Saya Tak Mungkin Mencederai Bu Ani

Minggu, 15 Desember 2013 – 19:01 WIB
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) TB Silalahi. Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com - DOKUMEN kawat diplomatik dari Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta pada 17 Oktober 2007 tentang peran Ibu Negara Ani Yudhoyono yang bocor melalui Wikileaks mengungkap bahwa salah satu sumber informasi penting bagi intelijen di negeri Paman Sam itu adalah anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) TB Silalahi. Dalam dokumen Wikileaks, tertulis bahwa pejabat politik (poloff) di Kedutaan Besar AS di Jakarta pernah mengorek informasi dari TB Silalahi tentang sosok Ani Yudhoyono.

Tentu saja, dokumen Wikileaks yang tautannya ditampilkan di laman harian The Australian, Sabtu (14/12) itu membuat TB Silalahi kaget. Pasalnya, selama ini hubungan pensiunan tentara kelahiran Pematangsiantar, 17 April 1938 itu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan keluarganya memang dekat.

BACA JUGA: Saya tak Pantas Nasehati Riedl

Karenanya, TB menyangkal bahwa dirinya tidak mungkin mencederai kepercayaan SBY dan keluarga. "Kami dekat sudah 50-an tahun," kata pemilik nama lengkap Tiopan Bernhard Silalahi itu kepada  Natalia Laurens dan Ricardo dari JPNN.

Lalu apa dan bagaimana tanggapan mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara itu sebagai salah satu sumber informasi bagi AS sebagaimana bocoran Wikileaks? Ditemui di sebuah hotel di kawasan Lapangan Banteng, Minggu (15/12), lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) 1961 itu menangkis pemberitaan di media Australia sekaligus membeber kelemahan dokumen kawat diplomatik era Dubes AS Cameron R Hume dengan subjek A CABINET OF ONE -- INDONESIA'S FIRST LADY EXPANDS HER INFLUENCE berklasifikasi rahasia itu.

BACA JUGA: Saatnya Wujudkan Gelar Juara yang Tertunda

Bagaimana tanggapan Anda terkait pemberitaan yang menyebut Anda berbagi informasi dengan AS?

Koran The Australian ini katanya mengutip Wikileaks. Dulu sudah lima tahun lalu. Sekarang muncul lagi. Waktu muncul dulu kita pertanyakan, apakah ada dokumen itu dari Wikileaks? Entah berupa copian yang bisa kita percaya bahwa sumbernya itu memang Wikileaks. Apalagi ini juga  dipermasalahkan juga oleh wartawan lain di luar The Australian. Tapi mereka tidak pernah bisa tunjukkan dokumen itu. Kalau enggak ada buktinya, kan siapa saja bisa membuat desas-desus. Ini yang kode etik wartawan ini tidak dipenuhi The Australian. Dia hanya main tuding.

BACA JUGA: LJK Honorer K2 Mayoritas tak Terbaca Komputer

Menurut Anda, apa motivasi penyebutan nama Anda?

Saya jelaskan dulu bahwa dari pemberitaan itu disebut dokumennya kan 17 Oktober 2007 Wikileaks. Katanya dalam berita, karena alasan saya memberikan penjelasan kepada politikus dari Kedutaan Amerika Serikat, itulah yang dipakai oleh intelijen Australia untuk menyadap Bu Ani tahun 2009. Nah bu Ani disadap 2009, Wikileaks itu 2007, masa tunggu dua tahun baru sadap soal Bu Ani?

Ini aja logikanya sudah enggak nyambung. Mungkin maksud mereka mau nyadap soal terorisme karena mereka takut sekali terorisme. Tapi kalau karena itu, kenapa Bu Ani yang disadap? Apa mungkin sekalian begitu? Penyadapan ini aja sudah enggak etis. Harusnya mereka mengakulah. Mereka kan enggak mengaku. Antara minta maaf dan tidak minta maaf. Itu namanya berkelit.

Itu berarti Anda membantah apa yang ada dalam dokumen bocoran Wikileaks?

Ini kan sudah tidak masuk akal. Lalu yang kedua yang ingin saya sampaikan saya kenal Bu Ani itu, lebih dulu dari pada Pak SBY mengenal dia. Sejak beliau (Ani Yudhoyono, red) umur lima tahun saya sudah kenal. Tahun 1957 saya taruna akademi militer, ayahnya beliau yang pangkat terakhir adalah jenderal purnawirawan, Sarwo Edhie Wibowo.

Pada waktu itu pangkatnya kapten jadi saya dengan teman-teman sering ke rumahnya. Bu Ani masih kecil waktu itu. Kita sudah berhubungan dekat skitar 50-an tahun. Oleh sebab itulah Pak SBY dulu minta saya sebagai koordinator tim suksesnya di Pemilu 2004. Karena sejarah hubungan itu saya mau, jadi kita kan sudah kayak keluarga. Lalu apa alasan saya mencederai Bu Ani? Saya tidak mungkin menciderai Bu Ani.

Bagaimana dengan isu yang menyebut Bu Ani berpengaruh dalam setiap keputusan Presiden?

Saya ini kan penasihat presiden. Walaupun tidak tiap hari saya ikut sidang kabinet, saya tahu bahwa tidak ada Bu Ani (dalam rapat kabinet, red). Sama sekali tidak ada pengaruh Bu Ani. Tadi pagi Pak Sudi sudah memberitahu saya. Beliau pun sudah mengatakan tidak benar.

Nama Pak Sudi juga disebut di sini, pernah ingin mundur karena semakin kuatnya pengaruh Bu Ani di Istana. Bagaimana tanggapan Anda?

Pak Sudi ini kan mengikuti presiden paling lama. Di antara semua menteri, (Sudi, red) yang paling dekat dengan presiden. Dia yang tahu. Lalu katanya itu atas omongan saya, karena Sudi sepupu saya. Pak Sudi kan hanya karena sama marganya, Silalahi.

Pak Sudi itu sudah 20-an tahun ikut Pak SBY, mulai dari Kasospol, di Kemenkopolhukam dan dua periode pemerintahan juga selalu bersama. Sudah puluhan tahun kan? Dia sudah dekat sekali dengan Presiden SBY, keluarganya, dengan Cikeas termasuk Bu Ani. Lalu apa alasan Pak Sudi tiba-tiba mundur? Ini yang saya enggak ngerti.

Apa dugaan Anda terhadap orang-orang yang menyebut anda sebagai pembocor informasi tersebut?

Jangan-jangan ada orang yang sengaja. Motivasi khusus menghembus-hembuskan ini. Kok saya yang menccderai Bu Ani. Ada yang bilang saya menyebut Bu Ani menguasai Cikeas, saya curhat ke orang politikus Kedubes AS. Sebentar-sebentar bilang intelijen, sekarang bilang ke politikus.

Masa ada masalah dalam keluarga, kita curhatnya sama orang Amerika? Bagaimana itu, saya enggak ngerti. Hubungan saya sekarang tetap baik dan jabatan saya masih penasihat presiden. Keluarga juga dekat, lalu apa alasan saya cederai Bu Ani?

Bagaimana dengan informasi yang menyebut Bu Ani mempersiapkan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon presiden?

Ini kan juga disinggung lagi masalah Agus Harimurti. Agus itu sudah saya anggap sebagai anak sendiri. Saya ikut juga sedikit-sedikit membina dia waktu bertugas ke Lebanon. Saya beri pengarahan dan saya dampingi sampai ke lokasi.

Orang ini (Agus, red) kariernya luar biasa. Pembekalannya melebihi bapaknya. Agus berpangkat mayor sudah kuliah di Harvard (Harvard University di AS, red) , lalu masternya di Nanyang (Nanyang Technological University di Singapura, red). Jadi pembekalannya luar biasa. Dia itu calon pemimpin masa depan. Tidak perlu campur tangan Bu Ani, orangtuanya, dia sudah menjadi pemimpin yang luar biasa. Saya rasa dia bisa jadi capres. Tapi bukan capres tahun ini karena dia masih muda. Tapi bisa jadi capres suatu saat nanti karena kemampuannya. Jadi enggak perlu diatur-atur orang lain, dia bisa jadi pemimpin nanti.

Apa pihak keluarga SBY sudah mempertanyakan pemberitaan ini pada Anda?

Tidak ada yang tanyakan. Kita kan keluarga, sudah saling percaya. Saya tadi hanya telepon sama Pak Sudi, dia bilang dia sudah sampaikan pada media massa bahwa itu tidak benar. Pihak keluarga Cikeas sudah percaya pada kami. Kalau ada fitnah, kita sudah saling percaya jadi kita tidak pedulikan itu.

Namanya keluarga, kami semua saling percaya. Ibu Ani kan juga sibuk dengan kegiatannya jadi tidak peduli dengan hal inilah. Kan sudah saya dan Pak Sudi konfirmasi bahwa itu tidak benar.

Apa merasa tercemar dengan pemberitaan media asing mengenai nama Anda? Ada tindakan lanjutan?

Saya tidak akan melakukan apa-apa. Kita biarkan saja. Saya tidak tuntut atau apa, karena ini kan tidak benar. Saya mau tuntut sampai Australia ke The Australian juga buat apa. Hanya saya mengimbau ke media massa di Indonesia agar lebih menyaring informasi yang masuk dari media asing. Harus tahu kebenerannya. Sehingga tidak ikut-ikutan heboh. Sering kali kan kalau ada isu dari media asing langsung kita ambil mentah-mentah sementara belum tentu itu benar.(flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jika tak Cedera, Yakin Juara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler