Masih banyak bidan yang mengabdikan tenaga di daerah miskin dan terpencilMereka tanpa pamrih membantu ibu-ibu yang melahirkan
BACA JUGA: Nafisah Ahmad Shahab, 10 dari 12 Anaknya Jadi Dokter
Pantaslah bila mereka kemudian mendapatkan penghargaan Srikandi Award 2010 dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan PT Sari Husada pada Hari Ibu kemarin (22/12).========================
ZULHAM MUBARAK, Jakarta
========================
BIDAN Deborah Harmi bertugas di perkampungan kumuh, Gasem Sari, Semarang, Jawa Tengah
BACA JUGA: Humala Napitupulu, Pegawai Ditjen Pajak yang Terseret Kasus Gayus
Perempuan 42 tahun itu memelopori perbaikan gizi keluarga dengan ide sederhana, yakni mengembangkan wirausaha tempe di kalangan warga miskin di daerahnya.Ide wirausaha tempe tersebut menyelamatkan nyawa sebelas bayi yang terancam gizi buruk di sana
BACA JUGA: Petugas Tak Kuat Iman, Para Artis Bertiket VIP pun Terlantar
"Capaian itu di luar ekspektasi sayaYang ada di pikiran saya hanya berusaha menyelamatkan para bayi itu dari kematian," ujar Deborah ketika ditemui di Balai Kartini, Jakarta, setelah menerima Srikandi Award Selasa malam lalu (21/12).Srikandi Award adalah ajang penghargaan untuk para bidan terbaik dari 18 provinsi di IndonesiaTahun ini merupakan tahun kedua penyelenggaraan Srikandi AwardUntuk 2010, terpilih sembilan finalis yang masuk dalam penjurian akhirDari sembilan finalis itu, diambil tiga pemenang untuk tiga kategoriDeborah memenangi Srikandi Award untuk kategori mengurangi tingkat kematian anakDia mengungguli Ni Wayan Putri Artiani (Cirebon, Jawa Barat) dan Asiwei ETigoi (Palangkaraya, Kalimantan Tengah)
Sedangkan penghargaan untuk kategori mengurangi kasus malanutrisi diraih Siti Fatonah dari Kendal, Jawa TengahDua finalis lain adalah Emy Reswati (juga asal Kendal) dan Siti Makhmuroh (Cilacap, Jawa Tengah)Berikutnya, kategori meningkatkan kesehatan ibu dimenangi bidan Siti Muntianah (Batu, Jawa Timur)Muntianah mengalahkan Heni Suharmi (Ungaran, Jawa Tengah) dan Nuryanti Alinti (Donggala, Gorontalo).
Selain itu, tahun ini panitia menambahkan tiga kategori khususYakni, kategori bidan inspiratif yang diraih Roosmany Leolang (Bima, NTB), Ellyana (Ogan Ilir, Sumatera Selatan), dan Siti Rahima Talaohu (Kepulauan Tidore, Maluku Utara)
Kisah perjuangan Deborah memberdayakan masyarakat miskin di daerahnya menarik untuk disimakPerempuan yang sudah 23 tahun mengabdi di Kampung Gesam Sari itu layak disebut sebagai pahlawan oleh masyarakat sekitarDi daerah kumuh yang dihuni warga miskin dan korban penggusuran itulah Deborah menumpahkan seluruh tenaga dan pikiranHidup serba pas-pasan mengakibatkan warga di sana tak mampu memberikan nutrisi yang layak kepada balita yang dilahirkan
Di kampung miskin itu, tiap tahun selalu ada satu-dua kasus balita meninggal gara-gara gizi burukPada awal Januari 2009, ketika mulai menjalankan program penyelamatan tersebut, Deborah mendapati sebelas bayi kekurangan giziAwalnya, dia memberikan bantuan dalam bentuk makanan dan nutrisi tambahan dua pekan sekali kepada sebelas balita ituNamun, upaya tersebut belum menyelesaikan persoalan"Sebab, pangkal persoalannya adalah faktor ekonomi," ujar perempuan kelahiran 30 Oktober 1968 tersebut.
Setelah memutar otak, akhirnya istri Ir Supriyanto Budi itu menemukan solusiDeborah berniat menyelesaikan problem kekurangan gizi sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat di kawasan kumuh tersebutCaranya, dia mengajari mereka berwirausaha tempe
Menurut Deborah, tempe bisa berfungsi ganda, yakni menjadi makanan tambahan pengganti susu dan komoditas untuk berwirausahaDia lalu membagikan modal Rp 150 ribu kepada sebelas keluarga miskin di kampung ituDeborah juga mencari instruktur untuk mengajari mereka cara memproduksi tempe dan membuat makanan padat tambahan yang bergizi bagi balita, seperti burger dan brownies tempe
Akhirnya, dari hasil menjual tempe, keluarga-keluarga itu bisa mendapatkan penghasilan tambahan sekitar Rp 150 ribu per mingguTempe pun kemudian memperbaiki gizi balita mereka dan menyelamatkan ekonomi para keluarga miskin tersebutKini, setelah hampir setahun upaya tersebut berjalan, tinggal tiga balita yang belum bisa mentas dari persoalan gizi buruk"Tapi, kondisi mereka positif dan terus membaik," ungkap dia.
