Sejumlah Tokoh Adat Sasak Bertemu Membahas Sangkep Warige

Kamis, 12 Januari 2023 – 01:00 WIB
Sangkep Madye di Bale Jajar Desa Adat Ende, Lombok Tengah. Foto: Edi Suryansyah/JPNN.com

jpnn.com, LOMBOK TENGAH - Sejumlah tokoh adat Sasak menggelar Sangkep Warige di Desa Sasak Ende, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, NTB, Rabu (11/1).

Sangkap Warige merupakan ritual yang dilakukan dengan cara musyawarah yang melibatkan tokoh budayawan dan pemuka agama. Ritual ini untuk menentukan puncak dari tradisi Bau Nyale (Tangkap Cacing).

BACA JUGA: Indonesia Ingin Mempromosikan Lebih Banyak Produk dan Budaya Nusantara di Korsel

Ritual itu tidak hanya sebagai salah satu penentu Bau Nyale, tetapi juga menjadi salah satu atraksi utama yang menjadi daya tarik wisatawan di Desa Wisata Ende.

Sebelum dilakukan Sangkep Warige, kegiatan didahului dengan Sangkep Madye di Bale Jajar Desa Adat Ende.

BACA JUGA: Lestari MPR: Jadikan Menanam Pohon Budaya Dalam Keluarga dan Masyarakat

Kabid Promosi dan Pemasaran Dinas Pariwisata Lombok Tengah Lalu Zulfa Halim menjelaskan prosesi ritual Sangkep Madye itu diikuti empat penjuru mata angin.

"Di sana tadi dibahas hari perayaan Bau Nyale dan hasil dari musyawarah itu akan dibacakan nanti saat Sangkep Warige," kata Zulfa.

BACA JUGA: Saga Galang Suara Milenial di Bojonegoro sampai Maros lewat Edukasi Budaya

Setelah itu, ritual tersebut juga diramaikan dengan penampilan musik tradisional Sasak, yaitu Cilokak dari Sanggar Adiguna Pujut.

Lalu Agus Fathurahman dari Majelis Krame Adat Sasak menambahkan penentuan Bau Nyale dibahas dengan alot, khususnya menentukan hari dan tanggal yang tepat dalam perayaan acara tahunan perhelatan warga itu.

"Dalam sidang Madye tadi ditetapkan dengan arif, karena memang sering bergeser sehari atau dua hari," kata Fathurahman.

Selain itu, pihaknya juga membahas sejumlah SOP dalam perayaan acara Bau Nyale.

"Perlu ada SOP itu, dan drafnya nantinya akan disusun lalu akan diberikan kepada pemerintah," jelasnya.

Tidak lama setelah itu, disambut lagi dengan pelantunan tembang oleh budayawan Sasak Lalu Budiman.

Tradisi Suku Sasak ini selalu menarik perhatian setiap tahunnya. Bersamaan dengan pelaksanaan ritual itu, dilaksanakan festival untuk memeriahkan acara.

Saat tradisi Bau Nyale, ribuan warga dari berbagai daerah turun langsung ke laut untuk memburu cacing laut yang dipercaya merupakan jelmaan Putri Mandalika.

Putri Mandalika adalah sosok putri dari kerajaan makmur di Lombok yang memiliki jiwa yang bersih dan rela berkorban untuk kesejahteraan masyarakat.

Karena keelokan paras dan budinya, Putri Mandalika menjadi rebutan banyak pangeran dan kesatria pada masa itu. Untuk menghindari perpecahan akibat memperebutkan dirinya, Sang Putri membuat keputusan kepada siapa pun yang hendak mendapatkan cintanya harus hadir di Pantai Seger saat dini hari pada tahun 20 bulan 10 di penanggalan Suku Sasak.

Mereka yang hendak melamarnya juga harus membawa seluruh pasukannya.

Pangeran, ksatria, dan pemuda berduyun-duyun mengikuti perintah Sang Putri. Tidak disangka, Putri Mandalika justru mendeklarasikan dirinya sebagai Nyale agar dirinya dapat "dinikmati" secara bersama-sama oleh semua orang.

Dia melompat dari atas bukit ke laut dan tidak pernah muncul kembali. Orang-orang berusaha mencarinya, tetapi hanya mendapati Nyale, yaitu binatang laut yang bentuknya seperti cacing dengan warna beragam.

Dari kisah tersebut kemudian muncul tradisi Bau Nyale. Nyale hanya muncul sekali dalam setahun yang dipercayai sebagai hari saat menghilangnya Putri Mandalika.

Nyale kemudian ditangkap dan dikonsumsi oleh masyarakat Mandalika pada acara Festival Bau Nyale.

Tradisi Bau Nyale biasanya diselenggarakan sekitar Februari untuk awal dan Maret untuk akhir di Pantai Seger KEK Mandalika atau di sepanjang pantai selatan Lombok Tengah.(mcr38/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mardiono Didukung Para Tokoh Lembaga Adat Melayu di Babel untuk Besarkan PPP


Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Edi Suryansyah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler