Sebut Supervisi KPK terhadap Proyek E-KTP Hanya Akal-akalan

Kamis, 19 September 2013 – 18:32 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Kubu Muhammad Nazruddin tak kapok berkoar soal dugaan korupsi dan markup di mega proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), meski sudah dilaporkan ke Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi ke Polda Metro Jaya terkait tudingan pencemaran nama baik.

Saat berbicara dalam diskusi bertema "Program e-KTP dan Kicauan Nazaruddin" di Press Room DPR RI, Kamis (19/9), pengacara M Nazruddin, Elza Syarif kembali menuding ada konspirasi dalam proyek e-KTP.

BACA JUGA: Elza: Nazar Juga Ikut Nikmati Suap Proyek E-KTP

Menurut Elza, kliennya, Nazaruddin, hanya pesuruh dalam proyek tersebut. Menurut Elza, ada tiga orang bos yang mengatur bagaimana proyek tersebut bisa terjadi.

"Ada tiga bos. Nazar disuruh bos-nya, ada bos satu lagi, bos satunya lagi. Ada tiga bos," kata Elza dalam diskusi yang juga dihadiri Ketua Komisi II Agun Ginanjar.

BACA JUGA: Minta Penunjukan Ruhut tak Direcoki

Nah, bos Nazaruddin dan dua bos lainnya menurut Elza, berencana bagaimana menghasilkan uang triliunan dari proyek e-KTP, karena itu pertama kali proyek itu diusulkan Rp 9 triliun. Namun karena terlalu besar, angkanya diturunkan menjadi Rp 6 triliun hingga akhirnya disetujui DPR Rp 5,8 triliun.

Dalam proses itu, sebelum proyek e-KTP ada, M Nazaruddin mengetahui soal penggalangan dana masing-masing Rp 50 miliar dari lima perusahaan untuk dipakai mengurus proyek e-KTP. Ini sama kasusnya dengan proyek Hambalang, terkait uang Rp 150 miliar untuk mengurus proyek sebelum proyeknya ada.

BACA JUGA: Meski Ditolak, Ruhut Tetap akan Dilantik

"Akhirnya dikumpulkan semua 5 perusahaan, masing-masing mengumpulkan Rp 50 miliar agar terkumpul 250 miliar. Inilah yang dipakai untuk ngurus proyek itu," jelas Elza.

Nazaruddin sendiri menurut Elza tidak mengetahui proyek e-KTP secara utuh dan tidak ikut tendernya. Namun di awal proesnya, suami Neneng Sri Wahyuni itu mengetahuinya. Termasuk soal markup 45 persen dari nilai proyek Rp 5,8 triliun.

"Disepakati markupnya 45 persen, tapi di lapangan markupnya jadi 49 persen. Ini diketahui dari salah satu direktur perusahaan pemenang tender yang dipecat," bebernya.

Lalu bagaimana dengan adanya supervisi ke KPK dan keterlibatan BPK dalam mengawal proses proyek e-KTP sejak awal? Menurut Elza, melibatkan KPK dan BPK itu hanya ide salah seorang bos yang mengurus proyek e-KTP untuk menurunkan harga Rp 9 triliun yang awalnya direncanakan.

Sayangnya, menurut Elza, KPK yang dimintai supervisi oleh pihak-pihak yang mengotaki proyek e-KTP adalah KPK era sebelum kepemimpinan Abraham Samad.

"Ada satu orang punya ide, BPK kita libatkan, KPK kita mohonkan untuk supervisi. Mereka mendekati KPK lama untuk supervisi. Tapi mereka lupa, KPK kan hanya lima tahun," pungkasnya.(fat/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Elza Sebut Korupsi E-KTP Sudah Lama Dipantau KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler