Sektor Migas Indonesia Terburuk se-ASEAN

Akibat Birokrasi Rumit

Senin, 08 Agustus 2011 – 06:00 WIB

JAKARTA – Sektor minyak dan gas bumi (migas) Indonesia sepertinya tengah berada di titik nadirSelain tingkat produksi minyak yang terus merosot, citra Indonesia di mata investor terperosok

BACA JUGA: Cari Mitra, Bakrieland Jual Lahan

Itu terlihat dari hasil Global Petroleum Survey 2011 yang dirilis Fraser Institute, lembaga survei asal Kanada, pada akhir Juni lalu


Dalam laporan Global Petroleum Survey 2011 setebal 179 halaman tersebut, Gerry Angevine, koordinator survei Fraser Institute, menyebut bahwa tahun ini Indonesia berada pada urutan ke-114 di antara 135 negara yang disurvei

BACA JUGA: Spin Off Unit Syariah Danamon 2012

Peringkat tersebut turun dibandingkan dengan periode 2010
Saat itu Indonesia berada di urutan ke-111 di antara 133 negara yang disurvei

BACA JUGA: CSR Donasikan 50 Laptop

"Skor Indonesia memburuk dibandingkan dengan torehan tahun lalu," ujarnya, Minggu (7/8)

Setiap tahun, peneliti-peneliti Fraser Institute menyurvei para manajer dan direktur perusahaan-perusahaan migas yang ada di berbagai belahan duniaSurvei tersebut dilakukan untuk mengetahui pandangan para pelaku usaha terkait sektor migas di negara tempat mereka bekerja, terutama menyangkut iklim investasi

Jika dicermati, dari hasil survei tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-114, paling buncit dibandingkan dengan negara-negara di ASEANSebagai gambaran, Thailand berada di peringkat tertinggi, ke-64Selanjutnya, ada Brunei di posisi ke-71, Malaysia ke-79, Vietnam ke-84, Filipina ke-86, Papua Nugini ke-96, Myanmar ke-108, dan Kamboja ke-110

Bahkan, negara pecahan Indonesia, Timor Leste, yang tahun lalu ada di peringkat ke-118, di bawah Indonesia, kini nangkring dua tingkat di atas Indonesia, yakni ke-112

Apa yang membuat posisi Indonesia terpuruk di mata pelaku industri migas? Laporan survei menyebut, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar, terutama sumber gas bumi di blok migas laut dalam seperti di perairan Makassar

Namun, daya tarik tersebut hilang karena rumitnya birokrasi, baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah’’Selain itu, ada rencana revisi UU MigasIni memicu ketidakpastian di sektor migas,’’ ucap Angevine dalam laporan tersebut

Faktor negatif lainnya, para investor harus membayar berbagai pajak selama masa eksplorasi atau mencari sumber migasPajak seperti itu tidak pernah ada di negara-negara lain

Iklim investasi semakin buram karena kurangnya koordinasi antara Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Lingkungan HidupSelain itu, ada kegiatan ilegal oleh pihak tertentu di pemerintahan yang secara tidak langsung mendorong perusahaan migas untuk menyumbang kepada partai politik atau pejabat tertentu

Pri Agung Rakhmanto, pengamat perminyakan yang juga direktur ReforMiner Institute, menilai, hasil survei tersebut menggambarkan realitas sektor migas di Indonesia’’Pemerintah semestinya malu dengan hasil survei iniSebab, di mata pelaku usaha, itu berarti pemerintah saat ini tidak kompeten mengurus sektor migas,’’ ujarnya

Persoalan rumitnya birokrasi, pajak eksplorasi, lemahnya koordinasi antara Kementerian ESDM dan kementerian-kementerian lain sudah lama dikeluhkan oleh para pelaku usaha migas’’Namun, tidak ada langkah perbaikan yang signifikan oleh pemerintahBahkan, saat ini Kementerian ESDM malah ribut dengan BP Migas soal pengangkatan deputiIni kian menjatuhkan kredibilitas pemerintah di mata investor,’’ paparnya(owi/c8/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bursa Saham Potensial Berbalik Arah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler