jpnn.com - Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan secara Berkelanjutan sebagai Bentuk Implementasi Undang-Undang No.6 Tahun 2023.” di Lampung pada 22 Agustus lalu.
Acara ini digelar dengan tujuan memperdalam pemahaman dan menyusun strategi implementasi UU Cipta Kerja di sektor kelautan dan perikanan.
BACA JUGA: Satgas UU Cipta Kerja & DPMPTSP Jabodetabek Bahas Reformasi Perizinan Berusaha
Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja Arif Budimanta membuka acara dengan menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola sumber daya kelautan secara berkelanjutan.
“Implementasi UU No.6 Tahun 2023 harus dapat menjawab tantangan dan kebutuhan daerah, terutama di sektor kelautan dan perikanan yang memiliki potensi besar,” ujar Arif.
BACA JUGA: UU Cipta Kerja Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Sampai 7%
Penjabat (PJ) Gubernur Provinsi Lampung, Samsudin, turut memberikan pandangannya mengenai dampak UU Cipta Kerja terhadap sektor kelautan dan perikanan di Lampung.
Menurutnya, undang-undang ini memberikan pengaruh signifikan terhadap seluruh proses, mulai dari hulu hingga hilir, dalam bidang Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, hingga Pengelolaan Ruang Laut dan Pengawasan Sumberdaya Kelautan.
BACA JUGA: Garap Buku UU Cipta Kerja, Satgas Serap Masukan Akademisi, Praktisi hingga Jurnalis
“Ini adalah langkah positif,” kata Samsudin. Ia juga mengungkapkan capaian produksi perikanan di Provinsi Lampung pada tahun 2023 yang mencapai 343 ribu ton, terdiri dari perikanan tangkap sebesar 189 ribu ton dan perikanan budidaya sebesar 154 ribu ton. Di sisi lain, volume ekspor hasil perikanan Lampung mencapai 14,4 ribu ton dengan nilai sebesar Rp2,1 triliun.
Namun, Samsudin juga menyoroti beberapa aspek dalam UU Cipta Kerja yang perlu diperbaiki, terutama yang berdampak langsung pada nelayan di Lampung.
“Perizinan masih menjadi tantangan, dan saya harap Satgas UU Cipta Kerja dapat memastikan bahwa undang-undang ini bukan untuk mempersulit masyarakat, tetapi justru memastikan implementasinya berjalan dengan baik,” jelasnya.
Wakil Ketua Pokja Strategi dan Sosialisasi Satgas UU Cipta Kerja, yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM, Riza Damanik, menambahkan bahwa struktur ekonomi Indonesia yang didominasi oleh usaha kecil dan mikro, yaitu sebanyak 99%, perlu ditingkatkan.
Ia berharap melalui kebijakan perikanan dan kelautan yang diatur dalam UU Cipta Kerja, Indonesia dapat mewujudkan target menjadi negara maju pada 2045.
Riza juga menyoroti perlunya kebijakan produksi, hilirisasi, dan perdagangan yang lebih strategis.
“Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rumput laut terbesar di dunia, namun nilai ekonominya masih minim karena ekspor yang dilakukan masih dalam bentuk bahan mentah. Sementara itu, negara seperti China mendapatkan keuntungan lebih besar dengan mengolah bahan mentah tersebut menjadi produk bernilai tinggi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Riza mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya minat generasi muda untuk berkarier di sektor kelautan, pertanian, dan perkebunan.
“Menurut data BPS tahun 2023, hanya sekitar 19,20% pemuda yang terlibat di sektor ini,” ungkapnya. Padahal, sektor kelautan menawarkan banyak peluang, termasuk renewable energy, shipbuilding, serta marine conservation.
“Dengan inovasi dan teknologi, serta dukungan investasi yang kuat, sektor ini memiliki potensi besar untuk berkembang,” tambah Riza.
FGD ini dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, pemerintah daerah, asosiasi kelautan seperti Shrimp Club, asosiasi nelayan, serta akademisi dari berbagai universitas di Lampung.
Diskusi diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi konkret untuk mengoptimalkan implementasi UU Cipta Kerja di sektor kelautan dan perikanan, khususnya di Provinsi Lampung. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif