jpnn.com - JAKARTA - Kontroversi Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang telah menjadi undang-undang masih terus berlanjut. Dalam UU Pilkada itu, tercantum mekanisme pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dipilih oleh DPRD, tidak lagi rakyat secara langsung.
Melihat hasil yang tidak diharapkan itu, banyak yang langsung bergerak cepat mengajukan permohonan uji materi UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satunya dari jajaran para buruh harian, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), beberapa bupati, dan anggota DPRD.
BACA JUGA: Hamdan Zoelva: MK Siap Uji UU Pilkada
Pengacara Andi Muhammad Asrun mengaku termasuk yang akan menjadi kuasa hukum bagi para pemohon tersebut. "Saya akan mengajukan uji meteri UU Pilkada via DPRD mewakili 17 buruh harian, lembaga survei dan bupati serta DPRD," ujar Andi di Jakarta, Jumat, (26/9).
Meski demikian, Andi belum mau menjelaskan secara detail identitas pemohon uji materi yang dikuasakannya tersebut. Ia hanya menyatakan pendaftaran gugatan itu dilaksanakan pada Senin 29 September 2014, pekan depan.
BACA JUGA: Pramono Sebut Aksi Walk Out FPD Hanya Untuk Pencitraan
Andi sendiri berpendapat bahwa bahwa UU Pilkada yang mencantumkan mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD telah mengkhianati rakyat. Sebab, rakyat punya hak politik untuk memilih kepala daerah dalam pemilu
Bahkan, kata Andi, pemilihan kepala daerah melalui DPRD juga memiliki efek sangat buruk. Yakni menyuburkan transaksi para politikus dengan si calon yang sarat akan suap.
BACA JUGA: SBY Cari Provokator Walk Out Fraksi Demokrat
"Efek paling buruk adalah menyuburkan praktik politik uang yang terukur di DPRD. Ternyata legislatif masih tetap ingin desentralisasi kekuasaan," tegas Andi.
Sebelumnnya diberitakan dalam voting paripurna di parlemen menghasilkan jarak suara yang sangat jauh, yaitu 135 suara untuk yang memilih pilkada langsung dan 226 suara untuk yang memilih pilkada melalui DPRD dari 361 anggota DPR yang bertahan hingga dini hari mengikuti rapat paripurna.
Suara yang menginginkan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat disumbangkan Partai Golkar dengan 11 suara, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 88 suara, Partai Kebangkitan Bangsa 20 suara, Partai Hanura 10, dan Partai Demokrat 6 suara.
Sedangkan suara yang menginginkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD disumbangkan oleh Partai Golkar 73 suara, Partai Keadilan Sejahtera 55 suara, Partai Amanat Nasional 44 suara, Partai Persatuan Pembangunan 32 suara, dan Partai Gerindra 22 suara. Sementara itu Partai Demokrat memilih bersikap netral dan melakukan walk out.
Padahal, dengan jumlah anggota 148 di DPR yang bisa memberikan suaranya, Partai Demokrat dianggap kunci dalam pengesahan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada itu. Namun, hanya 6 anggota saja yang bertahan di paripurna dan memberi suaranya. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Trisakti Nilai Amien Rais dan SBY Beri Teladan yang Mengerikan
Redaktur : Tim Redaksi