jpnn.com - JAKARTA - Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam yang dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka korupsi penerbitan izin pertambangan masih bisa bernafas lega. Setelah seharian diperiksa sebagai tersangka Senin (24/10), dia masih melenggang.
Sayangnya, Nur Alam enggan mengungkapkan materi pertanyaan penyidik KPK untuknya. "Tanya pengacara saya saja," kata Nur Alam singkat di depan gedung KPK, Senin (24/10) malam.
BACA JUGA: Komisi III Minta Lapas Dirombak Total
Nur Alam sudah sejak pagi di KPK. Dia baru kelar menjalani pemeriksaan sekitar pukul 19.15.
Sementara kuasa hukum Nur Alam, Achmad Rifai mengungkapkan bahwa kliennya ditanya sejumlah hal yang berkaitan dengan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Provinsi Sultra. Menurut Rifai, kliennya sudah menjelaskan secara gamblang kepada penyidik termasuk tugas dan wewenang gubernur hingga keluarnya IUP.
BACA JUGA: Saksi Suap Akui Ada Dolar di Kasus Perdata yang Dipegang Hakim Jessica
Selain itu, penyidik juga mencecar Nur Alam soal kaitannya dengan PNS Setda Sultra, Ridho Insana dengan Direktur PT Anugrah Harisma Barakah Widdi Aswindi. "Itu ditanyakan oleh penyidik, dan semuanya dijawab dengan sangat terbuka dan tidak ada yang ditutupi. Beliau akan memberikan keterangan dan akan membantu KPK dalam mengungkap kasus ini semuanya," ujar Rifai.
Rifai menyebut kliennya tidak pernah memengaruhi saksi Ridho Insana yang beberapa hari lalu dijemput paksa oleh KPK. Ridho disebut-sebut sebagai saksi kunci dalam kasus ini.
BACA JUGA: Uhuii... Mas Ibas dan Bang Ruhut Cipika-Cipiki
"Tidak ada, tidak ada mempengaruhi saksi tidak ada sama sekali. Beliau sampaikan apa adanya tentang yang bersangkutan. Jadi nggak ada sama sekali apalagi mempengaruhi dan sebagainya," kata dia.
Selain itu, Nur Alam juga menjelaskan proses keluarnya IUP tersebut. Dia mengklaim penerbitan izin usaha itu sudah sesuai dengan ketentuan yang menjadi kewenangan Nur Alam sebagai gubenur.
"Jadi ketika ada dua di daerah, ketika lintas kabupaten maka yang punya kewenangan dalam mengeluarkan adalah gubernur. Sama ketika andai kata tempatnya ada di dua provinsi berbeda, maka kewenangan itu ada di pemerintah pusat. Itu tadi dijelaskan secara luas dan gamblang kewenangan masing-masing dalam proses itu," paparnya.
Nur Alam menjalani pemeriksaan perdana usai ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Agustus 2016. Usai ditetapkan sebagai tersangka, Nur Alam menggugat KPK lewat jalur praperadilan.
Dalam kasus ini, Nur Alam diduga telah menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan Surat Keputusan (SK) Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB).
Perusahaan itu yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana di Sultra selama periode 2008-2014. Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(put/jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditanya Nama Plt Gubernur DKI, Mas Tjahjo: Intinya...
Redaktur : Tim Redaksi