jpnn.com - JAKARTA - Tim Kuasa hukum DPR memenuhi undangan Mahkamah Konstitusi untuk memberikan keterangan dalam perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahum 2017 tentang Pemilu terhadap UUD NRI 1945 terkait sistem proporsional terbuka dan tertutup.
Secara umum, tim menyampaikan dinamika yang terjadi pada saat rapat penyusunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, khususnya yang terkait sistem terbuka dan tertutup.
BACA JUGA: Tolak Proporsional Tertutup, Fahri Hamzah: Aurat Demokrasi Harus Dijaga
Pada pokok keterangan, tim menyampaikan beberapa catatan dari risalah rapat yang terjadi antara Mei hingga Juli 2007, yang mana di dalamnya para anggota menyampaikan argumentasinya tentang penggunaan sistem terbuka dalam pemilu.
Pada umumnya, anggota rapat menyampaikan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka ini semata-mata bertujuan agar kedaulatan rakyat beroperasional secara nyata dalam kehidupan politik.
BACA JUGA: Habib Aboe: MK Harus Konsisten dengan Putusan Sebelumnya, Tolak Proporsional Tertutup
Proposional terbuka memberikan jaminan bagi rakyat atau pemilih untuk dapat menyeleksi calon dari daftar yang disediakan partai sesuai dengan yang diinginkan.
Pada kesimpulannya, DPR meminta MK agar menyatakan bahwa para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) sehingga permohonannya harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
BACA JUGA: Dirjen Polpum Kemendagri: Ormas Punya Peran Penting Wujudkan Pemilu Cerdas & Berkualitas
Selain itu, DPR juga meminta MK menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya atau paling tidak menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima.
"Saya sendiri yang juga menjabat sebagai sekjen PKS, hari ini diwakili oleh para kuasa hukum, yang tadi juga hadir di persidangan. PKS sendiri berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi perlu menguatkan putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008 untuk penggunaan sistem proporsional terbuka dalam pemilu," kata Sekjen PKS Habib Aboe Bakar Alhabsy dalam keterangannya, Kamis (26/1).
Menurut PKS, adanya pendapat yang menyatakan bahwa porporsional terbuka telah berakibat pada pelemahan partai pada dasarnya tidak selalu terjadi.
Dalam pengalaman PKS sebagai partai kader, sistem proporsional terbuka tetap menjadikan posisi partai yang memegang kendali gagasan dari anggota legislatif yang ada di forum legislatif.
Hal ini dikarenakan adanya perangkat pengaturan internal partai juga menyediakan mekanisme reward and punishment tersendiri.
PKS pun yakin, dalam tiap tubuh partai yang ada di Indonesia juga terdapat sejumlah peraturan internal yang mengikat tiap caleg maupun anggota legislatif yang tergabung dalam partai tersebut.
Kemunculan sistem proporsional terbuka, dianggap sebagai solusi dari hegemoni partai politik.
"Pilihan penggunaan sistem proporsional terbuka membuat pemilih ditempatkan sebagai pemegang mandat utama yang dapat menentukan langsung wakil rakyat yang dipilihnya," kata anggota Komisi III DPR itu.
Sistem ini memungkinkan pemilih mencoblos langsung nama dari caleg yang mereka inginkan.
"Jika caleg terebut mendapatkan suara terbanyak dibanding rekan-rekannya sesame caleg di partainya, maka caleg tersebut terpilih untuk duduk di parlemen, meskipun partai politik menempatkan namanya di nomor buncit dari prioritas caleg di suatu dapil," pungkas Habib Aboe Bakar Alhabsy. (boy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi