Sejarawan Ungkap Siasat Soeharto Langgengkan Kekuasaan, Ada Istilah Kudeta Merangkak

Selasa, 02 April 2024 – 22:17 WIB
Sejarawan LIPI Asvi Warman Adam. Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Sejarawan Asvi Warman Adam mengungkapkan Soeharto membuat beragam siasat agar posisi sebagai Presiden RI langgeng selama bertahun-tahun. 

Dia berkata demikian saat menjadi narasumber dalam acara Bedah Buku: NU, PNI, dan Kekerasan Pemilu 1971 karya Ken Ward di Bakoel Koffie, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/4).

BACA JUGA: Al Araf Sebut Prabowo-Gibran Bisa Bawa Demokrasi Lebih Kelam dari Era Soeharto

Awalnya, Asvi menjadi sejarawan yang percaya Soeharto melakukan kudeta merangkak terhadap Soekarno dari peristiwa 1 Oktober 1965 sampai didapuk menjadi pemimpin Indonesia pada 1968.

"Ini suatu rangkaian peristiwa yang kalau kita lihat suatu kudeta merangkak," kata dia dalam diskusi, Selasa.

BACA JUGA: Sekjen PDIP Ungkap Abuse of Power Soeharto dan Jokowi dalam Pemilu

Dia mengatakan Soeharto setelah menjabat Presiden kedua RI melakukan beragam operasi untuk melanggengkan kekuasaan.

Misalnya, kata Asvi, Soeharto memundurkan pelaksanaan pemilu yang sebelumnya ditetapkan MPR pada 1968 ke 1971.

BACA JUGA: Tommy Soeharto Layak Diperhitungkan untuk Pimpin Golkar

Dia menganggap pria berjuluk Smiling General itu ingin mematangkan konsolidasi politik sehingga memundurkan pelaksanaan pemilu.

"Maka, pemilu itu diadakan '71. Jadi, cukup waktu tiga tahun itu, waktu yang intensif digunakan oleh Soeharto untuk memenangkan," kata dia.

Selain mematangkan konsolidasi, kata Asvi, Soeharto juga menyingkirkan lawan ketika pemilu dimundurkan dari 1968 ke 1971.

"Ini berkaitan menyingkirkan orang-orang yang dianggap bahaya meskipun mereka sudah dipenjara, itu ke suatu tempat terpisah dari masyarakat," kata pria kelahiran Sumatera Barat itu.

Dia mengatakan rezim Soeharto juga melakukan intervensi politik ke Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Soekarno dengan menyingkirkan Hardi, sosok yang dianggap berbahaya bagi pemerintahan kala itu.

Rezim Soeharto, kata Asvi, mendorong Hadi Subeno menjadi Ketua PNI meski belakangan kalkulasi terhadap operasi politik tersebut keliru.

Sebab, ujarnya, Hadi yang pernah menjabat Gubernur Jawa Tengah, belakangan kritis ke Golkar dan pemerintah setelah menjadi Ketua PNI pada 1971. 

Asvi mengatakan Hadi yang terendus kritis kemudian meninggal dunia pada April 1971 atau tiga bulan sebelum pemilu pas tahun yang sama dilaksanakan.

"Nah, karena itulah pada 20 April 71 tiba-tiba Hadi Subeno meninggal, tiga bulan sebelum pemilu pada '71," katanya. (ast/jpnn)


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler