Sekuel Asmara Pak Harto dan Ibu Tien

Selasa, 08 Desember 2015 – 09:45 WIB
Pak Harto dan Ibu Tien. Foto: Public Domain.

jpnn.com - PAK Harto dan Ibu Tien sudah saling kenal semasa kanak-kanak. Sejak di bangku sekolahan, sudah ada tanda-tanda…

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: 7 Desember Hari Pers Indonesia

Di sekolah, Hartinah sebangku dengan Sulardi, adik sepupu Soeharto.

Tak jarang Hartinah mengolok-olok Sulardi bahwa dia akan jadi adik iparnya.

BACA JUGA: Apa Benar Pak Harto Pernah Lari Meninggalkan Pertempuran?

Jauh di kemudian hari, setelah sekian lama tak jumpa, olok-olokan itu menjadi kenyataan.

Di zaman perang mempertahankan kemerdekaan, Soeharto menjadi tentara dan Hartinah aktif di laskar wanita, Laswi dan Palang Merah Indonesia.

BACA JUGA: Ketika Pak Harto Ngelmu ke Mbah Dukun

Jangan bayangkan mereka berjumpa muka, kemudian berjumpa hati di medan juang.

Kisah cinta mereka tak seromantis di film-film. Si tentara terluka, lalu si gadis Palang Merah membalut lukanya dengan selendang sutra. Lalu benih-benih cinta berhamburan. Tidak begitu!

Yogyakarta, akhir 1947…

Suatu malam Soeharto bertandang ke kediaman keluarga Prawirowiardjo yang lama mengasuhnya.

Keluarga bibi dan pamannya itu belum lama pindah ke Yogya dari Wurjantoro.

Secangkir teh dan kue-kue dihidang menyambut kedatangan ponakan yang sudah dianggap anak sendiri itu.

"Harto," kata Bu Prawiro, adik Pak Karto, ayahanda Soeharto.

"Sekarang umurmu sudah 27 tahun," lanjutnya, "Sekali pun engkau bukan anakku sendiri, saya sudah mengasuhmu sejak ayahmu mempercayakan engkau pada kami. Saya pikir baiklah saya mencarikan istri untukmu."

O.G. Roeder dalam Soeharto--Dari Pradjurit Sampai Presiden, buku  biografi pertama presiden kedua RI, mengisahkan, bahwa Soeharto sempat ngeles menyikapi tawaran bibinya. 

Tapi kemudian, menurut juga.

"Baiklah, bu," sahutnya. "Siapa yang patut saya pinang?" tanya Soeharto.

"Kau sudah kenal dengan gadis itu," bibinya Sumringah. "Ingatkah kau pada Hartinah…?"

Tak mungkin dia lupa. Semasa sekolah dulu, Hartinah duduk sebangku dengan Sulardi, anak Bu Prawiro, adik sepupunya.

Dan Hartinah acapkali mengolok-olok Sulardi sebagai adik ipar. 

"Tapi bu, apakah orang tuanya akan setuju? Saya orang kampung biasa. Dia orang ningrat…"

Tak jadi soal bagi Bu Prawiro yang cukup dekat dengan keluarga Hartinah.

"Keadaan sudah berobah, nak," kata bibinya. 

Pendek kisah, lamaran Bu Prawiro diterima oleh Pak Soemoharjomo dan Ibu Hatmanti, orang tua Hartinah yang berasal dari trah Mangkunegaran.

Hartinah yang sudah seringkali menolak lamaran pemuda yang jatuh hati padanya, kali ini bersedia naik pelaminan.

Meski lama tak sua, "ia telah mendengar tentang pemuda ini dari teman-teman anggota palang merah," tulis Roeder.

Ya, Soeharto sudah jadi seorang perwira muda.

26 Desember 1947, perkawinan dilangsungkan di Solo. 

Mempelai laki-laki menyewa sebuah mobil tua untuk perjalanan dari Yogya ke Solo. 

Malam itu, selamatan kecil yang dihadiri para kerabat dekat, hanya diterangi beberapa lilin.

Menyusul itu, anak Pak Karto mulai akrab disapa Pak Harto. Dan Ibu Tien Soeharto untuk Hartinah. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemana Uang Satu Bil yang Ditelan Soeharto?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler