JAKARTA - Pemerintah berusaha memperbaiki kinerja industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Salah satunya, memangkas prosedur perizinan yang sering menjadi kendala pengembangan bisnis hulu migas. Rencananya, pemerintah memangkas perizinan bagi perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) hingga menjadi sembilan pintu saja.
Pelaksana Tugas (Plt) Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Johannes Widjonarko menyatakan, perizinan merupakan fokus pemerintah untuk memperbaiki kinerja industri hulu migas nasional. Dengan total 289 izin yang harus didapat, banyak proyek migas yang akhirnya molor hingga beberapa tahun, bahkan gagal. Karena itu, pihaknya sedang mencari cara untuk terus menekan jumlah izin yang harus diperoleh.
''Setelah dilakukan pembahasan yang dulu, prosedur industri migas berhasil kami sederhanakan menjadi 69 izin. Tapi, ini pun masih terhitung sangat banyak. Karena itu, nanti kami berencana untuk menyederhanakan kembali menjadi sembilan cluster (pintu, Red),'' kata Johannes kemarin (10/10).
Namun, lanjut dia, penyederhanaan tersebut tidak mudah. Sebab, hal itu tidak hanya melibatkan sesama instansi di pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga mempunyai beberapa wewenang perizinan. Karena itu, dia pun terus berkomunikasi dengan semua pihak untuk meminta dukungan. ''Kami harus menyinkronisasi 69 izin yang ada. Apakah ada yang tumpang tindih. Sebab, industri ini berkaitan dengan berbagai sektor pemerintah,'' jelasnya.
Johannes menegaskan, dukungan maksimal terhadap industri hulu migas memang sangat diperlukan. Hal itu terjadi seiring dengan kinerja perusahaan yang beroperasi di Indonesia makin menurun. Tahun ini saja pihaknya masih pesimistis dapat mencapai target lifting minyak APBNP 2014 sebesar 818 ribu barel per hari (bph). Sementara itu, realisasi rata-rata lifting minyak hingga kini belum bisa menembus angka 800 ribu bph. ''Kami masih memproyeksi total rata-rata lifting minyak hingga akhir tahun mencapai 808-810 ribu bph,'' terangnya.
Di sisi lain, Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana mengungkapkan, upaya eksplorasi di Indonesia sebenarnya cukup banyak. Tahun lalu jumlah pengeboran sumur eksplorasi mencapai 475 titik. Hal tersebut merupakan jumlah terbanyak jika dibandingkan dengan negara ASEAN lain. ''Negara dengan jumlah pengeboran eksplorasi terbanyak kedua itu Malaysia. Itu pun hanya 250 titik. Hanya, rasio sukses Indonesia memang rendah. Eksplorasi di Indonesia lebih banyak menemukan dry hole (sumur kering) sehingga belum ada penemuan cadangan minyak signifikan selain Cepu hingga saat ini,'' ujarnya. (bil/ias/c19/agm)
BACA JUGA: PAN Tunggu Skema Kompensasi Kenaikan BBM ala Jokowi
BACA ARTIKEL LAINNYA... Iraq Ajak RI Investasi Migas
Redaktur : Tim Redaksi