Sebaiknya KPK Usut Dugaan Jokowi Halangi Penyidikan Setnov, Bisa Berujung Pemakzulan

Senin, 04 Desember 2023 – 06:46 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Foto: arsip JPNN.com/ Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan obstruction of justice atau merintangi penyidikan tindak pidana korupsi (tipikor) yang menjerat Setya Novanto alias Setnov.

Penilaian itu didasarkan pada pengakuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Agus Rahardjo soal Presiden Jokowi pernah meminta penyidikan terhadap Setnov yang menjadi tersangka rasuah kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dihentikan.

BACA JUGA: Blak-blakan Eks Ketua KPK: Jokowi Pernah Berteriak Agar Kasus Setnov Dihentikan

Isnur menyatakan tindakan Jokowi menghalang-halangi penyidikan tipikor merupakan tindak pidana serius. Pengacara publik itu menyebut obstruction of justice adalah tindakan yang menabrak Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Penyandang gelar magister hukum dari Universitas Pancasila itu menjelaskan soal obstruction of justice dengan merujuk Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

BACA JUGA: Alexander Sebut Arahan Jokowi untuk Hentikan Kasus Setnov Ditolak Pimpinan KPK

Obstruction of justice berarti tindakan setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.

“Ini merupakan tindakan penghinaan pada pengadilan karena menghambat penegakan hukum dan merusak citra lembaga penegak hukum,” ucap Isnur.

BACA JUGA: YLBHI Menduga Jokowi Melakukan Obstruction of Justice Dalam Kasus Korupsi e-KTP

Oleh karena itu, Isnur mendorong KPK segera mengusut Presiden Jokowi yang diduga merintangi penyidikan kasus Setnov. Kasus itu bisa mengarah pada impeachment atau pemakzulan terhadap Presiden Jokowi sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

“Jika hal tersebut dilakukan secara langsung oleh presiden sebagai seorang kepala negara dan pemerintahan, perbuatan tersebut dapat mengarah pada pelanggaran Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945,” kata Isnur.

Pasal 7B Ayat (1) berbunyi usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.

Oleh karena itu, YLBHI mengeluarkan sejumlah tuntutan, antara lain, mendesak KPK mengusut tuntas kasus korupsi e-KTP, apalagi kini ada temuan baru yang diduga melibatkan Presiden Jokowi.

YLBHI juga mendesak KPK menyelidikan dan menyidik obstruction of justice yang diduga melibatkan Presiden Ketujuh RI itu.

“...agar MPR/DPR menetapkan Presiden Jokowi telah melakukan perbuatan tercela sehingga usul pemakzulannya bisa diproses,” ujar Isnur.

Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam wawancara khusus program Rosi di Kompas TV pada Kamis malam (30/11/2023) mengaku pernah dipanggil oleh Presiden Jokowi gara-gara menjerat politikus Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka rasuah e-KTP.

KPK menyidik kasus itu pada 2017 atau saat Setnov masih menjabat ketua DPR.

Menurut Agus, Presiden Ketujuh RI itu menginginkan penyidikan kasus yang mendera Setnov dihentikan.

“Presiden sudah marah,” kata Agus di acara yang dipandu pewara Rosiana Silalahi itu. “Beliau (Jokowi, red) sudah teriak ‘hentikan!’” imbuh Agus.(mcr4/jpnn.com)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Saja Begitu, Pantas KPK Kini Karut-Marut


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler