jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR Fraksi Gerindra Nizar Zahro menyatakan pihaknya tidak sepakat dengan dana kelurahan, karena belum memiliki regulasi yang jelas.
Selain itu, Nizar juga berpendapat bahwa dana kelurahan ini muncul tiba-tiba. Sebab, kata Nizar, pidato kenegaraan Presiden Jokowi pada 16 Agustus di MPR, tidak pernah menyebutkan dana kelurahan.
BACA JUGA: Fadli Zon Pastikan Gerindra Bela Dhani dari Jerat Polisi
Kemudian, lanjut dia, dalam RUU APBN yang diajukan pemerintah tidak ada satu frasa pun menyebutkan dana kelurahan. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu menuturkan, dalam nota keuangan pemerintah juga tidak pernah menyebutkan dana kelurahan.
“Tidak ada satu frasa pun disebut dana kelurahan,” ungkap Nizar dalam diskusi “Polemik Regulasi Dana Kelurahan” di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/10).
BACA JUGA: PAN Setuju Dana Kelurahan dengan Satu Syarat
Dia menjelaskan dalam Pasal 9 RUU APBN dikatakan bahwa dana transfer itu ada dua. Pertama, dana transfer daerah yang nominalnya mencapai Rp 892 triliun. Kedua, adalah dana desa. “Jadi, tidak ada itu dana kelurahan,” tegas Nizar.
Dia menjelaskan, yang dimaksud dana desa adalah dana yang diberikan oleh pemerintah pusat sebesar 10 persen dari dana perimbangan, kecuali dana alokasi khusus (DAK). Artinya, dana desa itu harusnya Rp 89 triliun.
BACA JUGA: Budiman Sudjatmiko Beber Munculnya Aspirasi Dana Kelurahan
Karena itu, Nizar menilai pemerintah masih berutang sekitar Rp 9 triliun, karena sekarang ini dana desa baru Rp 73 triliun. Dia mengatakan oleh karena tidak ada satu frasa pun dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa maupun UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan dana kelurahan, maka pemerintah sebaiknya tidak memaksakan.
“Kenapa jangan dipaksakan? Setiap APBN itu ada nomenklaturnya. Sementara UU-nya belum dibuat pemerintah, belum ada juga (aturan) yang mengatur tentang dana kelurahan kami harus menyetujui apa?” kata Nizar.
Jadi, Nizar memohon pengertian pemerintah maupun fraksi-fraksi pendukungnya untuk melakukan kajian ulang.
“Kalau misalkan ada (yang bilang) UU APBN adalah lex spesialis dari UU Nomor 6 Tahun 2014 tidak bisa. Karena tidak ada definisi dana kelurahan. Makanya inilah kami menolak,” ungkap anak buah Prabowo Subianto di Partai Gerindra, itu.
Dia menjelaskan, kelurahan merupakan bagian organisasi kecamatan. UU-nya sudah jelas bahwa kelurahan itu keuangannya ada di organisasi kecamatan. Setiap rencana kerja anggaran (RKA) yang ada kelurahan, itu dari kecamatan berupa belanja langsung dan tidak.
“Setiap kecamatan yang mempunyai kelurahan maka wajib ada 10 persen dari dana APBD untuk dimasukkan di kelurahan. Pertanyaannya, kalau masih ada nomenklatur dana kelurahan, mau di masukkan di mana dana kelurahan itu?” katanya.
Nizar menyarankan dua opsi kepada pemerintah. Pertama, kata dia, dimasukan dalam DAU. Setiap kabupaten, provinsi ditambah Rp 3 triliun, jangan mengurangi dana desa Rp 73 triliun.
Setelah itu dikeluarkan peraturan pemerintah atau peraturan mendagri tentang APBD kabupaten untuk mewajibkan menambah dana kelurahan. “Ini opsi kami, opsi secara regulasi. Jadi, mohon maaf kami Fraksi Gerindra belum sepakat,” jelasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembakaran Bendera Tauhid Pasti Timbulkan Masalah
Redaktur & Reporter : Boy