jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Laode Ida merespons upaya kelompok masyarakat yang diinisiasi oleh tokoh-tokoh senior aktivis sosial di antaranya Marwan Batubara yang akan melakukan gugatan kepada pemerintahan Presiden Jokowi, termasuk kepada PT Pertamina. Gugatan tersebut akibat tidak kunjung diturunkannya harga BBM (bahan bakar minyak).
“Langkah itu tentu saja dihargai sebagai bagian dari hak masyarakat dalam menyalurkan aspirasi. Namun seharusnya perlu dipertimbangkan secara matang tentang manfaat dan mudaratnya. Saya ragu terhadap upaya itu hanya akan buang-buang energi sosial. Padahal harga BBM tak akan kunjung diturunkan,” kata Laode Ida kepada wartawan, Selasa (26/5/2020).
BACA JUGA: Tuntutan Agar Harga BBM Turun Lebih Kental Diwarnai Argumentasi Politis
Laode mengakui kondisi tersebut memang sudah begitu kuat menjadi perbincangan di media sosial. Pada intinya melontarkan ktitik baik kepada pemerintah maupun secara khusus Pimpinan PT Pertamina yang tidak menurunkan harga minyak, meski harga minyak dunia sudah turun hingga US $ 20 per barel. Bahkan ada yang berpendapat bahwa pemerintah menyedot uang rakyat dari harga BBM tetap seperti harga semula.
Menurut Laode, barangkali akan lebih tepat, sebelum gugatan class action diwujudkan, terlebih dahulu berkoordinasi dan atau minta penjelasan resmi dari Pimpinan PT Pertamina dan pejabat terkait di pemerintahan (khususnya Menteri ESDM), agar juga mendengarkan atau memperoleh pemahaman tentang alasan mengapa harga BBM tidak kunjung turun.
BACA JUGA: Harga BBM tidak Turun, Masyarakat Rugi Triliunan Rupiah
“Pada kesempatan pertemuan itu, jika dilakukan, juga bisa saling berdebat berdasarkan data dan atau argumen masing-masing,” katanya.
Sebagai informasi, pihak Direksi PT Pertamina secara proaktif bersilaturahmi secara virtual dengan pimpinan dan atau insan Ombudsman pada 19 Mei 2020 dengan secara khusus menyampaikan sejumlah alasan mengapa harga BBM tidak diturunkan termasuk agenda peniadaan penggunaan BBM premium di Pulau Jawa pada tahun 2020 ini.
BACA JUGA: Semoga Prajurit TNI AD Khususnya Kostrad Mendapat Lindungan Tuhan
“Secara pribadi, saya apresiasi ikhtiar pimpinan PT Pertamina itu,” kata Laode Ida.
Lebih lanjut, mantan Wakil Ketua DPD RI dua periode ini menjelaskan dari penjelasan dari pertamina, dirinya menangkap ada tiga alasan pokok mengapa harga BBM tidak turun.
Pertama, bahwa harga pokok BBM yang dijual di Indonesia sekarang ini adalah harga sebelum turunnya harga BBM dunia. Jadi kalau dijual dengan harga murah, sudah pasti pertamina akan mengalami kerugian besar. Dan, sebagai BUMN niscaya hal itu tidak mungkin dilakukan.
Kedua, harga BBM dunia terus berfluktuasi. Pada hari dimana Direksi Pertamina memberikan penjelasan secara virtual pada ombudsman, misalnya, harga BBM dunia untuk menanjak naik di atas angka US $ 30 an per barel. Ketika aktivitas sosial ekonomi masyatakat dunia akan berangsur normal, niscaya harga BBM juga akan berangsur naik.
Ketiga, jika harga BBM diturunkan dan terjadi kerugian besar di pihak Pertamina, maka niscaya juga akan terjadi pengurangan tenaga kerja atau PHK. Tentu hal ini tidak dikehendaki.
“Dan saya turut apresiasi pertamina yang hingga sekarang tidak ada PHK. Karena jika pertamina mengalami kerugian dengan menurunkan harga BBM, maka akan kian menambah barisan warga bangsa ini yang terkena PHK akibat wabah corona yang konon jumlahnya sekarang sudah berada di atas angka 2 juta orang,” kata Laode Ida.
Laode mengusulkan perlu untuk mencermati lebih jauh mengenai rencana kebijakan PT Pertamina yang akan meniadakan penggunaan BBM jenis premium di Pulau Jawa di tahun 2020 ini. Laode beralasan hal ini terkait juga dengan upaya penghilangan subsidi BBM bagi pengguna kendaraan khususnya roda empat.
“Asumsi yang dibangun pihak pertamina adalah bahwa ketika seseorang sudah memiliki kendaraan roda empat berarti yang bersangkutan dianggap sudah mampu dan tidak butuh lagi disubsidi,” kata Laode.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich