Sejarawan Pamer 10 Surat Tulisan Tangan RA Habibie Berisikan Kerinduan untuk BJ Habibie

Kamis, 12 September 2019 – 23:37 WIB
Tulisan tangan dari ibunda Habibie untuk BJ Habibie. Foto : FC Ichwan Azhari

jpnn.com, MEDAN - Kepergiaan Presiden Ketiga Republik Indonesia, BJ Habibie dikenang karena sosoknya yang patut ditiru. Bukan hanya karena kepintaran, kesetiaannya dengan sang istri Ainun Habibie, namun ternyata pada masa mudanya, dia juga sosok yang dididik dengan sangat baik oleh keluarganya.

Menempuh pendidikan jauh di Jerman, kerinduan mendalam sangat dirasakan keluarga besarnya. Bahkan sang ibunda, R.A. Tuti Marini Puspowardojo atau RA Habibie sering kali menuliskan surat untuk putranya tersebut.

BACA JUGA: Pesan Terakhir BJ Habibie kepada Hanung Bramantyo sebelum Meninggal

Ini terungkap lewat penuturan sejahrawan Sumatera Utara (Sumut), Dr. Phil. Ichwan Azhari.

Ichwan Azhari juga dikenal sebagai Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial (Pussis) yang pernah menempuh pendidikan di Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Indonesia di Universitat Hamburg, Jerman.

BACA JUGA: Pesan Khusus BJ Habibie kepada Perhimpunan Alumni Jerman sebelum Meninggal

Dari sinilah dia mendapati surat-surat RA Habibie yang didapatnya dari pedagang barang bekas.

Lewat unggahan akunnya di Facebook, Kamis siang, Ichwan menuturkan kisah tentang surat-surat tersebut dengan tajuk Surat Surat dari Ibunda Habibie Berisi Kerinduan pada BJ Habibie ditemukan di Jerman.

BACA JUGA: Pengibaran Bendera Setengah Tiang di KPK untuk Hormati Habibie

Simak penuturannya seperti ini;

“Komen Sie hier. Ich habe viele Briefumslag fuer Habibie aus Indonesien.” (Tuan kemarilah, saya memiliki banyak sampul surat yang dikirim untuk Habibie dari Indonesia.). Pedagang itu sudah lama mencari saya karena dia mengenali saya sebagai pengumpul benda benda filateli asal Indonesia di berbagai bursa dan lelang (Auction) Prangko di Jerman.

Saat itu tahun 1997, sedang musim dingin di Jerman. Saya dari Hamburg (tempat saya kuliah) berangkat ke Stutgart mengunjungi Briefmarken Internasional Messe (Pameran Internasional Prangko/Filateli). Pedagang prangko orang Jerman ini tahu nama Habibie, nama yang juga jadi legenda bagi banyak orang Jerman yang mengenal Indonesia.

Saya waktu itu terkejut dan bertanya dari mana dia dapat begini banyak surat surat untuk Habibie ini? Sebagian surat surat itu berasal dari ibunda Habibie di Bandung yang dikirim ke Habibie di Hamburg antara tahun 1967-1970. Pedagang prangko Jerman itu sambil tertawa dengan enteng menjawab bahwa itu di dapatnya dari tukang botot di Hamburg. Hah?

Surat surat tulisan tangan dari ibunda Habibie di amplop suratnya disebut dikirim R.A Habibie (ibunya Habibie) beralamat di Jalan Imam Bondjol 24 Bandung. Surat dikirim ke Dr.Ing.B.J.Habibie, Heinrich Bomhoff Weg 2, (2) Hamburg 52. W.Djerman.

Saat kemarin mendengar Habibie, tokoh besar dalam sejarah dunia ini wafat, saya teringat surat surat itu, mencarinya di dalam lemari pakaian : dengan haru mengelusnya, membacainya sambil mengurut dada karena menyesal, gagal tak sempat bisa mendapat peluang memberikannya langsung kepada Habibie pemiliknya, sampai tokoh yang saya kagumi ini wafat. Berkaca kaca mata saya kembali membacai surat surat ibunda Habibie yang dikirim 50 tahun yang lalu untuk Habibie lalu saya temukan dan simpan selama 20 tahun lebih sejak tahun 1997.

Surat surat ibunda Habibie selalu menyapa dengan cinta dan sayang. ”LIEBSTE RUDY, AINON, ILHAM EN THAREG” begitu sang ibu selalu menyapa dari Bandung di awal suratnya, ke belahan jiwa yang dirindukannya di tempat yang jauh, jauh di Hamburg.

Mengapa surat surat penting ibu Habibie ini bisa jatuh ke tangan tukang botot? Lalu saya menyadari ini mungkin terjadi di Jerman. Pembantu di rumah Habibie di Hamburg mungkin ingin membersihkan Keller (biasa ada di rumah di Jerman yakni ruang bawah tanah yang berfungsi sebagai gudang).

Saat gudang penuh dengan berbagai koran dan majalah (dan saya menduga kumpulan surat surat untuk Habibie terikut di dalam Keller), biasanya orang menelpon tukang loak untuk mengangkut barang barang itu dengan imbalan sekedarnya. Dari tukang loak seperti itulah pedagang prangko Jerman itu men dapatkannya dan menjualnya di bursa prangko internasional di Stuttgart ini.

Karena keterbatasan uang , waktu itu saya hanya bisa membeli 10 surat yang dikirim dari ibunda Habibie untuk Habibie dan ibu Ainun Habibie. Saya lihat ada satu kardus lagi surat surat yang dikirim ke Habibie yang jatuh pada pedagang itu dan dengan pilu saya berharap satu waktu bisa memborong semua surat surat itu. Beberapa tahun berikutnya saat saya jumpa lagi dengan pedagang itu, surat surat itu sudah tidak ada padanya , entah siapa yang membelinya.

Ke sepuluh surat itu saya perlihatkan pada sahabat saya seorang filatelis Jerman yang saat itu juga jadi dosen di Universitas Hamburg. Dia adalah Dr Herbert Kaminski yang juga sangat terkejut dan berulang kali membujuk saya untuk bisa memperolehnya. Dia terkesan surat dari Ibunda Habibie itu karena menyebut nyebut nama Ilham dan Tareg, kedua anak Habibie yang dulu saat sekolah dasar di Hamburg adalah anak murid ibu Margaret, istri Dr.Kaminski. Berulangkali dia datang dengan berbagai cara merayu dan ingin membeli surat surat itu untuk diberikan kepada istrinya, guru SD Ilham dan Tareg di Hamburg. Akhirnya 3 dari 10 surat itu saya berikan kepadanya.

Sampai saat ini selama lebih 20 tahun, saya masih menyimpan 7 sisa surat surat dari Ibunda Habibie untuk Habibie yang tercecer di Jerman itu. Sewaktu.masih di Jerman tahun 2000 saya pernah mengirim foto copy surat ini ke alamat rumah Habibie di Hamburg dan berharap bisa mengembalikannya. Tapi sayang staf Habibie tidak menindak kanjutinya. Surat ini sudah pernah diliput jurnalis Hilmi Faig dari harian Kompas dan dimuat Kompas Minggu sekitar tahun 2014.

Lewat Hilmi saya pernah dihubungkan ke sekretaris Habibie dan sempat mengadakan kontak, tapi tidak berlanjut karena saya katakan saya hanya mau menyerahkan surat surat mengharukan ini langsung ke pak Habibie. Pembuatan film Ainun Habibie juga pernah menghubungi saya untuk meminta surat ini tapi tidak berlanjut. Ingin saya satu hari nanti menyerahkan sifat surat ini ke pak Ilham Habibie atau pak Tarig Habibie yang banyak disebut sebut namanya oleh eyang mereka.

Surat surat ini berbicara tentang kerinduan, cinta seorang ibu kepada anaknya Habibie, juga kepada Ainun, Ilham dan Tareq, dua cucu yang disayanginya. Suratnya dalam bahasa Belanda bercampur bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Terasa mengharukan getar getar tarikan tulisan tangan sang ibu dengan tinta biru di atas kertas amplop aerogram, banyak kata nasehat, saran dan di atas segalanya, kerinduan. Kini mereka sudah bertemu di alam yang sama. Alfatihah. (*/pojoksumut)


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler