jpnn.com, JAKARTA - Tingginya mobilitas masyarakat di masa pandemi Covid-19 berisiko tinggi terhadap penularan.
Hal tersebut perlu antisipasi jelang libur panjang akhir tahun yang sudah dekat. Karena kerap dimanfaatkan masyarakat untuk bepergian baik untuk silaturahmi maupun tujuan berwisata.
BACA JUGA: DPR Minta Satgas Covid-19 Sanksi Tegas Pelanggaran Protokol Kesehatan saat Libur Akhir Tahun
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan, masyarakat tidak perlu melakukan perjalanan jika tidak mendesak.
"Saya mengimbau masyarakat, jika perjalanan tidak mendesak, diharapkan tidak melakukannya," jelasnya saat memberi keterangan pers di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (15/12).
BACA JUGA: Rohimah Sudah WhatsApp Kiwil Soal Gugatan Cerai, Tetapi...
Wiku juga mengharapkan masyarakat mengenali dengan baik risiko jenis mobilitas dan kegiatan yang dilakukan.
Seperti kondisi dengan risiko terendah, yaitu beraktivitas di rumah dan hanya berinteraksi dengan keluarga inti dan melakukan perjalanan singkat dengan kendaraan pribadi dengan keluarga tanpa melakukan pemberhentian.
BACA JUGA: Puji Richard Kyle, Jessica Iskandar: Kamu Memang Lelaki yang Tulus dan Penuh Kasih Sayang
Kondisi lebih berisiko, yaitu perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama keluarga dengan melakukan permberhentian selama perjalanan.
Wiku mengharapkan mereka tetap di ruang terbuka, dengan mematuhi 3M atau memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
Kondisi lebih tinggi berisiko, yaitu perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama bukan anggota keluarga, perjalanan kereta atau bus jarak jauh.
Lalu, berinteraksi dengan beberapa orang yang bukan keluarga inti di ruang tertutup dengan sebagian besar mematuhi 3M.
Kondisi risiko tertinggi, yaitu penerbangan dengan transit, perjalanan dengan kapal atau perahu, dan berinteraksi dengan orang dari beragam sumber di ruangan tertutup dengan ventilasi buruk dengan sebagian kecil mematuhi 3M.
Untuk itu terkait mitigasi risiko mobilitas, pemerintah sedang memfinalisasi kebijakan terkait pelaku perjalanan antarkota yang meliputi persyaratan sampai mekanisme perjalanan dan kembali ke tempat asalnya.
"Pengambilan kebijakan terkait pelaku perjalanan dilakukan karena selalu ada tren kenaikan kasus setiap adanya masa liburan panjang," ujarnya.
Wiku mengingatkan kembali, berdasarkan studi Mu et Al pada 2020, mengenai dampak mobilitas libur panjang Imlek di China tahun ini, ditemukan bahwa kota yang letaknya lebih dekat dengan pusat epidemik Covid-19, sekaligus dekat dengan daerah perkotaan padat penduduk akan memilki risiko kemunculan kasus baru yang lebih tinggi.
Lalu, pembatasan mobilitas antarkota, dapat menekan peluang risiko penularan sebesar 70 persen. Dan pembatasan mobilitas dalam kota sebesar 40 persen harus diikuti monitoring dan evaluasi yang baik.
Sementara dari studi Chun Chang et al 2020, mengenai dampak wabah di Taiwan, ditemukan bahwa waktu, durasi dan tingkat pembatasan perjalanan memiliki andil dalam menentukan besar jumlah kasus.
"Selain itu, sudah jelas berdasarkan data, kita sudah sama-sama mempelajari bahwa setiap liburan yang meningkatkan mobilitas penduduk akan mengakibatkan lonjakan kasus pada dua hingga empat minggu setelahnya," jelas Wiku. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga