jpnn.com - JPNN.com - Budi Adji Abdul Gonie menciptakan ATM beras. Meski di Indonesia belum banyak yang memanfaatkan, beberapa negara malah sudah memesannya.
SHABRINA PARAMACITRA, Jakarta
BACA JUGA: Supangat, Pencipta E-Learning Berdasar Kepribadian
Temuan Budi Adji ini memang tergolong masih ’’baru’’. Mesin anjungan tunai mandiri beras (ATMB) ini baru selesai dibuat dan diuji coba pada 2014.
Dan, mulai diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di masjid-masjid dan kantor-kantor pada Juli 2016. Bahkan, ATM itu sudah mengantongi sertifikat hak paten.
BACA JUGA: Mengenang Bertemu Gus Dur dan Guru Ijai, Mengharukan...
’’Saya sedang mengurus merek dagang (trade mark)-nya. Sebab, belakangan ini banyak channel TV Islami yang menayangkan mesin ATM ini,’’ ujar Budi Adji ketika ditemui di kantornya, Gedung Cyber, Kuningan, Jakarta, Rabu (21/12).
Budi memang akrab dan sangat suka berinovasi. ATMB hanyalah salah satu inovasi teknologi yang dia ciptakan.
BACA JUGA: Si Cantik Ini Sudah Merasa Bosan
’’Saya memang suka ngoprek (utak-atik mesin, Red). Ya sambil kerja, mikirin apa lagi yang bisa dibuat ya,’’ imbuhnya.
Budi mengaku sering kepikiran melihat cara pembagian sedekah kepada orang-orang miskin yang dianggap kurang efektif. Bahkan cenderung semrawut.
Setiap ada pembagian sedekah, baik berupa beras maupun uang, antrean panjang atau desak-desakan selalu mewarnai. Bahkan sampai menimbulkan korban meninggal karena terinjak-injak.
Misalnya, pembagian sedekah di Pasuruan, Jawa Timur, beberapa tahun lalu. Ribuan warga miskin mengantre dan berdesak-desakan di depan rumah sang dermawan.
’’Benar-benar too stupid (terlalu bodoh, Red). Memalukan. Kan kasihan fakir miskin datang sejak subuh, terinjak-injak, lalu mati hanya untuk mendapatkan uang Rp 25 ribu,’’ ungkap lulusan magister manajemen keuangan University of the Pamantasan ng Lungsod ng Maynila, Filipina, tersebut.
Budi juga merasa prihatin terhadap model penyaluran raskin yang sering tidak tepat sasaran. Belum lagi ada orang-orang yang sebenarnya mampu, tapi mengaku miskin agar bisa mendapat bantuan beras dari pemerintah.
Dari keprihatinan itulah, dia terpikir untuk membuat terobosan teknologi yang simpel dan mempermudah cara pendistribusian beras. Dia lalu memilih model ATM.
Maka, pada 2014, Budi mulai merangkai mesin ATMB tersebut. Pada percobaan pertama, dia menggunakan lempengan besi yang dibentuk sedemikian rupa untuk mengalirkan beras ke lubang keluar.
Namun, model tersebut dianggap gagal karena banyak beras yang berjatuhan sendiri lewat celah-celah lempengan besi itu.
Budi lalu beralih menggunakan pipa paralon yang dipotong dengan ukuran tertentu. Volume pipa tersebut bisa menampung satu liter beras. Pipa itu akan terbuka ketika mesin ATMB beroperasi. Sebaliknya, pipa akan menutup sendiri ketika ATMB stand by.
Setelah menemukan mekanisme kerja pipa itu, Budi melengkapi ATMB-nya dengan ’’otak’’ mesin. Yakni, berupa komponen-komponen, konektor, dan sensor. Dia juga memasang penutup boks kayu di sekeliling mesin.
Yang tak kalah penting, Budi mesti membuat kartu ATMB untuk pengoperasiannya. Setelah beberapa kali melakukan riset, akhirnya terciptalah kartu RFID (identifikasi frekuensi radio).
Kartu itu sekilas mirip kartu uang elektronik, tapi tidak perlu ditempelkan di mesin, cukup didekatkan pada kotak sensor di mesin tersebut.
ATM itu diuji coba di Masjid Al-Ittihad Cibubur dan Masjid Darussalam Depok, Jawa Barat. Untuk uji coba tersebut, Budi mendapat bantuan dana dari teman-temannya yang terkesan pada ATMB itu.
’’Teman-teman alumnus ITB angkatan 80 menggalang dana dan terkumpullah sekitar Rp 36 juta. Uang itu cukup untuk membeli 3 ton beras yang kemudian dibagi-bagikan kepada fakir miskin di sekitar masjid,’’ papar pria kelahiran Semarang, 21 Januari 1961, itu.
Para penerima beras cukup mendekatkan kartu RFID ke kotak sensor di mesin ATMB. Begitu kartu didekatkan ke kotak sensor, beras langsung keluar.
Setelah uji coba itu sukses, Budi mulai memodifikasi badan ATMB dengan memberikan boks dari pelat besi. ATMB pun lalu disempurnakan dan diformat dengan ukuran 60 x 60 x 160 cm.
Bentuknya jadi mirip mesin ATM uang. Kapasitas yang bisa tertampung mencapai seperempat ton atau 240 liter beras. Perangkat elektroniknya menggunakan modem hybrid untuk jaringan GSM.
Sensor-sensor di mesin ATMB terbilang cukup canggih. Sistem mesin itu akan memberikan pesan SMS ke HP pengelola ATM bila sewaktu-waktu ATM mengalami trouble.
Misalnya, tiba-tiba tutupnya terbuka atau ada indikasi ATM dirusak dengan mencongkel lubang tempat keluarnya beras.
SMS juga akan diterima pengelola ATM ketika ada aktivitas transaksi. Satu mesin ATMB mampu melayani hingga 500 penerima beras.
Budi menegaskan, dirinya juga membuat sistem pengelolaan dan pengawasan yang transparan lewat sebuah situs khusus.
Dengan demikian, masyarakat bisa mengakses informasi tentang ATMB. Informasi yang disediakan, antara lain, jumlah orang miskin yang berhak menerima beras, jumlah beras yang akan dibagikan, dan jadwal pengambilan beras.
’’Kita bagikan beras itu 1 liter atau lebih bergantung jatah penerimanya. Dibagikannya seminggu sekali atau dua kali. Kita tidak bagikan 15 kilo sekalian khawatir nanti berasnya malah dijual. Padahal, beras dari ATMB ini tidak untuk dikomersialkan,” jelas ayah empat anak itu.
Sekarang sudah ada sepuluh ATMB yang beroperasi di Bandung, Jakarta, Probolinggo (Jateng), dan Trenggalek (Jatim). Mesin-mesin itu beroperasi di masjid, kantor pemerintah, dan lingkungan lain yang memfasilitasi pemberian sedekah beras kepada masyarakat miskin.
’’Yang di Trenggalek itu ditempatkan di polres,’’ papar Dirut PT Rekayasa Otomasi Indonesia (ROI) tersebut.
Yang juga membanggakan, ATMB mulai dilirik orang dari AS, Singapura, Filipina, dan India. Mereka tertarik untuk membeli mesin ATM karya Budi itu.
Sekarang Budi masih menyempurnakan teknologi mesin tersebut. Di antaranya dengan menambah fitur-fitur lain. Misalnya, fitur wifi, tombol sensor kebakaran, tombol pemanggil ambulans, dan bahkan perangkat tab untuk melakukan video conference dengan pejabat daerah.
ATMB dengan fitur superlengkap itu rencananya dioperasikan di kampung-kampung nelayan di Probolinggo dan Bandung.
Saat ini ATMB karya Budi semata-mata untuk mempermudah pembagian sedekah beras kepada fakir miskin. Jadi, sifatnya untuk tujuan sosial.
Namun, di luar itu, dia juga tengah berupaya menciptakan mesin ATMB serupa tapi untuk tujuan komersial. Masyarakat kelak bisa membeli beras lewat ATMB.
’’Di ATMB yang komersial nanti ada tiga lubang untuk mengeluarkan jenis-jenis beras yang berbeda sesuai keinginan pembeli. Bayarnya bisa pakai uang elektronik yang dikeluarkan bank,” ujar suami Siti Chodijah itu.
Dengan makin dikenalnya mesin ATMB, Budi berharap masyarakat semakin mudah memenuhi kebutuhan pokoknya, terutama pemenuhan stok beras.
Sebab, bagi dia, teknologi harus tepat guna dan mampu menyelesaikan persoalan publik. (*/c5/c10/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masuk Tim Peneliti NASA, tak Pernah Terpikir Pindah Kewarganegaraan
Redaktur & Reporter : Soetomo