jpnn.com - Sejak diumumkan pada awal Maret 2020, hingga kini terjadi lonjakan pesat jumlah penderita Covid-19. Berdasarkan pola penyebaran penyakitnya, jumlah penderita Covid-19 yang disebabkan virus corona diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Mei 2020, dan kemudian menurun hingga akhir Agustus mendatang.
Secara epidemiologis para ahli membuat proyeksi jumlah penderita Covid-19. Pelbagai proyeksi dikemukakan dari yang paling optimis sampai yang paling ekstrim, berdasarkan asumsi-asumsi yang melatarbelakanginya. Namun semua proyeksi tersebut memperkirakan akan terjadi lonjakan jumlah penderita Covid-19 secara eksponensial.
BACA JUGA: Pandemi Corona Mengganas, Ekonomi Bikin Waswas
Kemungkinan lonjakan jumlah penderita Covid-19 sebenarnya telah disadari pemerintah maupun kalangan profesi kesehatan. Perencanaan dan protokol untuk menghadapinya telah pula disusun, terutama berdasarkan pengalaman mengatasi wabah SARS dan MERS beberapa waktu lalu.
Namun perlu dicatat bahwa di Indonesia penderita SARS relatif sedikit dan MERS tidak ada yang terjangkiti. Kini lonjakan penderita Covid-19 telah menjadi kenyataan hingga patut dilakukan penelaahan sejauh mana efektivitas menghadapinya yang mencakup upaya pencegahan, deteksi dini, perawatan, dan rehabilitasi.
BACA JUGA: Alarm Resesi Ekonomi Akibat Pandemi Covid-19
Upaya pencegahan sebenarnya telah dicanangkan sejak sebelum kasus penderita Covid-19 ditemukan di Indonesia. Pemberian informasi untuk pencegahan perlu dilakukan secara proporsional hingga tidak menjadi kontra produktif.
Pemberian informasi yang menganggap enteng dengan maksud untuk menenangkan masyarakat dapat menyebabkan diabaikannya upaya pencegahan. Sebaliknya pemberian informasi yang terlalu menakut-nakuti akan menimbulkan panik hingga mungkin banyak orang akan meminta untuk diperiksa apakah mengindap virus corona.
BACA JUGA: Berita Duka, Tiga Dokter Meninggal Diduga Terpapar Virus Corona
Padahal sebenarnya tidak terdapat indikasi untuk perlu diperiksa. Malah kalau membeludak dan tidak dapat ditangani, maka dapat menyebabkan orang yang seharusnya diperiksa menjadi luput dari pemeriksaan. Kemudian bila informasi disertai stigma misalnya para penderita dikategorikan sebagai pembangkang yang tidak menaati anjuran atau sebagai penyebar musibah bagi lingkungannya, maka dapat berakibat mereka yang seharusnya diperiksa dan dilakukan perawatan akan cenderung menyembunyikan diri dan tidak mengupayakan pelayanan kesehatan bagi dirinya.
Tampaknya selama ini pemberian informasi mengenai Covid-19 telah dijalankan secara cukup proporsional dan meluas, terlihat dari banyaknya masyarakat yang menjalankan pencegahan serta tidak terjadinya kepanikan. Namun memang perlu senantiasa ditangkal informasi tidak benar yang banyak berseliweran, baik yang timbul karena mis-informasi maupun apalagi kalau sengaja dilemparkan sebagai hoaks.
Kemudian berdasarkan proyeksi jumlah penderita Covid-19 perlu disusun program deteksi dini dan perawatan kasus yang terjadi. Merupakan permasalahan besar untuk menyediakan tenaga, sarana, peralatan, dan obat serta bahan. Apalagi mengingat Indonesia dengan banyaknya penduduk, wilayah yang luas, serta cukup banyak daerah yang sulit dijangkau.
Saat ini saja terlihat kurang dalam ketersediaan maupun kurangnya koordinasi. Namun mau tidak mau masalah ini harus segera diatasi, apalagi dalam menghadapi lonjakan kasus Covid-19 yang masih akan terus berlangsung. Jangan sampai penderita Covid-19 tidak ditangani hingga berkeliaran di masyarakat dan menimbulkan malapetaka.
Mengatasi kebutuhan pelayanan kesehatan tentu saja kalau hanya pemerintah tidak akan sanggup. Perlu kebersamaan dengan masyarakat, dunia usaha, LSM, organisasi kemasyarakatan, organisasi agama, lembaga pendidikan. Termasuk juga dari kalangan milenial yang selama ini sudah menunjukkan inisiatifnya untuk gotong royong membantu, namun tetap tidak mudah karena membutuhkan koordinasi dan kepemimpinan yang baik.
Manakala gelombang lonjakan Covid-19 telah usai, bukan berarti telah selesai pekerjaan yang perlu dilakukan. Pasca serangan wabah perlu dilakukan rehabilitasi untuk pemulihan. Pemulihan tidak terbatas hanya terhadap kondisi kesehatan tubuh penderita Covid-19.
Pemulihan perlu dilakukan terhadap efek psikologis yang mungkin terjadi, apalagi kalau terdapat stigma yang membekas. Juga perlu dilakukan pemulihan terhadap mereka yang sanak keluarganya meninggal.
Lebih jauh lagi pemulihan perlu dilakukan terhadap dampak sosial seperti pemulihan terhadap budaya kerja, pemulihan kondisi perekonomian, juga pemulihan pola pelayanan kesehatan. Keberhasilan menghadapi Covid-19 tergantung sejauh mana efektivitas mengantisipasinya.
Dalam hal ini sejarah mencatat dunia sudah beberapa kali diserang wabah penyakit dan peradaban manusia berhasil mengatasinya. Meski tidak mudah, namun dalam rangka mengatasi Covid-19, keberhasilannya tergantung pada kemampuan koordinasi, kepemimpinan yang efektif, serta kebersamaan berlandaskan gotong royong yang merupakan indentitas otentik peradaban bangsa Indonesia.***
Dr Paulus Januar, drg, MS adalah Pakar Kesehatan Masyarakat
Redaktur & Reporter : Friederich