Selamat Setelah 32 Jam Terjebak di Kolong Jembatan

Selasa, 14 Januari 2014 – 14:43 WIB
Yuniarta sedang dipijiti oleh emaknya. Foto: Fathra N Islam/JPNN.com

YUNIARTA (41), warga Bukit Duri, Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur, mengucap syukur karena diselamatkan Yang Kuasa dalam bencana banjir saat merendam kawasan itu sejak Minggu (12/1) hingga Selasa (14/1) dinihari. Bagaimana ceritanya?
---------------
M Fathra Nazrul Islam - Jakarta
---------------

Wajahnya mengernyit menahan rasa sakit saat tangan Mak Ayu -sapaan Mahyunah- (100), memijat bagian pundak Yuniarta.

BACA JUGA: Blusukan Hutan untuk Abadikan Capung Langka

Yuniarta adalah satu dari ribuan korban banjir di Jakarta. Dia selama 32 jam lebih harus meringkuk menahan dingin di bawah kolong jembatan Bukit Duri, yang berada persis di samping Polsektro Jaktim.

Saat ditemui JPNN.com, Yuniarta tengah dipijat Mak Ayu di bawah pohon depan Polsek Metro Jakarta Timur, karena badannya masih pegal-pegal setelah bertahan dalam kondisi lapar dan penuh perjuangan antara hidup dan mati dari ancaman banjir.

BACA JUGA: Tampil Gaya, Rela Beli Motor Seharga Rp 900 Juta

"Alhamdulillah saya masih selamat. Sekarang badan masih pegal-pegal," kata Yuniarta, yang sesekali menggoyangkan kakinya karena sempat keram waktu terjebak di kolong jembatan.

Ketika itu, di sana juga ada Walidi, petugas Polsektro Jaktim dan Unen, warga Bukit Duri lainnya.

BACA JUGA: Dipesan Bank, Gubernur Hingga Mabes Polri

"Dia sempat terjebak di kolong jembatan selama dua hari. Tinggal sejengkal lagi air menutup seluruh kolong jembatan itu, sehingga dia sulit bernafas," tukas Walidi.

Sembari dipijat Mak Ayu, Yuniarta yang merupakan warga asli Bukit Duri itu menceritakan mula dia terjebak di kolong jembatan, sekaligus rumah yang ia tempati bersama Ibunya, Asmani dan seorang adik laki-lakinya. Mereka membuat sekat-sekat di kolong jembatan itu untuk ditempati.

Pada Minggu (12/1) sore, laki-laki beruntung yang mengaku tak bisa berenang itu tengah beristirahat  saat air kali Ciliwung mulai naik. Seperti biasa, Ibunya dievakuasi oleh adiknya ke Mushala. Namun, Yuniarta tetap bertahan di bawah kolong jembatan karena yakin air tidak akan sampai menyentuh kolong jembatan tersebut.

Ditambah lagi, katanya, saat tidur-tiduran di kolong jembatan itu dia seolah mendengar bisikan. "Saya dengar ada bisikan, "sudah tidur saja, air masih lama naiknya"," kata Yuniarta menirukan bisikan yang dia dengar.

Pria yang mengenakan jaket warna biru dongker yang sudah mulai kusam itu lantas tertidur dan kembali bangun sekitar pukul 18.00 WIB menjelang Magrib, Minggu. Tapi sayang, air sudah menutup beton sisi kanan dan kiri jembatan, sehingga hanya tersisa ruang sekitar 1,5 meter di kolong jembatan tempat dia berada.

"Sebelum HP (handphone) mati, Saya sempat SMS teman saya, bilang saya terjebak di gorong-gorong, gak bisa keluar. Gak lama HP saya mati kerendam," ujar Yuniarta.

Saat itulah perjuangan bertahan hidup Yuniarta dimulai. Sampai Minggu dan Senin pagi, air terus naik dan menyisakan sedikit saja ruang bernafas di kolong jembatan itu. Dia juga tidak berani ambil resiko menyelam keluar dari gorong-gorong karena tidak bisa berenang.

Belum lagi arus kali Ciliwung saat itu sangat deras sampai-sampai petugas evakuasi dari TNI saja kewalahan mengevakuasi warga.

Di dalam gorong-gorong itu, Yuniarta harus berjuang melawan rasa dingin yang beberapa kali membuat kakinya keram. "Saat itu saya pegangan di besi cor-an jembatan, kaki saya sering keram karena hanya kepala saya yang gak tenggelam," ujarnya.

Singkat cerita, perjuangan bertahan hidup Yuniarta itu dijalani sampai Selasa (14/1) pukul 02.30 WIB ketika dia bisa keluar karena air sudah surut dan membuka ruang gerak di kolong jembatan.

"Feeling aja, saya merambat keluar, saat itu sampah masih banyak nyangkut di gorong-gorong," tukasnya.

Begitu sampai di luar, ia langsung menemui Ibunya yang berada di Mushala yang terletak di seberang jembatan Bukit Duri. Mushala itu tidak terendam karena berada di tanah lebih tinggi. Lalu pagi tadi dirinya pergi ke Puskesmas Jatinegara untuk mengecek kesehatannya. Apalagi selama terjebak dia tidak mengkonsumsi apapun.

"Tadi sudah ke Puskesmas Jatinegara, samping Polres sana. Saat terjebak saya  gak ingat makan lagi, yang penting pernapasan aja saya atur. Sekarang badan masih pegal-pegal, leher terasa tegang banget," tutur Yuniarta.

Dia juga menambahkan, selama dirinya terjebak, Ibunya Asmani tak berhenti menangis, adiknya juga panik karena setelah melapor kepada Ketua RT setempat dan tim evakuasi yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari jembatan Bukit Duri, tak bisa berbuat apa-apa.

"Ibu saya sudah nangis-nangis terus. Adik saya sudah lapor RT sama Tim SAR, tapi gak bisa langsung evakuasi, katanya nunggu air surut dulu. Alhamdulillah masih hidup saya. Tahun lalu juga kejebak tapi gak separah ini," tuntasnya.

Sementara itu, Unen, warga Bukit Duri, mengatakan saat Yuniarta terjebak di kolong jembatan, pemuda setempat sudah berupa menolong tapi tidak berhasil karena arus sungai sangat deras. "Anak pada nyari, tapi takut masuk ke dalam, tim SAR saja gak sanggup, air deras kemarin," tutupnya.

Selasa (14/1) siang, warga korban banjir di Jakarta Timur, termasuk Bukit Duri dan sekitarnya sudah mulai berakktifitas membersihkan rumah dan pertokoan yang dipenuhi lumpur yang terbawa banjir. Sebagian besar dari warga yang terdiri dari kaum ibu dan anak-anak, masih bertahan di pengungsian sampai pemerintah menyatakan aman bagi mereka kembali pulang.***

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dikerjakan Sendiri, Rasanya seperti Akan Melahirkan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler