"Saya Masuk Filipina, Tidak Bisa Telepon Lagi"

Rabu, 30 Maret 2016 – 08:45 WIB
SEPUPU: Hendrik Sahabat menunjukkan foto Peter Tonsen Barahama. FOTO: ALIL HARAHAP/BATAM POS/JPG

jpnn.com - KELUARGA besar Rene Deskartes warga di Perumahan Villa Paradise Blok J/8, Batuaji, Batam, diliputi kesedihan. Peter Tonsen Barahama, adik nomor tiga Rene, menjadi korban penyanderaan di antara sepuluh korban lainnya oleh kelompok radikal Abu Sayyaf di perairan Filipina.

Ya, Peter merupakan kapten tugboat Brahma 12 yang menarik tongkang batu bara dari Banjarmasin ke Filipina. 

BACA JUGA: Antara Kelompok Abu Sayyaf dan Bisnis Penculikan

Pria 30 tahun itu bertolak pada 11 Maret lalu. Berdasar keterangan resmi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Peter dkk disandera Abu Sayyaf sejak 26 Maret lalu. Kapal mereka dibajak saat melintas di perairan Languyan di Provinsi Tawi-Tawi, Filipina. 

’’Kami dapat kabar pada malam 26 Maret. Waktu itu, kami diberi tahu salah seorang saudara yang bekerja satu perusahaan dengan Peter,’’ ujar Hendrik Sahabat, adik sepupu Peter, saat ditemui di ru- mah Rene kepada Batam Pos (Ja- wa Pos Group) kemarin (29/3).

BACA JUGA: Menhan: Kalau Bisa Lepas Tanpa Bayar, Buat Apa Bayar

Hendrik menceritakan, Peter merupakan lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta Utara. Dia saat ini bekerja di PT Patria Maritime Lines yang berkantor di kawasan Industri Cikarang, Bekasi. Bekerja di sana sejak 2014, dia dipercaya menjadi nakhoda kapal tunda alias tugboat.

Keluarga mengaku mendapat kontak terakhir dari Peter pada 23 Maret. Saat itu Peter mengabarkan posisi kapalnya. ’’Saya akan memasuki perairan Filipina. Mungkin selanjutnya tidak bisa lagi dihubungi via telepon,’’ ungkap Hendrik tentang pesan Peter saat itu. 

BACA JUGA: Lima Kapal Perang Merapat, Pasukan Khusus Siap Menyergap

’’Itu disampaikan Peter kepada Rene,’’ lanjutnya.

Kesedihan juga dirasakan ke- luarga Julian Philip di Kelurahan Sasaran, Lingkungan IV, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa. 

Fenny Wowor, istri Julian, terlihat shock mendapat kabar suaminya disandera kelompok bersenjata. Terus memeluk putranya, Mark, 3, Fenny menolak memberikan keterangan kepada media.

’’Ibu Fenny masih perlu ketenangan. Dia menolak memberikan keterangan apa-apa,’’ kata Albert Pesik, tetangga Julian, kepada Manada Post (Jawa Pos Group) kemarin. 

’’Hingga sekarang, dia terus berdoa. Berharap suaminya segera ditemukan dengan tidak kurang suatu apa pun,’’ lanjutnya. (fgn/JPG/c5/ang)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jika Negosiasi Gagal, Pemerintah Siap Operasi Militer


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler