Sejarah Masjid Kemayoran, Bikin Belanda Risi saat Dengar Azan dan Pengajian

Minggu, 31 Mei 2015 – 22:20 WIB
Sejarah Masjid Kemayoran, Bikin Belanda Risi saat Dengar Azan dan Pengajian. Foto Radar Surabaya/JPNN.com

jpnn.com - JPNN.com SURABAYA - Sebagai Kota Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur memiliki banyak bangunan bersejarah. Tiap  bangunan  menyimpan nilai histori meski tidak semua orang tahu ceritanya.

Satu di antaranya adalah Masjid Kemayoran. Tempat ibadah umat Islam  yang  berada  di  Jalan  Indrapura  tersebut  memiliki  nilai sejarah karena dibangun pada era penjajahan Belanda.

BACA JUGA: Potensi Taman Wisata Alam Km 14, Sorong

Masjid yang sebetulnya bernama Roudhotul Musawwaroh itu didirikan pada 1772. Usut punya usut, ternyata, Masjid Kemayoran atau Roudhotul Musawwaroh tidak dibangun di Jalan Indrapura.

Mulanya, masjid itu berada di depan kantor gubernur Jatim atau di Jalan Pahlawan. Tepatnya di area Tugu Pahlawan.

BACA JUGA: Dataran Tinggi Dieng, dari Kompleks Candi hingga Rambut Gimbal

Subhan, salah seorang takmir Masjid Kemayoran, mengatakan bahwa keberadaan Masjid Roudhotul Musawwaroh dipermasalahkan  oleh  pemerintah kolonial Belanda saat itu.

Pemerintah Belanda merasa terganggu keberadaan masjid tersebut. ”Mereka risi kalau di depan kantor mereka terdengar suara pengajian atau azan,” tutur Subhan seperti yang dilansir Radar Surabaya (Jawa Pos Group), Minggu (31/5).

BACA JUGA: Tinggalkan NASA demi Menjadi Pelukis Klasik di Italia

Pemerintah Belanda pun meminta semua kegiatan warga di masjid itu dihentikan. Keinginan tersebut tentu saja  langsung  ditolak  masyarakat.

Bahkan, masyarakat marah. Akibatnya, terjadi pertempuran pada 1750. Subhan  menuturkan  bahwa  pertempuran itu dipimpin oleh Kiai Badrun. Dia memaparkan bahwa Kiai Badrun merupakan kerabat Paku Alam V dari Kasunanan Surakarta.

”Jadi, beliau itu masih memiliki keturunan ningrat,” urainya.

Dalam pertempuran tersebut, Kiai Badrun gugur karena tertembak oleh pasukan  Belanda.  Sebagai  bentuk penghargaan atas kepemimpinannya melawan Belanda, masyarakat sekitar memberinya gelar Mbah Sedo Masjid.

Meski demikian, konflik yang terkait dengan  pemindahan  masjid  belum berhenti. Masyarakat terus melakukan perlawanan. Akhirnya, usaha itu membuahkan hasil. Belanda tidak lagi melarang  aktivitas  di  Masjid  Roudhotul Musawwaroh asal lokasi masjid dipindah.

”Jadi,  semacam  dilakukan  tukar guling tanah,” ucap Subhan. (jan/har/san/awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Juggling Teh Tarik Batam Pecahkan Rekor Muri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler