jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian(Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan yang didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menampilkan berbagai inovasi, beragam produk perkebunan, hingga memberikan ruang untuk menjalin kerja sama, pada Perkebunan Indonesia Expo (Bunex) di ICE BSD Tangerang.
Rangkaian kegiatan Bunex kali ketiga lagi-lagi inovatif. Banyak hal yang bisa digali seputar perkebunan pada Bunex ini.
BACA JUGA: Perkebunan Indonesia Expo Sukses Digelar, Tandatangani Mou Senilai Rp 3,1 Triliun
Respons positif dari para pengunjung pun terlihat dari ramainya pengunjung memenuhi gelaran pameran, talkshow, forum investasi, Focus Group Discussion (FGD) hingga display Pabrik Mini Minyak Goreng dan Biodiesel (PAMIGODES).
"Bunex memiliki makna strategis yang mendalam. Di masa depan, perkebunan berpotensi sebagai sumber energi terbarukan yang semakin penting, untuk itu dibutuhkan adanya kebijakan pemerintah yang strategis ke depan, karena Indonesia dihadapkan pada dua tantangan besar, seperti pemenuhan kebutuhan pangan nasional dan mengatasi ketergantungan pada energi fosil," ujar Heru Tri Widarto Pelaksana Tugas (Plt) DirekturJenderal Perkebunan.
BACA JUGA: Melalui Ngobras, Kementan Jabarkan Nilai Tambah Hasil Perkebunan
Lebih lanjut, Heru mengatakan, komoditas kelapa sawit memiliki potensi besar dan paling siap untuk menyediakan biofuel, sebagai solusi dalam upaya transisi menuju energi hijau.
Berikutnya komoditas lainnya seperti tebu, singkong, maupun lainnya, yang bisa digunakan untuk produksi bioetanol, turut memiliki kontribusi penting dalam mendukung ketahanan energi kita.
BACA JUGA: Gerak Cepat, Ini Langkah Strategis Kementan Menghadapi Ancaman Krisis Pangan Global
Heru menekankan upaya itu tidak hanya fokus pada produksi semata. Ditjen perlu memastikan bahwa semua proses dilakukan secara berkelanjutan, termasuk perkebunan, berarti memerhatikan tiga aspek utama yaitu ekologis, ekonomi dan sosial.
“Tak dapat dipungkiri teknologi pertanian dan inovasi dalam pengelolaan lahan memainkan peran yang makin penting. Dengan memanfaatkan teknologi seperti pertanian presisi, kita dapat meningkatkan efisiensi produksi perkebunan dengan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Di samping itu, implementasi sertifikasi berkelanjutan seperti ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) menjadi langkah nyata dalam mewujudkan standar yang diakui secara internasional, yang juga meningkatkan daya saing produk kita di pasar global,” jelasnya.
Lebih lanjut Heru mengatakan, demi wujudkan hal tersebut, tidak bisa hanya melalui satu sektor saja.
Sinergi dan kolaborasi sangat diperlukan dariberbagai pihak yaitu pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat. Sektor perkebunan, jika dikelola dengan bijaksana dan berkelanjutan, akan menjadi salah satu pilar utama yang memastikan ketersediaan pangan dan energi bagi bangsa kita.
Tidak hanya itu, sektor ini juga berpotensi besar untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan.
“Saya berharap melalui FGD ini kita dapat berdiskusi lebihdalam, berbagi gagasan, dan merumuskan solusi konkret untuk tantangan yang kita hadapi. Semoga dari FGD inilahir strategi-strategi inovatif yang dapat diimplementasikan untuk memperkuat ketahanan pangandan energi, serta menjaga keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang,” harapnya.
Kementan melalui Direktorat Jenderal Perkebunan mengapresiasi semua pihak yang telah berkontribusi secara aktif dan mendukung penguatan perkebunantermasuk penyelenggaraan acara Bunex ini.
Semoga Bunex ini juga menjadi momentum penting dalammewujudkan perkebunan yang lebih berkelanjutan, inovatif, dan berdampak positif bagi masyarakat sertalingkungan,” tambahnya.
Pentingnya penguatan kelapa sawit untuk kesiapan ketahanan energi turut dirasakan Direktur KeuanganUmum, Kepatuhan dan Manajemen Resiko (KUKMR) BPDPKS, Zaid Burhan Ibrahim.
Zaid mengatakan bicara tentang biodiesel kita bicara kebutuhan akan bahan bakar nabati, dan pastinya berhubungan dengan produktivitas kelapa sawit.
Tentu BPDPKS akan terus mendukung dan mendorong program B50 ke depannya, karena tak dapatdipungkiri kebutuhan bahan bakar nabati akan lebih tinggi lagi ke depannya.
Untuk itu diperlukan penguatan baik darisisi tata kelola, produksi maupun produktivitas serta kerja sama maupun komitmen semua pihak terkait, agar produktivitas sawit terus meningkat.
Karena apabila produktivitas rendah akan berdampak ke BPDPKS, seandainya produktivitas masih rendah otomatis ketika program B50 berjalan, ekspor akan makin berkurang, jika ekspor berkurang maka pendapatan BPDPKS yang berasal dari pungutan ekspor juga berkurang. Semua saling berkaitan dan berkesinambungan. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia