jpnn.com, SURABAYA - Peringatan Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia pada Minggu (24/3) menjadi perhatian Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur.
Sebab, kasus TB di provinsi ini masih tinggi. Bahkan, jumlah kasus TB di Jatim terbanyak kedua setelah Jawa Barat.
BACA JUGA: Waspada Sudah 7.007 Kasus Penderita TBC Ditemukan
BACA JUGA : Waspada Sudah 7.007 Kasus Penderita TBC Ditemukan
Kepala Dinkes Jatim dr Kohar Hari Santoso SpAn menyatakan, sepanjang 2018 kasus TB di Jatim mencapai 57.014 kasus.
BACA JUGA: Duh, Sudah 124 Anak Kena ISPA
Sebanyak 3614 kasus TB terjadi kepada anak-anak. Ada juga 239 kasus TB yang kebal obat atau resistance.
"Namun, pencapaian case detection rate (CDR) atau pendeteksian kasus TB di Jatim sudah semakin baik," ujarnya.
BACA JUGA: 5 Cara Menjaga Kesehatan Paru
Menurut Kohar, angka CDR harus terus ditingkatkan. Sebab, pendeteksian dini para penderita TB sangat penting.
Selain dapat menyembuhkan pasien, itu mencegah penularan. Sebagaimana diketahui, TB merupakan penyakit yang sangat gampang untuk menular.
Kohar menyebutkan, pencapaian CDR di Jatim berada di angka 50 persen. Artinya, sebanyak 50 persen dari yang diperkirakan terkena TB sudah ditemukan.
Pencapaian tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 41 persen.
"Sebanyak 90 persen sudah berobat teratur. Sisanya terus kami dorong agar lebih teratur berobat," katanya.
Bagi penderita yang kebal obat, jelas Kohar, ada perlakuan khusus dalam penanganan. Yakni, pemberian obat yang lebih ampuh.
BACA JUGA : Dua Pertiga Penderita TBC di Indonesia Belum Dilaporkan
Dengan catatan, pasien harus rutin berobat. Strategi pengobatan itu dikenal dengan istilah directly observed treatment shortcourse (DOTS).
DOTS adalah pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung. Jumlah kasus TB resistance atau kebal obat meningkat per tahun.
"Meskipun tidak banyak," ujarnya.
TB memang menjadi perhatian tersendiri bagi Dinkes Jatim. Sebab, TB tidak hanya menyerang paru-paru. Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).
BACA JUGA : Menurut Ahok, Banyak Warga Jakarta Kena TBC
Dulu, TB yang dikenal TBC adalah penyakit yang menyerang paru-paru. "Namun, kini kuman tersebut juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti selaput otak, kulit, tulang, dan perut," ujarnya.
Dinkes juga bekerja sama dengan Kanwilkum HAM Jatim untuk melakukan pemeriksaan di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas).
Selama ini tak sedikit tahanan maupun narapidana terkena TB karena lingkungan di dalam penjara yang kurang sehat.
Narapidana yang terkena TB tentu sangat berbahaya. Sebab, mereka tinggal di tempat yang sama, bahkan berdesak-desakan dengan narapidana lain.
Dinkes selama ini juga mempunyai program pencegahan TB di pesantren. Yakni, program pendampingan kesehatan pesantren atau puskestren.
Pendampingan tersebut terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di pesantren.
"Selain itu, kami punya program pemeriksaan ke sekolah-sekolah. Kami menargetkan CDR meningkat hingga 70 persen," ujarnya. Saat ini CDR di Jatim baru 50 persen.
Kohar menjelaskan, TB tidak berasal dari penyakit keturunan atau kutukan. TB rentan menyerang siapa saja.
TB bisa menular melalui percikan dahak dari penderita TB. Juga, melalui udara ketika penderita TB batuk, bersin, atau berbicara yang menimbulkan percikan dahak. Kuman TB melayang di udara sehingga terhirup orang lain.
Penularan kuman TB semakin rentan terjadi di permukiman yang padat penduduk dan banyak orang berkumpul.
Misalnya, asrama, lapas, pondok pesantren, dan sekolah. Apalagi, jika kondisi tempat minim ventilasi dan kurang cahaya matahari. "Terutama bila daya tahan tubuh menurun dan gizi rendah," tuturnya.
Ada beberapa gejala yang tampak dan patut dicurigai seorang penderita TB. Yakni, berat badan dan nafsu makan menurun, berkeringat malam hari, dan batuk hingga dua minggu yang tak kunjung sembuh. Bahkan, batuk berdarah.
Selain itu, gejala TB diikuti demam dan meriang berkepanjangan, sesak nafas, serta nyeri dada. (puj/c5/gun/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 4 Penyakit Ini Picu Infeksi Paru
Redaktur & Reporter : Natalia