jpnn.com, JAKARTA - Satgas Penanganan Covid-19 menilai masyarakat penting mendapatkan vaksinasi untuk tercipta herd immunity atau kekebalan kelompok di masa pandemi. Hal itu akan melindungi masyarakat yang tidak memperoleh vaksinasi dari paparan penyakit.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, untuk mencapai kekebalan kelompok atau komunitas ini, prinsip gotong royong merupakan hal yang utama.
BACA JUGA: Satgas Covid-19 Minta Kondusivitas Dijaga Sampai Pilkada Selesai
"Kekebalan komunitas dapat dicapai apabila masyarakat yang sehat dan memenuhi kriteria melakukan vaksinasi, sehingga dengan jumlah yang memadai, maka akan tercipta herd immunity. Sekaligus melindungi kelompok-kelompok yang tidak divaksinasi," kata Wiku di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (10/12).
Masyarakat juga perlu mengetahui beberapa kriteria ideal vaksin yang berkualitas. Di antaranya efikasi dan efektivitas. Kedua aspek ini memiliki peran untuk mengukur manfaat vaksin dalam mengendalikan Covid-19.
BACA JUGA: Pertanyaan Sahroni, ke Mana Muhammad Rizieq Shihab?
Wiku pun menjelaskan secara terperinci, aspek pertama ialah efikasi, yaitu besarnya kemampuan vaksin mencegah penyakit dan menekan penularan pada individu di kondisi ideal dan terkontrol.
"Hal ini dapat dilihat dari hasil uji klinis vaksin di laboratorium yang dilakukan kepada populasi dalam jumlah yang terbatas," ungkapnya.
BACA JUGA: Jokowi Mengaku Sudah Memerintahkan Mahfud MD, Semoga Hasilnya Diterima Semua Pihak
Aspek kedua adalah efektivitas yaitu kemampuan vaksin mencegah penyakit dan menekan penularan pada individu, pada lingkup masyarakat luas.
"Yaitu penilaian kemampuan vaksin melindungi masyarakat secara luas yang masyarakat tersebut adalah heterogen (beragam)," lanjut Wiku.
Dalam hal efektivitas ini terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi. Faktor pertama adalah penerima vaksin seperti usia, komorbid, riwayat infeksi sebelumnya, serta jangka waktu sejak vaksinasi dilakukan.
Faktor kedua, adalah karakteristik dari vaksin tersebut. Seperti jenis vaksin, active atau inactivated, komposisi vaksin dan cara penyuntikannya. Dan faktor ketiga, adalah kecocokan strain pada vaksin, dengan strain pada virus yang beredar di masyarakat.
Untuk mengetahui aspek efektivitas vaksin, maka perlu adanya data surveilans, untuk melihat perkembangan kasus serta memantau dampaknya.
"Data imunisasi untuk melihat cakupan imunisasinya, dan data klinis individu pendukung untuk melihat aspek lain yang mempengaruhi kondisi kesehatan individu," kata Wiku.
Sedangkan terkait efisiensi vaksin, dapat dilihat dari nilai pembelanjaan vaksin. Vaksin dapat mencegah pengeluaran biaya kesehatan yang lain untuk menangani orang yang sakit akibat penyakit tersebut.
Di samping vaksin, terdapat berbagai pertimbangan lain yang sedang dilakukan pemerintah untuk memastikan tujuan utama yaitu mengakhiri pandemi Covid-19. Wiku menyebut ada beberapa faktor yang sama pentingnya dengan vaksin.
Dia mengilustrasikan menggunakan analogi Swiss Cheese Model. Yaitu seperti lapisan-lapisan keju yang berlubang, yang mana antara satu lubang dan lainnya saling menutupi lubang pada lapisan keju yang ada didepan atau di belakangnya.
"Perlu kita ingat bahwa satu upaya pengendalian Covid-19 saja, tidak akan efektif jika tidak disertai upaya lainnya yang menutup kekurangan masing-masing dan saling melengkapi," jelasnya.
Misalkan, penerapan protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan atau upaya 3T berupa testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan) dan treatment (perawatan). Jika hanya mengindahkan satu aspek saja, akan menghasilkan penanganan Covid-19 yang kurang efektif.
Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama masyarakat untuk bersungguh-sungguh mengendalikan Covid-19. Langkah vaksinasi tingkat nasional harus tetap diikuti kedisiplinan dalam menjalankan kesehatan di setiap kegiatan.
"Ingat vaksinasi akan berjalan efektif apabila kita secara disiplin menjalankan protokol kesehatan," Wiku mewanti-wanti.(tan/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga