jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Wikan Sakarinto mengatakan saat ini institusi pendidikan jangan hanya fokus pada kemampuan teknis atau hard skill. Institusi pendidikan vokasi harus memberikan perhatian pada soft skill dan karakter.
Menurut Wikan, institusi pendidikan vokasi harus bisa menghasilkan insan vokasi yang memiliki karakter kuat, soft skill kuat, dan hard skill yang kuat.
BACA JUGA: Kemendikbudristek Ungkap Kunci Keberhasilan Pendidikan Vokasi
“Ini konsep yang harus kita tanamkan,” ujar Wikan, Jumat (15/10).
Dunia vokasi Indonesia akan menghadapi banyak tantangan di masa depan, terutama dalam kaitannya dengan industri. Wikan meyakini kerja sama internasional menjadi aspek yang penting bagi Indonesia dalam menjawab tantangan tersebut.
BACA JUGA: Dirjen Vokasi Kemendikbud: Selamat, ATVI Melahirkan Calon Pemimpin Hebat
Dia menyebutkan usaha mengimplementasikan link and match antara pendidikan dengan industri harus dimulai dari membangun intergritas, komitmen, kepercayaan, dan apa manfaat untuk industri.
"Kita sudah mendapatkan kepercayaan dari industri dan kepercayaan industri terhadap pendidikan tinggi vokasi terus meningkat," ujarnya.
BACA JUGA: Unjuk Rasa Minta Menteri Yasonna Copot Dirjen PAS, Sempat Ricuh
Selain itu pendidikan vokasi juga makin percaya diri mampu memberikan kontribusi signifikan bagi industri. Ini adalah keterlibatan dunia kerja di segala aspek penyelenggaraan pendidikan vokasi.
Sementara itu, Presiden EURO-PRO (European Association of Higher Education Professionals) Urs Keller dalam seminar bertajuk Strengthening International Partnership of Indonesia Vocational Higher Education besutan Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI) Kemendikbudristek, menuturkan kesuksesan sistem pendidikan vokasi yang dijalankan di Swiss berkat kerja sama yang baik antara institusi pendidikan, pemerintah pusat, daerah, dan asosiasi industri.
Menurut Keller, angka pengangguran lulusan perguruan tinggi vokasi bahkan terendah dibandingkan lulusan sekolah lain di Swiss, termasuk universitas, yaitu 45 persen. Itu artinya lulusan vokasi di Swiss sangat mudah terserap oleh industri.
“Insan vokasi kami paling memenuhi persyaratan dunia industri," ujar Keller.
Keller mengatakan satu dari sekian cara memperkuat kerja sama antara perguruan tinggi vokasi dengan industri adalah pengembangan SDM. Perguruan tinggi vokasi harus mampu berorientasi pada industri. Artinya, mahasiswa vokasi tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi juga perlu belajar praktik di perusahaan.
Dia menyebutkan penyerapan oleh industri juga berarti menjadi sarana pengembangan SDM vokasi karena mereka langsung terjun menyentuh peralatan dan teknologi yang digunakan di industri.
Kualitas mahasiswa juga akan sangat dipengaruhi tenaga pengajar, yaitu dosen. Menurut Keller dosen-dosen vokasi harus memiliki pengalaman praktik di industri sesuai dengan mata perkuliahan yang mereka ampu. Dosen harus memiliki pengalaman bertahun-tahun di ranah yang mereka ajarkan.
"Manajemen perguruan tinggi vokasi dan dosen harus berbicara bahasa industri dan memahaminya," ujar Keller.
Pengalaman praktik di industri juga bisa dilakukan selama dosen menjalankan tugas mengajar. Misalnya bekerja paruh waktu di industri dan magang.
Keller mengatakan perguruan tinggi vokasi dan industri akan saling mendapatkan manfaat dari memberikan kesempatan magang kepada dosen atau mahasiswa vokasi. Dari pihak perguruan tinggi, mahasiswa mereka akan mudah terserap oleh industri dan dosen bisa mendapatkan pengalaman untuk mereka ajarkan.
Sedangkan bagi perusahaan, mereka akan mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi praktis yang tinggi. Mereka juga akan lebih mudah dalam melakukan perekrutan karyawan.
"Secara bisnis, memperkerjakan tenaga kerja berkualitas akan membantu mereka mencapai profit yang luar biasa,” ujar Keller.
Pemangku kepentingan harus memberikan perhatian terhadap durasi magang insan vokasi di industri. Menurut Urs Keller waktu tiga bulan jauh dari kata cukup untuk menghasilkan insan vokasi yang berkualitas dan memenuhi persyaratan industri. Dia menyarankan waktu magang setahun.
Dia mencontohkan di Swiss seorang dosen vokasi membutuhkan pengalaman praktik di industri selama tiga sampai lima tahun untuk memenuhi kualifikasi dan bisa mengajar di perguruan tinggi vokasi.
"Solusinya dosen mengajar 50 persen di kampus dan menyambi bekerja di perusahaan, sehingga dia akan sambil belajar apa yang akan diajarkan," pungkas Urs Keller. (esy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur : Friederich
Reporter : Mesya Mohamad