jpnn.com - PEKANBARU - Almarhum H Tennas Efendy adalah salah satu putra terbaik Riau. Lelaki kelahiran Dusun Tanjung Malim, Desa Kuala Panduk, Kabupaten Pelalawan, 9 November 1936 ini, hingga akhir hayatnya masih menjabat sebagai Ketua Umum Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau.
Sebagai budayawan, Tennas sangat dikenal di kawasan Asia Tenggara. Dia sering diundang di berbagai seminar sastra dan budaya, terutama budaya Melayu di berbagai negara, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand Selatan (Pattani), Filipina, Madagaskar, hingga Belanda.
BACA JUGA: Pelayat Menyemut, Sejumlah Tokoh Riau Antarkan Tennas ke Tempat Peristirahatan Terakhir
"Riau kehilangan putra terbaiknya. Kami sangat berduka. Beliau adalah guru semua orang. Beliau akan selalu dikenang," ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Harian Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, saat dihubungi JPNN.
Selama hidupnya, Tennas mencurahkan perhatiannya untuk mendalami dan mengampanyekan kebudayaan Melayu kepada banyak orang. Salah satu petuah Melayu yang selalu diingat orang adalah buku Tunjuk Ajar Melayu yang ditulisnya. Buku "babon" lain yang lahir dari tangannya adalah buku Bujang Tan Domang. Dia telaten melakukan penelitian sastra lisan masyarakat Riau, dan kemudian mentranskripnya menjadi buku yang banyak dijadikan alas budaya banyak orang.
BACA JUGA: Tennas Efendy, Sang Putra Terbaik Riau Tutup Usia
Dikutip dari berbagai sumber, Tennas terlahir dengan namaTengku Nasaruddin Said Effendy, nama pemberian dari sang ayah, Tengku Said Umar Muhammad.Ayah Tennas Effendy adalah sekretaris pribadi Sultan Said Hasyim, Sultan Pelalawan ke-8 pada waktu itu. Ayahnya selalu menulis mengenai semua silsilah Kerajaan Pelalawan, adat-istiadat, dan peristiwa penting lainnya dalam sebuah buku yang dinamakan Buku Gajah.
Setelah Sultan Said Hasyim mangkat pada tahun 1930, T Said Umar Muhammad dan keluarganya pindah dari Pelalawan ke Kuala Panduk dan menjalani aktivitas seperti masyarakat lainnya.
BACA JUGA: Ini Jadinya Kalau Kirim Surat Resmi Tak Dilengkapi Kop
Kebiasaan dalam mendengar, melihat, dan mengamati berbagai khasanah budaya ini secara berangsur-angsur membuat Tennas mampu menyerap berbagai unsur budaya tersebut dan terpatri sangat mendalam dalam kehidupannya. Hal inilah yang kemudian mengantarkannya dalam serangkaian penelitian kebudayaan.
Dari perjalanan panjangnya berkecimpung dengan kajian kebudayaan dan aktivitasnya dalam menulis, Tenas berhasil mengumpulkan lebih kurang 20.000 ungkapan, 10.000 pantun, dan tulisan-tulisan mengenai kebudayaan Melayu.
Suami dari Tengku Zahara binti Tengku Long Mahmud ini memutuskan untuk menyingkat namanya sebab apabila masyarakat mengetahui bahwa peneliti itu adalah seorang tengku, maka akan timbul semacam jarak antara dirinya dengan masyarakat sehingga ia tidak bisa leluasa dalam menggali informasi di masyarakat.
Pada tahun 1997, Tennas mendapat penghargaan Anugerah Sagang dari Yayasan Sagang (Riau Pos Grup). Penghargaan tinggi lainnya diberikan oleh Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) yang memberinya gelar akademis tertinggi sebagai Doktor Honoris Causa dalam bidang persuratan atau kesusasteraan. Tennas juga mendapat gelar adat Sri Budaya Junjungan Negeri oleh Sri Mahkota Setia Negeri Bengkalis di Balai Adat Melayu Bengkalis. Juga berbagai penghargaan lainnya yang didapatkannya dari berbagai lembaga.
Sabtu (28/2/2015) dini hari ini pukul 00.25 WIB, Tennas menghadap Sang Khalik. Tennas tak mampu melawan komplikasi kanker, paru-paru dan jantung yang menyerang. Dia menyerah, dan kembali ke penciptanya pada usia 79 tahun.
Selamat jalan Putra Terbaik Riau... (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kontras Sebut Polisi Lamban Tangani Sembilan Kasus Penculikan di Batam
Redaktur : Tim Redaksi