jpnn.com, JAKARTA - Sejarawan Islam Zainul Milal Bizawie menilai Proklamator RI Bung Karno sangat menginginkan muslim di Indonesia mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
Zainul mengatkan Bung Karno menginginkan umat Islam di Indonesia lebih maju dan memiliki pemikiran yang terbuka serta dinamis.
BACA JUGA: Kata Puan Tentang Menjadi Cucu Bung Karno & Anak Megawati
Zainul mengatakan hal itu pada acara "Inspirasi Ramadan" dengan tema Inspirasi Keteladanan Islam Bung Karno dalam akun BKN PDIP di YouTube, Kamis (14/4).
Dalam acara itu, Zainul membahas soal salah satu tulisan Bung Karno yang kontroversial pada era prakemerdekaan, yakni Islam Sontoloyo.
BACA JUGA: Massa Mulai Banjiri Patung Kuda, Ada Spanduk âBung Karno Marah Jokowi Offsideâ
Menurut dia, tulisan itu adalah salah satu karya autokritik agar umat Islam Indonesia memiliki pemikiran yang maju dan tidak kuno.
Zainul menuturkan tulisan Islam Sontoloyo itu pernah dimuat di Surat Kabar Pemandangan pada 1940. Tulisan itu menyimpan cita-cita Putra Sang Fajar yang ingin Islam menjadi agama maju sehingga menjadikannya sebagai api sejarah peradaban.
BACA JUGA: Mbak Puan Temukan Teks Pidato Bung Karno Tentang Api Islam
"Bung Karno sangat ingin Islam sebuah kemajuan. Oleh karena itu, Bung Karno melihat Islam ini sebagai sebuah api Islam atau api sejarah," kata dia.
Dia menilai istilah Islam sontoloyo yang dipilih oleh Bung Karno memang menjadi kontroversi pada zamannya. Namun, dia mengingatkan jangan terjebak terhadap kata tersebut.
"Jadi, memahami kata itu jangan langsung buat Islamnya yang sontoloyo. Akan tetapi, muslimnya yang sontoloyo," katanya.
Sebagai seorang sejarawan, Zainul menjelaskan apa sebenarnya tujuan Sukarno menulis Islam sontoloyo, yaitu sebagai upaya membuka pikiran muslim Indonesia agar lebih maju.
Bung Karno berharap muslim mampu meramu ajaran Islam yang lebih segar dan kontekstual.
"Saya kira maksud dari Bung Karno ini arahnya adalah sebagai seorang muslim bangsa Indonesia ini jangan hanya mengimpor sesuatu yang lama saja tanpa ada perubahan-perubahan. Harus fleksibel, harus elastis, harus meramu kembali ajaran Islam ini sehingga kontekstual dan bisa menjawab tantangan-tantangan bangsa," ungkap Zainul.
Sejarawan kelahiran Pati ini mengatakan Islam di mata Soekarno memiliki fleksibilitas, dinamisitas, dan progresivitas. Ada paham-paham yang sudah pakem. Namun di lain sisi, ada bagian-bagian yang dapat diubah sesuai dengan konteksnya.
"Bung Karno melihat Islam itu sangat dinamis sekali, progresif sekali, sehingga semua pihak harus melihat ada paham-paham yang itu tidak dapat diubah, tetapi juga Islam sangat kontekstual," ujarnya.
Menurut Zainul, jika Islam tidak disesuaikan dengan kondisi sekarang, maka muslim akan terdegradasi. Selain itu, kekunoan pola pikir akan membuat bangsa Indonesia kalah dari bangsa-bangsa lain yang lebih maju.
"Kalau tidak melakukan perubahan-perubahan menyesuaikan zaman nanti, muslim akan sontoloyo. Jadi, kayak Islam itu tidak bisa apa-apa, enggak bisa menjawab apa-apa hanya bisa menjawab hal-hal yang bersifat kuno, sehingga artinya bangsa Indonesia ini, kalau muslimnya seperti itu, pasti akan kalah dengan bangsa-bangsa lain," tegas Zainul. (antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Melawat ke Medan, Ganjar Napak Tilas Sejarah Bung Karno di Istana Maimun
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga