Beber Keluhan Kiai, Rizal Ramli Mengaku Bisa Bereskan Ekonomi Kurang dari Setahun

Rabu, 19 Agustus 2020 – 17:37 WIB
Ekonom senior Rizal Ramli (kanan) dalam sebuah diskusi di Graha Pena, Jakarta. Foto: M. Kusdharmadi/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keungan dan Industri (Menko Ekuin) Rizal Ramli mengaku kecewa dengan cara pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menangani krisis akibat pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19).

Menurut Rizal, selama enam bulan ini tidak muncul kebijakan pro-rakyat yang digulirkan pemerintah. Sementara kehidupan masyarakat makin sulit.

BACA JUGA: Rizal Ramli: Rakyat Sudah Resesi, Pejabat Kebal

"Saya kecewa ini krisis sudah enam bulan, tidak ada kebijakan yang dirasakan rakyat. Kemarin saya didatangi kiai dari Jawa Timur, mereka cerita di desa susah banget. Pertanian merugi, kerjaan bangunan tidak ada. Susah sekali," kata Rizal jepada wartawan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (19/8).

Mantan menteri koordinator kemaritiman itu juga mengaku kecewa dengan cara pemerintah menangani ekonomi. Sebab, ekonomi Indonesia justru tumbuh minus 5,32 persen pada kuartal II tahun ini.

BACA JUGA: Hmmm, Mungkin Ini Alasan KAMI Menyinggung Isu Komunisme

Seharusnya, kata dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak separah saat ini. Rizal mengaku bisa menyelesaikan permasalahan pertumbuhan ekonomi jika dipercaya pemerintah untuk menanganinya.

"Nah, kami bisa bereskan ini dalam kurang waktu satu tahun. Dengan niat baik, dukungan semua pihak, masih bisa dibenahi. Tidak susah-susah amat, kok," ungkap dia.

BACA JUGA: Awas, Ada Risiko Politik Menanti di Masa Pandemi

Rizal lantas berbicara prinsip dasar untuk meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia. Satu di antaranya ialah menguatkan daya beli kalangan menengah ke bawah.

"Jadi yang penting prinsip dasarnya dahulu, perlu memompa daya beli kalangan menengah ke bawah. Kenapa? Mereka yang paling butuh. Kalau dipompa, dia punya uang, dia pasti belanja," cetusnya.

Namun, ujar Rizal, pemerintah justru melakukan langkah berbeda. Menurutnya, pemerintah memilih menyelamatkan pengusaha ketimbang kalangan menengah ke bawah yang terimbas pandemi.

"Itu yang menjelaskan kenapa awalnya total biaya krisis hanya Rp 600 triliun, seminggu naik Rp 800 triliun, seminggu naik Rp 1000 triliun. Hasil lobi dari pengusaha, supaya kami juga dibantu, dong. Cuma itu bukan solusi tepat. Karena kiat bukan negara superkaya yang bisa bantu pengusaha," pungkas dia.(ast/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler