Sekolah Se-Jatim Sepakat Lanjutkan K-13

Kamis, 11 Desember 2014 – 09:09 WIB

jpnn.com - SURABAYA – Sebanyak 38 perwakilan dinas pendidikan kota dan kabupaten membahas kelanjutan Kurikulum 2013 (K-13) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Jawa Timur Rabu (10/12).

Rapat yang dipimpin Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadikbud) Jatim Harun tersebut berlangsung sekitar dua jam.

BACA JUGA: Pemkot Anggarkan Dana untuk Guru Honor

Peserta rapat menyampaikan pandangan, saran, hingga kritik terhadap pembatasan sekolah yang menerapkan K-13 berdasar surat edaran resmi Mendikbud Anies Baswedan. Salah seorang yang paling vokal adalah Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Kabupaten Situbondo Fathor Rakhman. Dia bersikukuh melanjutkan K-13.

Setelah membuat matriks yang berisi kerugian dan kelebihan, diketahui lebih banyak kerugian bila kembali ke Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP).’’Semua sekolah di Situbondo sudah melaksanakan K-13 selama tiga semester,’’ ucap Fathor.

BACA JUGA: Pemkab Tangerang Tetap Gunakan Kurikulum 2013

Meski hanya sebagian kecil sekolah yang ditunjuk, pihaknya secara mandiri telah menerapkan K-13 menyeluruh di semua sekolah Situbondo. Karena itu, ada dana tambahan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2013 senilai Rp 2 miliar untuk pembelian buku dan pelatihan guru. Sementara itu, untuk 2014 ini, dana telah disuplai penuh oleh pusat.

’’Untuk 2015, rencananya pembelian buku diambilkan dari BOS buku. Tapi, sejak ada penundaan K-13, kami belum tahu bagaimana ke depan,’’ ujarnya.

BACA JUGA: Anggaran Besar, Fasilitas Pendidikan Masih Buruk

Menurut Fathor, langkah inisiatif penerapan K-13 di semua sekolah pada tahun pertama itu diambil karena dalam sejarah tidak ada istilah penundaan kurikulum.

Begitu juga pembatalan kurikulum. Mulai rezim Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi, tidak pernah ada pembatalan seperti itu. Yang terjadi sekarang, jika diibaratkan berjalan ke suatu tempat, ketika hampir sampai, sopir malah membawa kembali ke tempat asal.

Kadispendik Kota Malang Zubaidah juga menegaskan, wilayahnya lebih memilih melanjutkan K-13 daripada kembali ke Kurikulum 2006. ’’Kami sudah habis sekitar Rp 20 miliar untuk support K-13,’’ paparnya.

Dia mem-breakdown nominal tersebut. Sebanyak Rp 11 miliar dari APBD dianggarkan pada 2013 dan 2014. Sisanya, Rp 9 miliar, dianggarkan untuk 2015. Bila K-13 kembali ke KTSP, ada dampak lain yang diterima guru. Sertifikasi mereka bisa terhambat.

Kadispendik Surabaya Ikhsan mengamini hal tersebut. ’’Kalau berubah lagi ke KTSP, jam mengajarnya kan berubah juga,’’ ujarnya.

Tim Dispendik Surabaya sekarang sedang memetakan sekolah mana yang melanjutkan K-13 dan mana yang kembali ke KTSP. Rencananya, hari ini (11/12) hasil pemetaan tersebut diumumkan.

Kadikbud Jatim Harun menambahkan, semua gagasan, saran, dan kritik yang disampaikan 38 perwakilan tersebut menyiratkan kesiapan Jatim untuk melanjutkan K-13.

Hanya, ada dua hal yang perlu dipersiapkan secara teknis. Yakni, cara peningkatan mutu guru dan biaya buku bila Jatim disetujui melanjutkan K-13. ’’Sesuai undang-undang, idealnya pemerintah mau menanggungnya,’’ ucapnya.

Karena itu, hari ini juga dia berinisiatif berangkat ke Jakarta untuk menemui Mendikbud guna menyampaikan hasil rapat kemarin. Sebab, Jatim tidak bisa menunggu. Banyak hal yang harus dilakukan selain menunggu kebijakan dan urusan teknis soal kurikulum. ’’Sejauh ini, Jatim kompak melanjutkan K-13,’’ tegasnya.

Sementara itu, satu per satu kalangan pendidikan mulai menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap kebijakan Mendikbud Anies Baswedan yang menerapkan K-13 secara terbatas. Salah satunya, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jatim. Instansi yang membawahkan 400 ribu guru di Jatim itu menganggap keputusan sang menteri terlalu tergesa-gesa.

’’Belum ada evaluasi secara menyeluruh. Tidak ada tim yang turun ke daerah-daerah secara langsung, tapi tiba-tiba K-13 dihentikan. Ini sangat tergesa-gesa,’’ ungkap Ketua PGRI Jatim Ichwan Sumadi.

Dia mengakui, pemerintah sejak awal membuat kesalahan. Ketika K-13 digulirkan pada 2013, penerapannya dinilai sudah terburu-buru. Pada Mei 2013, pemerintah baru melatih narasumber K-13 dan dilanjutkan pada Juni 2013 melatih instruktur nasional yang akan melatih guru-guru se-Indonesia. Seminggu sebelum tahun pelajaran baru 2013–2014, guru-guru baru dilatih.

Tak urung, guru pun kelabakan. Mau tidak mau, mereka harus menyesuaikan diri dengan K-13. Nah, ketika mereka sudah dibiasakan dengan K-13, kurikulum tersebut malah dicabut. ’’Guru pun sangat dirugikan. Repot bagi guru, siswa, dan wali murid,’’ ujarnya.

Sekitar dua minggu lalu, PGRI Jatim menyatakan sikap tentang K-13 saat ada kunjungan Komisi X DPR. Saat itu, PGRI menyampaikan agar K-13 disempurnakan, bukan dihentikan. ’’Tapi, kenapa lalu Menteri mengambil keputusan sebelum dilakukan evaluasi menyeluruh?’’ tuturnya.

Menurut Ichwan, urusan kurikulum bukan tentang siapa menterinya, melainkan kebijakan Kemendikbud sebagai sebuah instansi pemerintahan. Karena itu, kata dia, kurikulum seharusnya tidak diganti-ganti. Keputusan Mendikbud hanya menegaskan bahwa setiap ada pergantian menteri, kurikulum pun berubah.

Seharusnya, Kemendikbud memikirkan masalah tersebut secara luas karena berdampak terhadap pembelajaran di sekolah. Tidak ada jaminan kembali ke KTSP akan lebih baik. PGRI Jatim pun akan berkoordinasi dengan PGRI pusat untuk membahas langkah konkret. (ina/kit/c5/ayi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tidak Perlu Curang, Lulus Unas Lebih Gampang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler