jpnn.com, JAKARTA - Ribuan emak-emak ikut mendukung deklarasi Gerakan Emak-emak dan Anak-anak Minum Susu atau Gerakan Emas yang dilaksanakan di Klender, Jakarta Timur, Rabu (24/10).
Anggota komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, yang menjadi MC acara deklarasi Gerakan Emas menjelaskan, gerakan masyarakat ini terinspirasi dari keprihatinan Prabowo Subianto terhadap nasib dan masa depan generasi muda yang bermasalah dengan kecukupan gizi ketika bertumbuh.
BACA JUGA: Gerindra Setuju Dana Kelurahan, Asal Regulasinya Jelas
"Gerakan masyarakat ini berangkat dari keprihatinan dan kepedulian masyarakat yang terinspirasi dari kepedulian Prabowo Subianto yang telah memperjuangkan perbaikan gizi buruk bagi anak-anak selama 15 tahun lebih," ujar politikus yang akrab dipanggil Sara itu.
Sara merangkul gerakan masyarakat ini dan memperkenalkannya kepada teman-teman sesama perempuan. Ibu Nur Asia, istri dari Sandiaga Uno pun sangat tertarik untuk mendukung gerakan ini hingga akhirnya menjadi ketua umum Gerakan Emas.
BACA JUGA: Fadli Zon Pastikan Gerindra Bela Dhani dari Jerat Polisi
"Dalam diskusi itu ada kesepahaman antara ibu Nur Asia dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama mengampanyekan kewaspadaan kepada ibu hamil dan balita terhadap ancaman gizi buruk," ujar politisi yang kembali mencalonkan diri kembali menjadi anggota DPR RI dari Dapil III DKI Jakarta ini.
Sara mengatakan data World Bank menyebutkan hampir 9 juta atau 37 persen anak balita yang tercatat di Indonesia terhambat pertumbuhan fisik dan kemampuan berpikirnya.
BACA JUGA: Pembakaran Bendera Tauhid Pasti Timbulkan Masalah
Jumlah ini menempatkan Indonesia dalam peringkat negara ke-lima di dunia dengan prevalensi jumlah terbanyak anak-anak penderita stunting.
Kondisi stunting berdampak pada kegagalan pertumbuhan, keterlambatan kognitif anak, serta produktivitas yang rendah sehingga lebih sulit untuk berkompetisi.
Penderita juga mengalami daya tahan tumbuh rendah sehingga berdampak pada resiko gangguan metabolik.
"Dampak gizi buruk ini sangat luas, bukan hanya masa depan anak, tapi masa depan bangsa. Karena itu perlu perubahan yang radikal dalam upaya pencegahan gizi buruk ini," ujar aktivis perempuan ini.
Sara berharap gerakan ini menjadi titik awal gerakan sosial di Indonesia dalam rangka menyadarkan masyarakat terhadap pentingnya bagi ibu hamil dan balita mengonsumsi gizi yang baik seperti susu, tempe, ikan dan kacang hijau.
Selain itu, ketersediaan air bersih berkualitas yang terbatas dan kurang baiknya sanitasi menjadi sebagian faktor terjadinya stunting.
"Pengentasan gizi buruk ini bisa terjadi dan berhasil secara signifikan jika kemiskinan dan kelemahan ekonomi yang selama ini hinggap di masyarakat bisa diatasi segera dengan kebijakan pemerintah yang pro rakyat," tegasnya.
Dalam acara itu dilakukan pembagian susu kepada ribuan emak-emak yang hadir. Masyarakat yang hadir juga diajak menyaksikan Sebuah film dokumenter yang diberi judul 'Harimau yang Lapar'. Film tersebut menggambarkan betapa negara Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam namun sebagian penduduknya masih miskin dan sulit mendapatkan bahan makanan pokok dengan kualitas baik dan harga terjangkau.
Film ini juga bercerita tentang krisis pangan dunia, kelaparan, dan kekurangan gizi dengan latar belakang wilayah Gujarat dan Rajasthan di India serta sejumlah daerah di Jawa, Bali dan Sumba, Indonesia.
Salah satu solusi yang ditawarkan dalam film ini adalah 'Revolusi Putih', atau bagaimana mengembangkan peternakan sapi yang dianggap bisa menjadi jalan keluar untuk mengatasi kekurangan gizi karena bisa menghasilkan susu sekaligus untuk mengembangkan perekonomian masyarakat petani.
Hal ini membuka potensi lebih dikembangkannya koperasi, UMKM maupun UKM dan dukungan terhadap peternak serta petani penyedia protein. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gus Irawan Yakin Bank Asing Ogah Danai Divestasi Freeport
Redaktur & Reporter : Adil