jpnn.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Kamis (9/5), menyampaikan rencana mendatangkan guru asing ke Indonesia. Kehadiran guru asing diharapkan bisa meningkatkan kompetensi tenaga pengajar di Indonesia.
Rencana tersebut menuai kontroversi, tidak hanya di kalangan praktisi pendidikan, honorer K2 juga lantang menyuarakan penolakan.
BACA JUGA: Tepis Kabar Soal Impor Guru, Mendikbud Jelaskan Maksud Menteri Puan
Mesya Mohamad, Jakarta
BAGAI petir di siang bolong, honorer K2 kembali dibikin sesak napas gegara pernyataan Menteri Koordinator Bidang PMK Puan Maharani untuk mendatangkan guru dan instruktur asing ke Indonesia. Bagi mereka, kebijakan tersebut menginjak-injak harga diri guru honorer K2 dan nonkategori.
BACA JUGA: Pemerintah Mau Undang Guru Asing, Pentolan Honorer K2: Apa Enggak Mikir?
"Apa sih mau pemerintah? Kalau urusan honorer K2 bilang enggak punya uang. Honorer K2 mengabdi tanpa gaji yang sesuai standar kelayakan hidup. Giliran ada uang, guru asing dijunjung dengan berbagai alasan yang aneh bagi kami," tutur Ketum Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih kepada JPNN.
Titi mengungkapkan, saat ini honorer K2 tengah sekarat. Mereka harus gigit jari di saat guru PNS menikmati rapelan kenaikan gaji dan pada 24 Mei mendatang menerima THR.
BACA JUGA: IGI: Impor Guru, Mau Ingin Anak Indonesia Berkarakter Asing?
BACA JUGA: Pembayaran THR PNS dan TNI / Polri 24 Mei, Honorer Gigit Jari
Bagi Titi, pemerintah sama sekali tidak menghargai jasa-jasa honorer K2. Pengabdian puluhan tahun hanya dianggap debu yang bisa terbang dalam sekejap.
Titi juga merasakan keganjilan rencana impor guru yang oleh pemerintah disebut mengundang.
November 2018, Ketum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi menolak mentah-mentah rencana impor guru dari Eropa dan Amerika yang disampaikan Wakil Ketua BPN Prabowo – Sandi, Mardani Ali Sera.
Unifah berpendapat impor guru merendahkan martabat tenaga pengajar Indonesi. Anehnya, belum setahun menolak, Unifah kini mendukung gagasan Puan Maharani.
"Akan jadi apa negara ini kalau ketum organisasi guru plin-plan. Ketika usulan itu datang dari pemerintah, langsung disetujui dengan alasan untuk melatih guru Indonesia," cetus Titi Purwaningsih.
Pengurus Pusat Forum Hononer K2 Persatuan Guru Republik Indonesia (FHK2-PGRI) Riyanto Agung Subekti juga protes keras terhadap rencana impor guru. Dia menilai wacana tersebut bikin rakyat semakin muak dan tidak percaya kepada pemerintah.
Masih terngiang di telinga Itong dan rekan-rekannya beberapa waktu lalu, KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) menyuarakan penolakan terhadap keberadaan TKA (tenaga kerja asing) yang tidak memiliki keterampilan (buruh kasar).
Penolakan ini didasarkan pada argumentasi, bahwa warga negara Indonesia lebih berhak mendapatkan pekerjaan di dalam negeri.
Barulah ketika ada jenis pekerjaan yang membutuhkan keahlian tertentu, di mana buruh Indonesia tidak bisa memenuhi spesifikasi keahlian yang dibutuhkan itu, keberadaan TKA menjadi relevan.
BACA JUGA: Tepis Kabar Soal Impor Guru, Mendikbud Jelaskan Maksud Menteri Puan
Itu pun harus memenuhi beberapa persyaratan. Salah satunya transfer pengetahuan sehingga kemudian buruh Indonesia memiliki keahlian yang dibutuhkan.
Menurut Itong, sapaan akrab Riyanto, rencana mendatangkan guru asing dengan alasan mutu pendidikan rendah hanya karena melihat hasil ujian nasional (UN) yang belum sesuai dengan standar kelulusan, tidaklah adil.
“Rendahnya mutu pendidikan jangan ditimpakan kepada guru semata, lalu direncanakan mendatangkan guru dari luar negeri,” imbuh Itong
Dia menambahkan, jumlah guru di Indonesia yang ada di bawah Kemendikbud dan Kemenag sekitar 4 juta orang. Setengahnya berstatus PNS dan 1,4 juta sudah bersertifikat.
Dengan demikian masih ada sekitar 2 jutaan guru berstatus honorer yang upahnya belum UMP serta tidak mempunyai jaminan hari tua.
“Benar kalau rendahnya mutu pendidikan di Indonesia salah satu penentunya adalah guru. Pertanyaannya guru yang mana yang bisa meningkatkan mutu pendidikan? Guru yang dapat menentukan mutu pendidikan adalah guru yang statusnya jelas, kesejahteraannya memadai, dan adanya jaminan sosial,” urainya.
Dia menyarankan, apabila ingin memperbaiki mutu pendidikan, maka ubah tata kelola gurunya, tingkatkan statusnya, kesejahteraannya, dan jaminan sosialnya.
“Bagaimanapun kalau mendatangkan guru dari luar rasa nasionalis masyarakat terusik. Masyarakat awam masih trauma dengan kata-kata impor. Ada impor gula, impor beras, impor TKA, eh sekarang impor guru,” tegasnya
Apabila impor guru dilanjutkan, pasti akan menimbulkan rasa ketidakadilan pada publik. Apalagi saat ini pemerintah dianggap gagal menyejahterahkan guru honorer, tenaga honorer serta guru swasta atau guru yayasan.
Bahkan ada pendapat yang mengatakan jumlah guru di Indonesia saat ini melimpah. Puluhan ribu lulusan sarjana pendidikan dihasilkan setiap tahun.
"Apabila untuk memenuhi kebutuhan guru harus didatangkan dari luar negeri, lalu bagaimana dengan nasib putra-putri kita? Apa memang wacana ini disengaja atau hanya pengalihan isu saja," seru Itong.
Gagasan Menteri Puan untuk mengundang guru atau pengajar dari luar negeri guna mengajar di Indonesia juga membuat Ketum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Ramli Rahim merasa bingung.
Berdasarkan data yang termuat di Majalah Dikti Volume 3 Tahun 2013, ternyata jumlah LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) saat itu ada 429 lembaga, terdiri dari 46 LPTK Negeri dan 383 LPTK Swasta. Jumlah mahasiswa keseluruhannya mencapai 1.440.770 orang.
BACA JUGA: Sute Sedana: Anak Saya Berangkat Sekolah Sehat, Pulangnya Berdarah - darah
Ini adalah kenaikan yang sangat mengejutkan karena pada 2010 jumlah LPTK hanyalah sekitar 300an. Artinya ada kenaikan 100 LPTK lebih dalam jangka waktu hanya 3 tahun atau sekitar 30 setiap tahun atau 3 lembaga setiap bulan. Jadi setiap 10 hari muncul sebuah LPTK baru.
Tentu saja statistik ini langsung mematahkan asumsi bahwa minat menjadi guru itu rendah. LPTK-LPTK itu berdiri justru karena besarnya minat anak-anak kita untuk menjadi guru. Yang hilang itu justru minat untuk menjadi sarjana pertanian.
Dengan jumlah mahasiswa 1,44 juta maka diperkirakan lulusan sarjana kependidikan adalah sekitar 300.000 orang per tahun. Padahal kebutuhan akan guru baru hanya sekitar 40.000 orang per tahun. Artinya akan terjadi kelebihan pasokan yang sangat besar.
Perlu diketahui bahwa 100-an LPTK baru yang didirikan tahun 2010-2013 jelas belum memiliki mahasiswa sebanyak kapasitas yang mereka persiapkan dan juga baru akan mulai meluluskan beberapa tahun kedepan.
"Jadi dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi ledakan bom jumlah lulusan LPTK yang jelas tidak akan mungkin tertampung karena terbatasnya kebutuhan dibandingkan lulusan," ulas Ramli.
429 LPTK penghasil guru ini tentu saja mendapat suntikan anggaran negara yang tidak kecil. Kemendikbud juga punya 14 P4TK termasuk LP2KS dan LP2KPTK2, memiliki 34 LPMP yang merupakan mantan Balai Pelatihan Guru (BPG) tapi malah berpikir untuk melakukan Impor Guru, ini sesuatu yang sungguh mengerikan dan mengherankan.
"Bayangkan, berapa banyak anggaran negara yang dihabiskan untuk mengelola semua lembaga itu, lalu tiba-tiba seorang menko angkat tangan dan memilih melakukan impor guru?" kritiknya.
Jika memang semua anggaran itu dianggap tak berguna, lanjut Ramli, bubarkan saja sekalian biar anggarannya digunakan untuk menggaji guru setara PNS.
Selain itu bisa meningkatkan kesejahteraan guru honorer yang puluhan tahun digaji Rp 300 ribu per bulan. (esy/jpnn)
Simak Video Pilihan Redaksi :
BACA ARTIKEL LAINNYA... FSGI Anggap Rencana Pemerintah Undang Guru Asing Bentuk Keputusasaan
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad