Sekda Banyumas Beber Suap Indomaret di Persidangan

Kamis, 19 Maret 2015 – 02:50 WIB

jpnn.com - SEMARANG - Sidang lanjutan dugaan suap perizinan Indomaret kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Rabu (18/3). Dalam persidangan itu,  Sekda Banyumas Wahyu Budi Saptono MSi dihadirkan sebagai saksi untuk empat terdakwa sekaligus.

Terdakwa dalam prekära itu adalah mantan kepala Satpol PP Banyumas Rusmiyati, mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Dwi Pindarto, Kabid Perdagangan Disperidakop Djumeno Atmaji dan Manager Area Indomarco, wilayah Banyumas Asep Gunawan. Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Sulistyono SH.

BACA JUGA: Pamit ke Toilet, Ibu Dua Anak Ini Ditemukan Tewas Bersimbah Darah

Dalam persidangan itu, Wahyu bercerita banyak tentang peristiwa yang terjadi sehingga Rusmiyati harus duduk sebagai pesakitan. Wahyu menuturkan, pada 13 Maret 2014, setelah menerima permohonan audiensi dari Indomaret, Bupati Banyumas Ir Achmad Husein mengadakan pertemuan.

Selain bupati, hadir pula dalam pertemuan itu antara lain Wahyu, Rusmiyati, serta dua orang dari pihak Indomaret, yakni juga Yossi Arianto dan Asep Gunawan dari pihak Indomaret.

BACA JUGA: Wings Air Tunda Terbangi Rute Simeulue

"Dalam pertemuan itu, Bupati menjelaskan tentang toko modern di Banyumas. Toko modern yang belum berizin dan berada di dekat pasar harus ditutup," tutur Wahyu.

Selanjutnya, dalam pertemuan itu, Yossy dan Asep diminta membuat pernyataan untuk menutup toko modern tersebut. Namun, kedunya tidak bisa dan menghubungi atasan di Cirebon.

BACA JUGA: Pemda Ini Butuh 2.981 Guru dan 2.212 Tenaga Kesehatan

"Namun saat itu tidak juga ada keputusan. Asep berjanji akan datang lagi dengan pimpinan di Cirebon. Namun, akhirnya tidak datang," beber Sekda.

Masih dalam bulan Maret, muncul Indra dari Indomaret bersama Rusmiyati yang ingin bertemu bupati. Namun, karena bupati ada acara, maka Wahyu yang menemui Indra dan Rusmiyati.

"Intinya dijelaskan bahwa tidak akan mengizinkan Indomaret beroperasi sepanjang tidak ada izin. Indomaret kemudian berjanji menurunkan grade (tingkatan, red_ toko modern menjadi toko biasa. Sementara Rusmiyati ditugasi untuk mengawal pelaksanaan ini," jelasnya.

"Numun pelaksanaan di lapangan tidak ada perubahan. Memang toko modern berubah jadi Toko Indo, namun masih menggunakan struk Indomaret dan pelayanan seperti toko modern," jelas Wahyu.

"Sudah diingatkan tiga kali, tapi tidak diindahkan," tegasnya.

Hingga akhirnya muncul intruksi bupati untuk melakukan pembongkaran yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan tim pada 13 September 2014. Satu toko modern kemudian dibongkar pada 22 September.

“Pada 25 September sedianya akan melakukan tiga pembongkaran lagi. Namun, tiga titik sudah tutup. Instruksi bupati, tidak dilakukan pembongkaran, hanya penurunan atribut," beber Wahyu.

Lebih lanjut ia menjelaskan, saat dilakukan rapat evaluasi pada sore harinya, datang perwakilan Indomaret yang menyatakan sanggup untuk melakukan pembongkaran sendiri. Selanjutnya, Wahyu mengatakan bahwa pada suatu sore di bulan September, dia dipanggil bupati.

Dalam pertemuan itu bupati mengungkapkan adanya ada informasi bahwa Rumiyati sudah menerima aliran dana dari Indomaret. "Malam itu juga saya hubungi Rusmiyati. Rusmiyati datang pukul 21.30. Namun, saat ditanya Rusmiyati mengaku tidak ada aliran dana," terang Wahyu.

Karena Rusmiyati tidak mengaku, bupati kemudian menghubungi seseorang melalui telepon. "Selang setengah jam, datang Budiono, Indra, Yossy dan Asep. Kemudian Rusmiyati mengaku ada titipan untuk pengurusan perizinan sebesar Rp 310 juta," bebernya.

Setelah Rusmiyati mengaku, sore itu juga langsung diproses sesuai PP 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS.


Sementara saat ditanya mengenai pengembalian uang dari Wakil Bupati dr Budi Setiawan sebesar Rp 50 juta, Wahyu mengaku tidak tahu. Ia mengaku saat itu hanya ditelpon Budi untuk bersama bagian hukum untuk ke ruang Bupati. Saat itu ia diminta menjadi saksi pengembalian uang dari DPC PDIP yang terbungkus kertas warna cokelat.
 
"Kabarnya uang pribadi Rusmiyati untuk kampanye Jokowi-JK. Saya hanya menjadi saksi saja," terangnya.

Begitu juga saat ditanya Penasehat hukum Rusmiyati, Sarjono Hardjo Saputro, Sekda mengaku tidak tahu soal uang Rp 70 juta yang mengalir ke anggota DPRD Banyumas Lulin Wisnu Prajoko.

Keterangan Wahyu itu sempat dibantah Rusmiyati. Sambil terisak, Rusmiyati menjelaskan bahwa uang yang diterima hanya Rp 230 juta.

"Asep mau menambahi tapi saya tolak. Jadi seluruhnya hanya Rp 230 juta," kata Rusmiyati.

Bantahan juga disampaikan Dwi Pindarto. Menurutnya, ia tidak mengembalikan uang yang diterimanya Rp 19 juta.

"Yang benar uang tersebut diambil sendiri oleh saudara Rusmiyati ke kantor saya," tegas Dwi Pindarto yang kemarin mengenakan batik warna gelap.(acd/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Buron Sembilan Bulan, 7 Pencuri Batre Lampu Jalan Akhirnya Dibekuk


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler