jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher geram dengan ulah sejumlah pejabat publik terkait vaksin tahap ketiga.
Netty geram, karena vaksin booster atau penyuntikan vaksin tahap ketiga ditujukan untuk tenaga kesehatan, namun kenyataannya sejumlah pejabat publik sudah mendapatkan vaksin ketiga.
BACA JUGA: Lihat Selisih Elektabilitas Ganjar Puan dan Airlangga, Jauh!
"Surat Edaran Nomor HK.02.01/1919/2021 menyebutkan bahwa booster vaksin hanya untuk tenaga kesehatan," ujar Netty dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (26/8).
Netty menilai pemberian booster vaksin tidak tepat sasaran serta merupakan tindakan curi start yang tidak bertanggung jawab.
BACA JUGA: Harus Ada Tindakan Akseleratif Untuk Kawal Ketahanan Pangan
Karena itu harus ditindak.
"Booster vaksin disiapkan hanya untuk nakes yang sudah banyak berguguran dalam tugas."
BACA JUGA: Butet Manurung Berbagi Pengalaman di OSKM ITB, Seru!
"Jika ada pihak yang bukan nakes mengaku telah disuntik booster, itu namanya tindakan curi start yang tidak bertanggung jawab," katanya.
Menurut Netty, pemerintah harus bersikap tegas dengan mengusut masalah ini agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan wewenang dan otoritas.
"Kemenkes harus segera melakukan evaluasi terkait distribusi dan pelaksanaan booster vaksin di lapangan."
"Jangan salah gunakan wewenang yang membuat rakyat marah."
"Untuk dapat vaksin reguler rakyat harus rela antre berjam-jam, sementara ada pihak yang tidak berhak malah sudah mendapatkan booster dengan cara mudah," katanya.
Netty berharap pemerintah jangan memberi contoh buruk pada rakyat dengan membuat surat edaran dan kemudian melanggarnya sendiri.
Pemberian vaksin booster hanya untuk nakes merupakan langkah tepat. Pengadaan booster dan proses pelaksanaannya harus menjadi prioritas dalam refocusing anggaran negara.
"Para nakes adalah pejuang yang berhadap-hadapan langsung dengan pasien COVID-19," ucapnya.
Netty juga meminta semua pihak bisa menahan diri, karena masih banyak rakyat yang belum mendapat vaksin.
Netty mengatakan anggaran negara terbatas, sementara kebutuhan pengadaan vaksin dan pelaksanaannya membutuhkan biaya sangat besar.
"Rakyat masih banyak yang harus sabar menanti jatah vaksin reguler. Jadi, kasus penyalahgunaan booster vaksin seperti ini mencederai hati rakyat," pungkas Netty.(Antara/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Ken Girsang