jpnn.com, JAKARTA - Pro kontra klaster baru Covid-19 di Pilkada Serentak 2020, dan keinginan menggugat pemerintah jika pilkada menaikkan angka corona, justru bisa mengabaikan peran dan tanggung jawab semua komponen masyarakat dalam memandu rakyat melewati pandemi dengan baik.
Hal itu diungkap Kepala Satuan Tugas (Satgas) Penegakan Disiplin Protokol Kesehatan Covid 19 Partai Golkar Pada Pilkada 2020 Emanuel Melkiades Laka Lena, Sabtu (26/9).
BACA JUGA: Sudah 115 Dokter Meninggal Akibat Corona, Masih Ogah Tunda Pilkada?
Menurut Melkiades, pemerintah dan seluruh komponen masyarakat, pimpinan dan ormas keagamaan mestinya bergandengan tangan bersinergi dan saling dukung.
Termasuk dalam memastikan rakyat disiplin menjalankan protokol kesehatan baik di pilkada, saat bekerja, beribadah atau aktivitas keseharian lainnya.
BACA JUGA: Api Cemburu Koriah Benar-Benar Membakar Rumah Siti Umi Fatkiyah
"Peningkatan pasien Covid-19 di daerah yang tidak ada pilkada misalnya di DKI Jakarta dan daerah lainnya memberi pesan bahwa pelaksanan protokol kesehatan yang disiplin harus menjadi norma baru di semua aktivitas masyarakat dan agenda kebangsaan termasuk pilkada," kata Melkiades.
Wakil ketua Komisi IX DPR yang karib disapa Melki itu mengatakan, pendapat banyak pihak tentang klaster baru Covid-19 dalam pilkada kali ini terbagi dalam dua kelompok besar.
BACA JUGA: Pilkada di Masa Corona, Azis Dorong Terbitkan Perppu ketimbang PKPU
Ada yang pesimistis karena kekhawatiran muncul klaster baru. Ada optimistis pilkada bisa mendorong masyarakat hidup sehat dan produktif dengan menjalankan protokol kesehatan secara disiplin.
Menurutnya, kedua pendapat punya maksud yang sama menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat.
"Sekaligus tetap menjaga keberlangsungan semua dimensi kehidupan rakyat," jelasnya.
Menurut Melki, sampai saat ini belum ada satu ahli epidemiolog dalam dan luar negeri termasuk WHO dan Kemenkes yang bisa memastikan kapan pandemi Covid-19 berakhir.
Oleh karena itu, kata dia, semua aktivitas keseharian masyarakat dan agenda kebangsaan tentunya harus tetap berjalan dengan tetap mengacu pada protokol kesehatan.
"Pasar, mal, rumah makan, kantor, rumah ibadah, transportasi umum darat laut dan udara, rumah sakit, puskemas dan tempat lainnya dibuka dengan pembatasan dan aturan ketat protokol kesehatan untuk memastikan semua yang berinteraksi aman satu sama lain," katanya.
Menurut Melki, 30 negara tetap melaksanakan agenda politiknya di tingkat pusat atau daerah di tahun yang sama antara lain Korea Selatan, Amerika Serikat dan Indonesia.
Pilkada Serentak 2020 sesuai jadwal semula harusnya dilaksanakan pada 23 September, lalu digeser ke 9 Desember untuk memastikan pelaksanan berjalan dengan aman dan demokratis.
Dia menjelaskan kisah sukses Korea Selatan menjalankan pemilu secara aman dan demokratis saat pandemi sedang tinggi, menjadi salah satu rujukan.
"Kuncinya adalah pelaksanaan protokol kesehatan secara disiplin untuk menjamin pemilu aman dan demokratis," jelas ketua DPD Partai Golkar Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
Menurut Melki, Pilkada Serentak 2020 tidak berbeda dengan aktivitas keseharian masyarakat dan agenda kebangsaan yang harus diatur dengan tepat.
Peran KPU, Bawaslu dan jajarannya membuat dan melaksanakan aturan untuk memastikan protokol kesehatan berjalan dalam semua tahapan sejak saat ini sampai selesainya semua proses.
Kemendagri dan pemerintah provinsi, kabupaten/kota, DPR dan DPRD serta aparat hukum memastikan pelaksanaan, pengawasan dan sanksi terhadap pemberlakuan protokol kesehatan kepada para pihak yang melanggar.
Pasangan calon, pimpinan parpol, tim sukses dan massa pendukung berperan aktif mengampanyekan pola hidup sehat dan kepatuhan protokol kesehatan.
"Sehingga pilkada jadi ajang dan media untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran dan pelaksanaan protokol kesehatan," paparnya.
Jadi, kata Melki, protokol kesehatan merupakan kunci utama menjaga keselamatan rakyat dalam berbagai aktivitas keseharian dan agenda kebangsaan apa pun termasuk pilkada.
Aturan pelaksaan protokol kesehatan secara detail di semua tahapan dan proses pilkada dibuat oleh lembaga penyelenggara pemilu dan pemerintah.
Kemudian diawasi pelaksanaannya oleh legislatif semua tingkatan, dilaksanakan oleh pimpinan parpol bersama paslon, tim sukses dan massa pendukung.
"Niscaya berbagai proses dan tahapan pilkada berlangsung aman dan demokratis," kata dia.
Sinergi antarkomponen bangsa dari ormas keagamaan, kampus, kalangan swasta dan masyarakat sipil lainnya bersama pemerintah, penyelenggara pemilu, legislatif dan pimpinan parpol lebih ditingkatkan.
"Sehingga masyarakat lebih tertib dan disiplin jalankan protokol kesehatan dalam berbagai aktivitas termasuk saat pilkada," ungkap Melki. (boy/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Boy