukup untuk membeli alsintan sendiri.
"Nah, di sinilah UPJA memainkan perannya. UPJA diperlukan petani sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan alsintan. Dengan menggunakan UPJA, petani hanya perlu mengeluarkan biaya jasa sewa (sesuai kesepakatan)," tuturnya.
Meski tujuan utamanya adalah membantu usaha petani, bukan berarti UPJA dapat dibuat untuk seluruh wilayah.
Ada beberapa pertimbangan pembentukan UPJA, potensi lahan garapan dan rasio kebutuhan alsintan.
Misalnya, pada lahan di wilayah dengan topografi yang berlereng-lereng, petak kecil-kecil (bukan hamparan), operasional TR-2 akan sulit dilakukan.
"Bila demikian, maka UPJA tidaklah layak dibentuk pada wilayah tersebut," tambahnya.
Hal tersebut karena UPJA hanya bisa dibentuk bila kehadirannya dapat memberikan keuntungan.
Untuk wilayah pertanian dengan tipolagi lahan yang tidak sesuai dengan operasional alsintan, maka alsintan tidak perlu digunakan. Tanpa penggunaan alsintan, maka UPJA pun tidak dibutuhkan.
"Oleh karena itu, penting bagi setiap wilayah untuk memperhatikan faktor potensi lahan garapan dan rasio kebutuhan alsintan dalam pertimbangan pembentukan UPJA ini," kata Sarwo Edhy.
Pembentukan UPJA bisa dilakukan melalui musyawarah di tingkat desa atau kecamatan yang dilakukan oleh tokoh setempat bersama para petani di wilayah yang bersangkutan.
Jika hasil musyawarah menunjukkan bahwa UPJA dibutuhkan, maka selanjutnya akan disusun struktur kepengurusan UPJA.
"Modal awal UPJA untuk penyediaan alsintan sendiri bisa diperoleh melalui swadaya UPJA ataupun bantuan dari pemerintah," ungkap Sarwo Edhy.
Setelah UPJA dibentuk, sasaran utamanya adalah bagi para petani yang menjadi anggota UPJA. Adapun upah operator, biaya sewa, hingga cara pembayaran ditentukan sesuai kesepakatan bersama dengan prinsip saling menguntungkan.
Untuk mengoptimalkan manfaat UPJA, para pengurus UPJA perlu meningkatkan kemampuan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, baik melalui pelatihan mandiri, ataupun pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat.
Hingga kini, Kementerian di bawah kepemimpinan Amran Sulaiman telah menggelontorkan lebih dari 300 ribu alsintan ke seluruh pelosok nusantara.
Para petani pun mengaku merasakan manfaat atas bantuan alsintan dari Kementerian Pertanian sangat signifikan.
Tidak hanya mempercepat pengolahan lahan, UPJA juga mampu menekan biaya pengolahan lahan hingga 90 persen.
"Sebagai perbandingan, diperlukan biaya Rp 1 juta tiap 1.000 meter persegi lahan jika mengunakan cangkul. Sementara itu, hanya perlu 4 liter solar dan ongkos operator Rp 50 ribu menggunakan kombinasi handtaktor dan cultivator," jelas Sarwo Edhy.
Itulah beberapa hal yang perlu dipahami tentang UPJA. Bila wilayah Anda membutuhkan UPJA tetapi belum memiliki, sebaiknya lakukan musyawarah bersama untuk mendapatkan UPJA segera. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Komitmen Jaga Harga Gabah demi Kesejahteraan Petani
Redaktur : Tim Redaksi