Satgas UU Ciptaker Serap Masukan Guru Besar UGM demi Wujudkan Kebijakan Berkeadilan

Jumat, 05 Juli 2024 – 20:00 WIB
Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja menyelenggarakan Focus Group Discussion bersama dengan Guru Besar Universitas Gadjah Mada dengan mengusung topik “Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kebijakan Ketenagakerjaan dan Kewirausahaan yang Berkeadilan Sosial” di Yogyakarta, Kamis (4/7/2024). Foto: dok sumber

jpnn.com, YOGYAKARTA - Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja menyelenggarakan Focus Group Discussion bersama dengan Guru Besar Universitas Gadjah Mada dengan mengusung topik “Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kebijakan Ketenagakerjaan dan Kewirausahaan yang Berkeadilan Sosial” di Yogyakarta, Kamis (4/7).

Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja Arif Budimanta, menjelaskan bahwa tujuan utama dibentuknya UU Cipta Kerja adalah reformasi struktural dengan menyederhanakan segala proses perizinan berusaha.

BACA JUGA: Satgas UU Ciptaker Gelar Coaching Clinic Bagi Perempuan Pelaku UMKM di Pontianak

“Diharapkan juga UU Cipta Kerja ini menjadi instrumen ataupun mesin dari perubahan sosial di Indonesia, terutama perubahan cara kerja,” Kata Arif.

Contoh perubahan cara kerja ini, menurut Arif, seperti perbedaan cara merespons setiap aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat sehingga terjadi berbagai kemudahan dalam berwirausaha dan investasi.

BACA JUGA: Versi Rizal Ramli, Ekonomi Indonesia Tidak Genting Ketika UU Ciptaker Dibuat

“Pada akhirnya, semua kemudahan yang diberikan dan diatur dalam UU Cipta Kerja dapat berpengaruh pada penciptaan lapangan kerja yang sebesar-besarnya,” jelas Arif.

Arif berharap bahwa dengan adanya forum-forum diskusi bersama guru besar dan pakar dengan metode evidence based bisa mempercepat proses sosialisasi dan implementasi UU Cipta Kerja di kehidupan bangsa dan negara.

BACA JUGA: Kemnaker Optimistis UU Ciptaker Dorong Peningkatan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Selain itu, Ketua Pokja Strategi dan Sosialisasi Satgas UU Cipta Kerja Dimas Oky Nugroho menegaskan bahwa perlu adanya desain kelembagaan yang baik dan kokoh sehingga bisa menerapkan prinsip serta nilai Pancasila maupun semangat dari dalam.

“Perlu ada pendekatan sistemik yang kuat dalam kondisi politik yang naik turun saat ini, sehingga bisa memberikan impact yang positif dan berkelanjutan bagi kehidupan bernegara,” kata Dimas.

Dimas pun menyoroti terkait kebijakan dalam UU Cipta Kerja harus dapat menjawab masalah yang aktual, khususnya terkait tingkat pengangguran generasi muda.

“Hal ini menjadi penting, bagaimana UU Cipta Kerja ini bisa memastikan adanya job creation dengan memperhatikan kesejahteraan pekerja, sehingga tidak ada perusahaan yang abusive power," tegas Dimas.

Kemudian, Ketua Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada Baiquni menyoroti tiga hal terkait UU Cipta Kerja dan nilai Pancasila.

Ketiga hal tersebut adalah internalisasi nilai-nilai Pancasila, institusionalisasi, serta implementasi UU Cipta Kerja.

“Proses internalisasi nilai Pancasila pada UU Cipta Kerja tidaklah mudah, karena nilai itu perlu memberikan makna bagi kehidupan,” jelas Baiquni.

Maka dari itu, menurut Baiquni, perlu menyuarakan nilai-nilai kepada masyarakat luas yang dapat dilakukan melalui pendidikan. Selain itu, Baiquni pun menyoroti perlu adanya keselarasan dan integrasi kebijakan birokrasi antar kementerian.

“Kalau kita lihat di lapangan, seringnya kebijakan impor itu dilakukan pada saat petani panen. Padahal pemerintah pusat dapat menerapkan kebijakan pengurangan atau meniadakan impor pada saat musim panen,” jelas Baiquni.

Kebijakan impor tersebut, menurut Baiquni justru akan membuat UMKM rentan serta sulit untuk bersaing di pasar bebas.

“Para dewan guru besar di UGM sepakat bahwa perlu adanya keseimbangan antara produk impor dengan produk yang dihasilkan di dalam negeri,” ungkap Baiquni.

Selanjutnya, Baiquni pun memberikan saran kepada Satgas UU Cipta Kerja untuk melakukan sinergitas di tingkat akar rumput, agar tercipta masyarakat yang mandiri dalam berwirausaha karena mereka ini yang memiliki potensi kearifan lokal yang cukup tinggi.

Kemudian, Kepala Pusat Studi Pancasila Agus Wahyudi menjelaskan bahwa hal yang penting dari setiap pembuatan undang-undang termasuk UU Cipta Kerja harus memiliki prinsip keadilan sosial.

“Seperti ketika pemerintah merumuskan UU Cipta Kerja, UU Ketenagakerjaan, dan peraturan turunannya, harus melahirkan kebijakan yang akan memberikan keadilan bagi para pekerja,” jelas Agus.

Sehingga, menurut Agus, tidak ada lagi isu di luar sana yang memiliki narasi bahwa UU Cipta Kerja ini tidak memihak kepada pekerja.

Merespons hal tersebut, Subkoordinator Pemberdayaan Organisasi Pekerja/Buruh Kementerian Ketenagakerjaan Oloan Nadeak mengatakan bahwa dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 76 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila sudah diatur terkait hubungan yang ideal dan dinamis antara pekerja dan perusahaan.

“Tidak ada pembatasan serikat pekerja dalam perusahaan, jadi para pekerja itu bebas berserikat, kami sama sekali tidak melarang hal tersebut,” jelas Oloan.

Lebih lanjut, Oloan menjelaskan bahwa pemerintah mendorong hubungan industrial yang dinamis, harmonis, berkeadilan, dan menjamin kelangsungan berusaha di perusahaan berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

“Harapannya, sistem ketenagakerjaan di Indonesia semakin baik dan mengalami dinamika untuk memperjuangkan hak-hak dasar terutama pada kalangan pekerja,” kata Oloan dalam sesi pemaparannya.

FGD ini dihadiri oleh 35 peserta dari kalangan perwakilan Dewan Guru Besar UGM, Pakar UGM, serta akademisi dari berbagai Universitas di Yogyakarta.


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler