Sebagai Negarawan, JK Sebaiknya di Luar Pemerintahan

Minggu, 20 April 2014 – 14:56 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Presiden RI periode 2004-2009, Jusuf Kalla disarankan untuk tidak lagi berambisi bertarung di pemilu presiden (pilpres) mendatang. Sebab, pria yang dikenal dengan inisial JK itu sudah ditempatkan sebagai negarawan yang dihormati sehingga sebaiknya tidak lagi terlibat lagi dalam pertarungan perebutan posisi calon wakil presiden (cawapres).

Saran tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Indo Strategi Research and Consulting, Andar Nubowo, Minggu (20/4). Menurutnya, jika JK memaksakan diri ikut dalam pilpres sebagai cawapres maka hal itu justru akan menodai prestasi dan kenegarawannnya. “Begitu menjadi konstestan, JK pasti akan memihak satu kelompok atau koalisi partai pendukung pasangannya," kata Andar.

BACA JUGA: Hujan Abu Merapi, BPPTG Minta Warga Pakai Masker

Lebih lanjut Andar mengatakan, JK menjadi negarawan karena berbagai pikiran dan nasihatnya dibutuhkan oleh para pemimpin dari berbagai partai dan golongan. "Posisi sebagai negarawan akan sangat terhormat dan pas buat JK, sambil memimpin organisasi Palang Merah Indonesia (PMI)," sarannya.

Karenanya Andar mengingatkan JK agar berjiwa besar dan memberikan kesempatan kepada generasi yang lebih muda untuk maju sebagai capres-cawapres. Andar menegaskan, Indonesia tidak kekurangan calon pemimpin bangsa dan akan ada yang mampu meneruskan cita-cita maupun prestasi JK  selama ini. “Jadi ada estafet kepemimpinan pada yang lebih muda," harapnya.

BACA JUGA: Muhammadiyah Minta PKB Jadi Motor Koalisi Islam

Diakui Andar dalam survei Indo Staregi tentang cawapres ideal periode 15 Februari- 25 Maret 2014 lalu, nama JK memiliki skor paling tinggi di antara 18 tokoh yang terjaring dari berbagai latar belakang. Di bawah JK ada nama Gita Wirjawan dan Akbar Tandjung. Suvei yang berdasarkan kompetensi tokoh, pengalaman, dan indeks personal ini telah diumumkan awal April lalu.

"Terkait simulasi pasangan Jokowi-JK, survei Indo Strategi, memprediksi jika pasangan ini terpilih, JK akan lebih mendominasi pemerintahan. Efeknya akan mengganggu harmoni Jokowi-JK dan juga PDIP. Dalam perspektif ini, maka pasangan Jokowi-JK tidak ideal dari sisi stabilitas pemerintahan," ungkap Andar

BACA JUGA: KPAI: Berita Buruk Soal JIS Bikin Ratusan Murid tak Belajar

Karenanya pengamat yang juga dosen ilmu politik dan hubungan internasional di UIN Syarif Hidayatullah itu menyarankan Jokowi sebagai capres dari PDIP untuk memilih pendamping yang tidak sekadar untuk memenangi pilpres tetapi juga mempertimbangkan faktor efektifitas pemerintahan selama lima tahun ke depan.

"Menurut saya, Jokowi adalah pemimpin sekaligus politikus yang punya pengalaman dan keberanian untuk menentukan pendampingnya yang tepat. Pendamping yang punya chemistry dan satu visi untuk membangun negeri serta mengesampingkan kepentingan kelompok dan golongan," jelasnya.

Diakui Andar, di belakang JK, banyak kelompok kepentingan, khususnya bisnis yang terus mendesak mantan Ketua Umum Golkar itu agar maju dan berpasangan dengan Jokowi. "Nah, publik melihat ini bisa mereduksi tujuan Jokowi membenahi negeri ini dengan prinsip untuk kepentingan rakyat banyak," imbuhnya.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bermotif Politis, Kunjungan Jokowi ke ITB Wajar Ditolak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler