Saran Tim Pembela Jokowi agar Kasus Meiliana Tak Terulang

Jumat, 24 Agustus 2018 – 19:44 WIB
Palu hakim simbol putusan pengadilan. Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Vonis Pengadilan Negeri (PN) Medan untuk ibu rumah tangga bernama Meiliana yang didakwa menista agama karena meminta pengurus masjid mengecilkan volume pelantang untuk azan jadi sorotan luas. Dewan Pengarah Nasional Tim Pembela Jokowi (TPJ) juga menyoroti hukuman 1,5 tahun kurungan untuk warga Tanjung Balai, Medan itu.

Ketua Dewan Pengarah Nasional TPJ Rambun Tjajo menyatakan, proses pidana terhadap Meiliana yang berakhir vonis pengadilan menunjukkan adanya ketidakhati-hatian penegak hukum. “Khususnya para hakim di PN Medan yang menjatuhkan vonis tersebut,” kata Rambun melalui pesan singkat, Jumat (24/8).

BACA JUGA: Soal Vonis Meiliana, Ini Kata Ketum PP Muhammadiyah

Praktisi hukum itu lantas menyoroti penggunaan pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau Pasal 4 UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Menurutnya, dua ketentuan itu sarat kontroversi.

Rambun menegaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mewanti-wanti penegak hukum agar tidak menggunakan pasal itu secara sewenang-wenang dan diskriminatif. Bahkan, katanya, MK sudah mendorong revisi atas UU Nomor 1/PNPS/1965 karena tidak sesuai lagi dengan pruralisme di Indonesia.

BACA JUGA: Simpati dan Doa Bamusi untuk Bu Meiliana

“Oleh karena itu, para penegak hukum haruslah bersikap hati-hati dan secara benar menafsirkan dan menerapkan ketentuan tentang penodaan agama,” tuturnya.

Selain itu, Rambun juga membedah Pasal 156a huruf a KUHP yang berbunyi barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

BACA JUGA: Meiliana Divonis 18 Bulan, Hendardi: Bentuk Peradilan Sesat

Merujuk rumusan pasal itu maka tindak pidana yang dimaksud adalah semata-mata ditunjukan kepada niat untuk memusuhi atau menghina. Dengan demikian, Rambun menganggap uraian-uraian tertulis atau lisan yang dilakukan secara objektif, zakelek dan ilmiah mengenai suatu agama yang disertai dengan usaha untuk menghindari adanya kata-kata yang bersifat permusuhan atau penghinaan bukanlah tindak pidana menurut pasal itu.

“Fakta hukum yang hanya mendasarkan pada kecurigaan atau klaim publik atas niat terdakwa atau adanya perasaan dinodai atas pernyataan yang merupakan reaksi subjektif, bukanlah bukti-bukti yang mencukupi untuk menyatakan unsur ‘dengan sengaja’ telah terpenuhi,” katanya.

Oleh karena itu Rambun mengharapkan majelis hakim tingkat banding yang mengadili Meiliana bertindak cermat dalam menafsirkan pasal yang didakwakan jaksa penuntut umum. Selain itu, TPJ juga mendorong Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memantau proses banding Meiliana.

“Ini bukan untuk mengurangi kemandirian hakim. Tapi langkah-langkah tersebut diperlukan guna mengembalikan muruah penegakan hukum yang berkeadilan,” katanya.

Selain itu, Rambun juga mendorong pemerintah dan DPR merevisi UU Nomor 1/PNPS/1965. “Sehingga tidak menimbulkan kesalahan penafsiran dalam praktiknya,” cetusnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PSI Doakan Meiliana Terbebas dari Vonis Penistaan Agama


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler