"Politik pencitraan yang dieksploitasi Presiden SBY hanya menguntungkan secara pribadi, tapi mengorbankan substansi dan mengganggu eksistensi bangsa dan negara Indonesia," kata Gun Gun Heryanto, dalam Dialog Kenegaraan bertema 'Sumpah Pemuda dan Potensi Ancaman NKRI', di gedung DPD, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (27/10).
Praktek politik pencitraan yang merupakan salah satu strategi untuk meraup dukungan suara, kata Gun Gun Heryanto, seyogianya hanya dipakai dalam masa-masa kampanyeTapi begitu terpilih jadi presiden, strategi politik pencitraan sebaiknya ditinggalkan karena begitu seseorang dilantik jadi presiden maka pada dirinya terletak lambang-lambang kebesaran negara.
"Apa jadinya bangsa dan negara ini kalau dalam kesehariannya seorang presiden secara berlebihan menggunakan politik pencitraan yang dalam sejarah kepemimpinan di dunia tidak mencerminkan kondisi riil bangsa dan negara yang dipimpimnya," tanya Gun Gun.
Efek negatif lain praktek penggunaan politik pencitraan secara berlebihan juga akan berdampak negatif bagi individu yang menggunakannya
BACA JUGA: Dien: Penanganan Bencana Harus Ada SOP
Untuk konteks ini, Gun Gun menggunakan contoh musibah banjir bandeng yang menghantam Wasior di Papua."Kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sembilan hari setelah banjir Wasior selain dinilai masyarakat sangat terlambat juga dikait-kaitkan dengan sikap Presiden Chili, Sebastian Pinera dalam menyikapi 33 warga negaranya yang terperangkap dalam lubang tambang yang terletak 800 km utara Santiago, yang mana, Sebastian Pinera langsung memimpin proses penyelamatannya sejak hari pertama kejadian," tegas Gun Gun.
Terakhir, dosen ilmu Komunikasi Politik Paramadina itu menyarankan agar empat tahun mendatang Presiden SBY mengurangi politik pencitraan diri dan lebih berkosentrasi menghadapi realitas yang terjadi di Indonesia
BACA JUGA: Penguasa Dinilai Seret Pemuda ke Politik Praktis
BACA JUGA: Satu Podium, BHD dan Timur Saling Puji
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Tuding Kejagung Mainkan Perkara
Redaktur : Tim Redaksi