jpnn.com - JAKARTA – Jamaah calon haji (JCH) diingatkan mengenai pentingnya menjaga kondisi fisik saat berada di Tanah Suci. Pasalnya, penyelenggaraan ibadah haji 1437 H/2016 M bertepatan dengan musim panas di Saudi Arabia.
Cuaca siang hari, baik di Madinah maupun Makkah, terasa sangat terik dengan suhu rata-rata di atas 40 derajat celcius.
BACA JUGA: Dirhubla: Seluruh Penjualan Tiket Kapal Penumpang Harus Diawasi
Bahkan, pengamat penyelenggaraan haji, Mohammad Subarkah, memprediksi, pada saat puncak haji di Armina, suhu bisa sekitar 50 derajat celcius.
“Memang pemerintah Arab Saudi sudah menjanjikan akan memasang AC (pendingin udara, red) di mana-mana, di banyak tempat. Tapi jangan lupa, tahun lalu saja daya listrik di Arab Saudi anjlok. Ini yang harus diatisipasi,” terang Subarkah kepada JPNN kemarin (13/8).
BACA JUGA: Prosesi Geladi Paskibraka Berlanjut Minggu
Dingatkan, kondisi panas ini tidak boleh disepelekan. “Karena benar-benar panas, bukan main-main. Para jamaah harus minum air yang banyak, hindari berada di terik matahari, dan selalu ikut anjuran dokter di sana,” ulas penulus buku Lelaki Buta Melihat Kabah itu.
Barkah juga mengingatkan lima hal yang perlu diperhatikan para jamaah asal Indonesia.
BACA JUGA: Panglima TNI: Utamakan Berkarya Demi NKRI
Pertama, jangan nekat mencari waktu afdol saat lempar jumrah. Sudah dijadwalkan, jamaah asal Indonesia lempar jumrah bukan di waktu yang afdol. “Ikuti jadwal yakni pagi hari, jangan nekat sendirian lempar jumrah di waktu afdol yang pas siang hari terik itu. Mengerikan, karena tubuh orang Indonesia itu kecil-kecil,” saran dia.
Kedua, seluruh jamaah harus konsentrasi untuk menjalankan ibadah haji. Jangan malah bolak-balik umrah jelang puncak haji. “Dulu ada yang bolak-balik umrah hingga enam hari, begitu pas puncak haji sudah capek, lemes. Jadi, konsetrasi saja ke ibadah pokok yakni menjalankan ibadah haji,” ujarnya.
Ketiga, para jamaah jangan sembarangan mengonsumsi makanan. Dikatakan, biasanya pas puncak haji, di depan hotel dan pondok-pondok, juga di pinggir-pinggir jalan, bermunculan pedagang-pedagang makanan khas Indonesia. Ada yang jualan gado-gado, rujak, pecel, tahu tempe, dan beragam menu khas tanah air.
“Ada yang jualan di trotoar, makanan berdebu. Ini bahaya. Dulu ada kejadian di tahun 2011, seluruh jamaah di tiga maktab, 1.800 jamaah, mencret bersamaan, tengah malam. Lemes, kasihan. Jadi sangat penting menjaga kesehatan, dengan tidak sembarangan makan,” terang Barkah.
Keempat, agar para jamaah tidak menenteng uang banyak ke mana-mana. Harus tetap waspada terhadap tindak kejahatan.
Dikatakan Barkah, di sana banyak sekali orang Indonesia yang menjual jasa, misalnya menawarkan jasa membawakan koper jamaah. “Mereka menggunakan bahasa daerah sesuai asal jamaah. Beberapa kali terjadi uang jamaah malah hilang,” pesan pria yang kerap menjadi narasumber seminar membahas penyelenggaraan haji itu.
Kelima, Barkah mengingatkan jika jamaah tersesat di arena Masjidil Haram, maka jangan malah muter-muter.
“Karena kemungkinan alah makin jauh tersesat, terutama jamaah yang sudah tua. Ini karena area Masjidil Haram sekarang sangat luas, dua kali luasnya dari yang sebelumnya,” kata Barkah.
Dia sarankan, bagi yang tersesat maka sebaiknya berdiam diri saja di masjid dan menemui petugas haji yang di sebar di sana. “Kalau bingung muter-muter terus, ya akan semakin bingung,” ujarnya.
Dijelaskan, beberapa hal tersebut lebih penting dibahas daripada soal visa yang di beberapa daerah mengalami ketersendatan. Pasalnya, meski visa telat, toh calon jamaah itu akan berangkat juga.
Meski demikian, dia tetap mengkritik kementerian agama, yang tidak mampu mengantisipasi masalah visa ini. Mestinya, lanjut Barkah, tidak ada lagi masalah visa. Alasan Barkah, pembayaran biaya pengurusan visa terakhir sebelum Ramadan.
“Jadi ada waktu sekitar dua bulan untuk mengurus visa, tapi kok masih juga yang ngadat. Dan ini terjadi di beberapa daerah,” kata dia.
Kemarin, Menag Lukman Hakim Saifuddin menyebut kabar ada jamaah yang tidak bisa berangkat karena masalah visa, hanya isu saja.
Menurut Lukman, seluruh jemaah haji Indonesia yang ada di gelombang pertama, seluruhnya sudah memiliki visa.
Dikatakan Menag, kasus yang terjadi seperti di Kabupaten Sumedang, sesungguhnya karena ada jemaah yang seharusnya berangkat di gelombang kedua, tapi karena teman atau saudaranya di gelombang pertama ia ingin pindah ke gelombang pertama keberangkatannya, karena jemaah tersebut di gelombang kedua, visanya tentu sedang diproses dan belum selesai.
"Saya sudah intruksikan (kepada PPIH di seluruh embarkasi) bahwa perpindahan kloter ini sebaiknya tidak dilakukan, karena akan mengubah atau mengganggu formasi kloter-kloter yang sudah ditetapkan," ujar Menag, dalam keterangan persnya.
Barkah menilai, ucapan Menag Lukman itu tidak sesuai kenyataan. “Pernyataan itu tidak sesuai kenyataan dan hanya pencitraan saja karena faktanya masalah visa ini terjadi di beberapa daerah,” kata Barkah.
Dia menduga, sumber masalah ada di Kantor Wilayah (Kanwil Kemenag). “Karena sekarang visa bisa dicetak di kanwil-kanwil. Saya menduga ada masalah teknis baik di teknologinya maupun SDM-nya (yang mengurus pencetakan visa di kanwil, red),” pungkas Barkah. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dasrul Dianiaya, Bukti Penghargaan Terhadap Guru Menurun
Redaktur : Tim Redaksi