jpnn.com - JPNN.com - Meski izinnya sudah dicabut, lokalisasi di Tondo Kiri, Palu, Sulawesi Tengah masih berbau mesum.
Mencari tempatnya tidak sulit. Keberadaannya pun cukup familiar di masyarakat Kota Palu. Saat menyebut nama Tondo Kiri, orang langsung paham. Disebut Tondo Kiri, karena letaknya yang berada di sebelah kiri Jalan Trans Sulawesi (dari arah selatan ke utara Kota Palu).
BACA JUGA: Ternyata, 99 PSK Bocah Pemuas Nafsu Gay Bergabung di KGB
Walaupun sudah tak mengantongi izin, namun tempat bertemunya pria hidung belang dan pekerja seks komersial (PSK) tersebut, masih eksis sampai saat ini.
Keberadaan perempuan-perempuan penjaja seks yang berada di eks lokalisasi tersebut juga punya cerita tersendiri.
BACA JUGA: Main Kelamaan Ogah Bayar, Pemuda Tewas Ditombak Suami PSK
Seperti yang diutarakan salah seorang warga sekitar, Rona, (nama disamarkan), menjadi tempat curahan hati para PSK. Perempuan pemilik kios yang berada di sekitar eks lokalisasi ini sering mendengarkan keluhan beberapa PSK Tondo Kiri.
"Mereka kebanyakan sudah mempunyai suami dan anak di kampung halamannya. Mereka sengaja jauh-jauh dari Pulau Jawa untuk ke Palu demi mencari uang di lokalisasi," kata Rona, seperti dilansir dari Radar Sulteng.
BACA JUGA: Panen Ikan, PSK Serbu Pulau Merah
Namun, imbuh Rona, kebanyakan mereka sudah diceraikan suami. Saat diceraikan, rata-rata PSK sudah dikaruniai satu hingga tiga anak. Dengan alasan memenuhi kehidupan keluarga dan anaknya, mereka harus memutar otak. Kerja apa saja yang penting bisa menyambung hidup.
"Biasanya, kalau mereka (PSK) lagi sepi dapat pelanggan, mereka lari ke kios-kios yang berjualan di dalam sini (Tondo Kiri). Biasanya, mereka datang kemari curhat sampai menangis menceritakan hidupnya yang sudah berbuat dosa. Mereka biasa bilang dengan saya, mereka menyesal kerja begituan. Cuma mau bagaimana lagi, susah. Hanya itu yang bisa mereka kerjakan daripada diam di kampung halamannya," cerita Rona, yang sudah setahun lebih berjualan di lokalisasi Tondo Kiri.
Ada juga cerita kehidupan PSK lainnya. Kepada Rona, PSK tersebut mengaku hanya anak tunggal. Karena faktor ekonomi keluarga yang hanya pas-pasan, membuat si PSK itu harus menjadi tulang punggung dalam keluarganya.
Melihat kondisi itu, ternyata dimanfaatkan oknum-oknum tertentu yang berprofesi sebagai muncikari. “Mereka bisa kerja seperti ini, karena saat mereka dalam posisi pengangguran. Ada orang Palu (muncikari), yang menawarkan mereka untuk kerja seperti itu. Daripada tidak ada kerja di kampung halamannya, mereka ikut ke Palu dan kerja seperti sekarang ini," ungkap Rona.
Ada pula kelucuan yang kadang terjadi di eks lokalisasi itu. Rona mengatakan, terkadang dirinya menertawakan para PSK bila tiba-tiba ada razia. Pernah di suatu waktu, saat aparat kepolisian melakukan razia secara dadakan, ada PSK yang saking takutnya, terpaksa lari tunggang langgang mencari tempat persembunyian. Bahkan sampai tiarap di pantai yang letaknya tidak jauh dari eks lokalisasi, agar tidak terlihat aparat yang sedang melakukan razia.
"Kalau sudah polisi razia atau Satpol PP, mereka (PSK) seperti pelari hebat. Karena, setelah buka sepatunya laju sekali mereka lari. Biasa juga mereka sembunyi di dalam kios warga dan di bawah kursi. Saya kasihan juga lihat, tapi biasa,” tuturnya.
Dari salah seorang PSK, sebut saja Melati, mengaku berasal dari daerah di Provinsi Jawa Tengah. Melati mengatakan, dirinya di Kota Palu dan menjadi PSK sudah bertahun-tahun. Dia bisa sampai bekerja seperti itu, karena ditawari oleh muncikari asal Kota Palu.
Walaupun Melati sudah berkerja bertahun-tahun bekerja sebagai PSK, hingga saat ini dia belum mempunyai rumah sendiri. "Saya masih indekos. Di luar dari tempat ini (Tondo Kiri). Saya kalau pagi sampai sore di indekos. Mencuci dan beristirahat. Kalau sudah malam, saya datang sendiri kemari, biar tidak dipanggil bosku. Soalnya, saya bisa dapat uang buat keluargaku di kampung, hanya dari pekerjaan. Ini saja," ungkapnya, sambil memegang tablet androidnya di atas tempat duduk dalam menunggu pelanggannya.
Perempuan yang berusia kira-kira 27 tahun ini, sudah memiliki mobil pribadi. Dia bisa membeli mobil tersebut, dari hasil kerjanya sebagai kupu-kupu malam. Tak jarang ada lelaki hidung belang yang mengajak dirinya untuk dijadikan istri simpanan.
"Saya sering dapat tawaran jadi istri simpanan. Tapi, saya tidak mau karena rata-rata mereka punya istri dan saya tidak suka hancurkan hubungan rumah tangga orang walaupun saya bekerja seperti ini (PSK)," kata Melati. (moh faisal/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adek