''Saya Lihat Mbah Marijan Pakai Batik''

Kamis, 28 Oktober 2010 – 06:26 WIB

BEBERAPA menit sebelum tubuh Mbah Marijan dihantam awan panas, wartawan Radar Jogja (Grup JPNN) Azam Sauki Adham mengobrol dengan diaBerikut penuturannya:
 
Selasa (26/10) sekitar pukul 17.00, saya berada di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman

BACA JUGA: Timur Janji Benahi Reserse

Sebelumnya, saya mendengar kabar dari radio amatir yang menyebutkan bahwa terjadi luncuran awan panas di lereng barat Merapi

 
Saat berada di Kinahrejo itu, saya melihat ada lima orang yang seluruhnya bukan penduduk setempat

BACA JUGA: Muhaimin Iskandar Diincar KPPU

Saat itu, mereka sedang duduk-duduk santai di warung Bu Murni yang sudah tutup
Murni merupakan menantu Mbah Marijan

BACA JUGA: Meningkat, Kasus Korupsi di Pengadilan

Dia adalah istri Asih, anak Mbah MarijanWarung Murni terletak di sebelah barat rumah Mbah Marijan
 
Selain lima orang tersebut, saya menjumpai beberapa orang pencinta alam yang sejak siang menemani Mbah MarijanDi antaranya bernama Itong dan DanarSaat itu, Mbah Marijan sedang berada di dalam rumah bersama istri
 
Tak lama kemudian, Agus Wiyarto, mantan ketua DPRD Bantul yang dikenal sebagai kerabat Mbah Marijan, tiba di KinahrejoAgus membawa Suzuki APVDia didampingi beberapa orangDi antaranya, Tutur Priyono, anggota PMI yang belakangan ditemukan tewas terkena awan panas, dan Wawan (Yuniawan Wahyu Nugroho), wartawan Vivanews.
 
Begitu keluar dari mobil, dengan agak tergopoh-gopoh, Agus menyuruh Murni berkemas-kemas untuk meninggalkan kampungnyaSambil menunggu Murni berkemas, saya diajak Agus menemui Mbah MarijanSaat itu, Mbah Marijan sedang berada di dapurDi rumah hanya ada Mbah MarijanTampaknya, keluarga Mbah Marijan yang lain sudah turun bersama warga yang lain.
 
Saat itu, saya ingat betul, Mbah Marijan mengenakan baju batik hijau muda dan sarung (baju batik dan sarung itu kemudian dijadikan ciri khas untuk mengidentifikasi jasad Mbah Marijan)Dia juga mengenakan kopiah putih yang menutupi kepala dengan seluruh rambutnya yang beruban.
 
Saat kami temui di dapur, Mbah Marijan lantas mengajak kami bergeser ke ruang tamuRuang tamu itu berada di barat ruang tengahRuang tengah merupakan tempat Mbah Marijan dan istri sering berduaan untuk menyaksikan televisiSaat itu, di ruang tengah tersebut, kami sempat ngobrol sebentarTak sampai lima menitSuasananya begitu gayeng dan hangatMbah Marijan sama sekali tak terlihat panik, apalagi tegang
 
Ketika sedang enak-enaknya ngobrol itu, datang dua orang yang ingin mengajak Mbah Marijan berbicaraSaya dan Agus memutuskan keluarPadahal, tujuan kami sebenarnya bertemu Mbah Marijan adalah membujuk dia agar bersedia turun karena kondisi Merapi yang membahayakanAgus sudah menyiapkan rumahnya di Jalan Kaliurang untuk ditempati Mbah MarijanTapi, belum sempat mengutarakan maksud tersebut, datang dua tamu ituSaya menduga, tamu tersebut juga bermaksud membujuk Mbah Marijan agar mau turun
 
Masih dalam hitungan menit, saat berada di luar rumah Mbah Marijan, dari kejauhan, saya mendengar deru beberapa mobil menuju KinahrejoSaya melihat ada lima mobil muncul dari jalan di sebelah timur masjidPenumpangnya tidak banyakSaya tidak tahu persis jumlahnyaTak lama kemudian, terdengar suara gemuruh dari arah lereng Merapi.
 
Beberapa detik kemudian, saya melihat ada garis merah di gunungTapi, warnanya tak begitu jelas karena tertutup kabut tebalKhawatir terjadi hal-hal yang membahayakan, saya memutuskan untuk turun dengan sepeda motorSaat itu, Agus langsung mengajak Murni ikut turun dengan kendaraannya
 
Sebelum turun, saya sempat mengajak orang-orang yang membawa mobil segera meninggalkan KinahrejoNamun, tidak ada yang meresponsSaya langsung keluar ke jalan beraspal menuju barak pengungsianSaat itu, saya mendengar teriakan sejumlah penduduk yang mengajak warga lain segera turun.
 
Suasana pun berubah menjadi tegang bercampur deg-deganBeberapa penduduk yang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi beramai-ramai meninggalkan rumah merekaSaat itu, pikiran saya langsung tertuju kepada Mbah Marijan, para pencinta alam, dan sejumlah wartawanBagaimana nasib mereka?
 
Inginnya kembali lagi ke KinahrejoTapi, dalam kondisi seperti itu, sudah tak memungkinkan lagiYang bisa saya lakukan saat itu adalah mengajak para warga yang masih berada di rumahnya agar mau turunSaya melihat sejumlah warga bergerombol di pinggir jalanMereka terlihat bingung, antara akan turun atau tetap berada di kampungnyaSaya mendekati gerombolan warga itu dan saya ingatkan bahwa kondisi Merapi sudah sangat berbahaya
 
Ada warga yang mengindahkan saran saya untuk turun, tapi ada juga yang mengabaikanMereka tak mau turun mungkin karena tak melihat Mbah Marijan ikut turunBagi sebagian warga, sosok Mbah Marijan masih sangat dihormati dan dijadikan panutanKetika Mbah Marijan memilih tetap berada di dalam rumahnya, ada warga yang menafsirkan bahwa mereka pasti akan selamat jika tetap tinggal di rumah.
 
Pukul 18.30, saya sudah tiba di barak pengungsianDalam perjalanan menuju tempat pengungsian itu, saya menyaksikan abu beterbanganSaya sempat merasakan sesak napas karena abu terhirup hidungMata juga terasa perih.
 
Di barak pengungsian, sudah berkumpul ratusan bahkan ribuan orangSuasana karut-marutLalu lintas semrawut karena bertemunya kendaraan roda empat dan sepeda motor dari arah berbeda.
 
Anggota SAR yang membawa perangkat HT terus berkomunikasiTujuan komunikasi itu adalah memantau penduduk yang masih berada di permukiman rawan erupsi MerapiPikap dan truk langsung menuju ke atas untuk menyisir kampung-kampung.
 
Di tengah kecemasan menghadapi bahaya letusan Merapi, saya bersama sejumlah relawan menumpang pikap menuju kampung-kampung yang mungkin masih terdapat pendudukBetul juga, banyak penduduk yang masih berada di rumahMereka langsung diangkutKarena lokasi barak Umbulharjo telah penuh, warga dibawa ke sekolah Taman Dewasa yang berjarak sekitar 500 meter dari Balai Desa Umbulharjo.
 
Saya dan teman-teman relawan kembali terusik setelah ambulans yang melaju dengan kecepatan tinggi membawa warga Kinahrejo yang terkena awan panasTak berapa lama, muncul pikap yang membawa korban awan panasTerus terang, saya panikBagi saya, Kinahrejo seperti kampung halamanPenduduk sudah seperti saudara dan sahabat sendiri.
 
Bahkan, saya sempat dirundung kecemasan luar biasa ketika ada kabar Mbah Marijan tewasKabar itu langsung saya konfirmasi kepada Asih, anaknya yang saat itu berada di barak pengungsian"Mudah-mudahan Allah SWT memberikan keselamatan dan kesehatan kepada bapak (Mbah Marijan, Red)." Kalimat pendek itulah yang diungkapkan Asih kepada sayaSaya hanya mengangguk meski berita itu sangat mengganggu pikiran.
 
Sekitar pukul 21.00, saya bersama teman-teman memutuskan naik ke KinahrejoAda delapan orang yang berangkatTujuannya, mencari warga yang menjadi korban erupsi Merapi, termasuk memastikan kondisi Mbah Marijan.
 
Kabar yang beredar, di Kinahrejo terdapat empat orang yang berada di masjid saat awan panas memorak-porandakan kampung yang berjarak sekitar 5,5 km dari puncak Merapi ituDalam perjalanan, kami harus ekstra hati-hatiSelain jalan dipenuhi abu, sinar lampu hanya mampu menerangi sekitar dua meter.
 
Tiba di Kinahrejo, suasana gelapListrik matiBau belerang sangat menyengat hidungUdara juga terasa panasPesawat handphone terkendala karena tidak ada sinyalDalam kondisi seperti itu, pencarian korban tetap dilakukanTak lama berselang, beberapa relawan menemukan beberapa orang yang menjadi korban awan panas terkapar tak berdaya di jalan
 
Kami langsung menghubungi relawan di barak melalui HT agar mengirimkan ambulansMeski masih takut, kami memutuskan bergerak ke atasPertimbangannya, sinyal aktivitas Merapi yang terekam di HT terdengar stabil alias tidak ada guguran.
 
Namun, sepeda motor dan ambulans tidak bisa naik ke Kinahrejo karena terhalang pohon-pohon besar yang tumbang dan menutup jalanSolusinya, relawan dari bawah membawa gergaji mesinPohon dan bambu yang menutup jalan dipotongKendaraan pun leluasa melewati.
 
Dari belakang, ambulans dan kendaraan penerang dari Brimob ikut mengawal upaya pembersihan jalanSaya shock saat melihat korban berserakan di jalanSemua dalam kondisi memprihatinkanAda yang meninggal, ada yang mengerang kesakitan karena seluruh badannya terbakar.
 
Satu per satu korban tewas maupun yang masih hidup langsung dievakuasi dengan ambulans di belakang kamiSetidaknya, selama penyisiran pukul 21.00?24.00 bersama polisi dan TNI, saya mencatat sepuluh warga tewas karena terkena awan panasDi antaranya, dua orang di Pelemsari, tiga orang di jalan masuk menuju Kinahrejo, tiga orang di kediaman Mbah Marijan, dan seorang lagi di halaman depan rumah AsihMalam itu, kami tidak menemukan Mbah Marijan.
 
Evakuasi lantas dilanjutkan paginya (27/10)Pukul 06.30, jenazah Mbah Marijan akhirnya ditemukan(c5/kum)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Diperiksa, Syamsul Masih Melucu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler