Seorang warga Sydney bernama Shahab Ahmed diketahui melakukan pencarian online mengenai hukuman bagi seorang istri yang tidak setia menurut ajaran Islam. Hal itu dia lakukan sebelum menikam istrinya sampai mati.
Pria berusia 33 tahun ini dalam persidangan hari Selasa (16/4/2019) menyatakan tidak bersalah telah membunuh istrinya Khondkar Faihi Elahi. Namun dia mengakui perbuatannya menghilangkan nyawa orang lain tanpa sengaja.
BACA JUGA: Jerat Leher Pengungsi Afghanistan Dengan Tali Sepatu Dihukum Sebelas Tahun Penjara
Dalam persidangan terdakwa mengaku sedang mengalami penderitaan psikologis saat dia menikam istrinya berkali-kali dengan menggunakan pisau dapur di rumah mereka di pinggiran Kota Sydney pada Februari 2017 silam.
Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak pengakuan terdakwa mengenai unsur ketidaksengajaan dalam pembunuhan tersebut.
BACA JUGA: Ini Alasan Mengapa Sebagian Pemilih di Indonesia Memilih Golput
JPU menyatakan, Shahab Ahmed sudah "bertekad menghukum istrinya" karena menjalin hubungan dengan rekannya, Omar Khan. Menurut JPU, Terdakwa sudah berniat membunuh istrinya atau setidak-tidaknya menyakitinya secara fisik.
Persidangan yang dipimpin hakim tunggal Monika Schmidt ini selanjutnya akan memeriksa komunikasi antara Shahab, istrinya, dan Omar Khan.
BACA JUGA: Antisipasi Antusiasime Pemilih Di Dalam Negeri, KPU Diminta Fleksibel
JPU Steven Hughes dalam persidangan menyatakan akan mengajukan bukti-bukti mengenai tindakan terdakwa melakukan pencarian online mengenai istri yang tak setia, termasuk bagaimana hukumannya menurut Islam.
Pencarian online ini, katanya, dilakukan terdakwa beberapa bulan sebelum pembunuhan.
Menurut JPU Hughes, beberapa saat sebelum pembunuhan itu, terdakwa menemukan percakapan antara istrinya dan Omar Khan.
Dalam persidangan terungkap bahwa seusai membunuh istrinya, terdakwa memposting "Sudah berakhir" di akun Facebooknya.
Dia juga sempat merokok sebelum melaporkan kematian istrinya ke pihak berwajib.
Dia tetap berada di TKP saat polisi tiba dan langsung ditahan.
Terdakwa yang belum pernah dihukum terkait tindak kekerasan, diketahui pernah meminta bantuan terkait tekanan dan kekhawatiran atas masalah rumahtangganya, dua tahun sebelum pembunuhan terjadi.
JPU menyebutkan, selama periode tersebut, istrinya pernah menelepon polisi dan melaporkan mengenai kondisi kejiwaan suaminya.
Terdakwa juga disebutkan pernah meninju dinding saat bertengkar dengan istrinya dan mengancam akan membunuh dirinya sendiri saat masa percobaan hidup berpisah.
Pengacara terdakwa Ravi Djamal dalam persidangan menyatakan kliennya mengakui kesalahan hukum dan moral atas kematian istrinya itu.
Pengacaranya menyatakan akan mengajukan bukti-bukti dari psikiatris bahwa terdakwa menderita depresi yang membuatnya sulit mengendalikan diri.
Reaksi terdakwa ketika menemukan SMS antara istrinya dan orang ketiga tersebut, kata pengacara ini, sama sekali tidak mencerminkan karakter terdakwa.
Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perjumpaan Nenek-Cucu Setelah 5 Tahun Terpisah Akibat Rezim ISIS