Kini Deborah melanjutkan program itu dengan sosialisasi kegiatan kepada warga, pengawasan gizi ibu dan bayi, serta pemberian multivitamin dan makanan tambahan sebulan sekaliDeborah juga mengadakan penyuluhan mengenai balita dan pelatihan memasak bagi para ibuSelain itu, dia berkomitmen tidak memasang tarif bagi keluarga miskin yang menjadi pasiennya
Perjuangan serupa dilakukan oleh Siti Fatonah yang bertugas di Poliklinik Desa Kedungboto, Kendal, Jawa TengahDi daerah tersebut, kebanyakan warga bekerja sebagai buruh kebun karet dan berpenghasilan minimKarena itu, mereka sulit memenuhi kebutuhan gizi keluargaMenu makanan untuk seluruh keluarga, termasuk balita, disamakanKarena itu, tak sedikit balita yang kekurangan gizi
Bidan 46 tahun tersebut kemudian menggalang dana secara independen dan sebulan sekali mengadakan acara makan bersama dengan menu bergizi di poliklinik"Siapa saja yang punya balita boleh datang dan makan bersama setiap Senin minggu ketigaGratis," ujar perempuan kelahiran 12 April 1965 itu.
Siti Fatonah kemudian melengkapi misi tersebut dengan menyosialisasikan asupan gizi yang benar untuk anak-anak agar tumbuh normal ke rumah-rumahSosialisasi keliling bukan tugas mudahSebab, akses transportasi di lokasi tersebut tidak memadaiDia harus menempuh perjalanan belasan kilometer untuk sampai di tempat sosialisasiTak jarang, dia harus berjalan kaki untuk tugas mulia itu.
Selama sosialisasi, Siti Fatonah mencatat, dua di antara 254 balita di desanya menderita gizi burukSementara itu, kondisi 16 anak berada di garis merah dan 22 bocah lagi terhitung mendapatkan asupan gizi yang kurangUntuk terus memantau perkembangan status gizi para balita, dia menimbang badan seluruh balita setiap Minggu.
Siti Fatonah memberikan makanan tambahan bagi balita Desa Kedungboto secara masal di puskesmas desa maupun di rumahnyaSedikitnya, 38 balita secara intensif ditangani Siti FatonahSetelah enam bulan program itu dijalankan, berat badan dan status gizi seluruh anak naik.
"Bagi saya, itu kepuasan batinSelama saya diberi kesehatan dan rezeki, kegiatan tersebut terus saya lakukan tanpa pamrihAda atau tidak ada award," ujar bidan berprestasi nasional pada 1994 tersebut.
Lain Siti Fatonah, lain pula perjuangan Siti Rahima, bidan yang bertugas di Kepulauan TidoreDia adalah tokoh sentral yang menurunkan tingkat kematian bayi secara signifikan di wilayah tersebutProgram itu dia lakukan sejak 1993Bidan yang bertugas sejak 1990 di daerah terpencil itu mengubah kepercayaan masyarakat kepada dukun bayi ke petugas medis.
Bersama tim di Puskesmas Soasio, Pulau Tidore, bidan Siti Rahima merangkul dukun-dukun bayi dan mengajak mereka bermitraAwalnya, dukun-dukun itu menolak dan menganggap bidan sebagai pesaing"Tapi, saya tidak putus asaSatu per satu saya datangi secara berkala agar bisa lebih akrab dengan mereka," kata istri almarhum Hasyim Salampessy itu.
Setelah kenal dekat dengan para dukun tersebut, Siti Rahima mengajak mereka ikut arisan setiap bulanDalam arisan itu, para dukun dipertemukan dengan dokter dan bidan lain untuk mendapatkan pendidikan kesehatan yang lebih baik
Hingga saat ini, Siti Rahima berhasil merangkul 43 dukun bayi di daerah SoasioPara dukun itu kini menjadi kepanjangan tangan bidan-bidan dalam menjaga kesehatan masyarakatSetiap kali hendak ada persalinan, dukun memanggil bidanMereka akan membantu proses persalinan ituHal tersebut sangat membantu untuk menekan angka kematian bayi dan ibu dalam proses kelahiran
Tak berlebihan bila jasa-jasa besar Siti Rahima mendapatkan apresiasi dalam Srikandi Award 2010"Penghargaan itu adalah anugerah bagi 20 tahun pengabdian sayaSaya sangat bersyukur," ucap dia(*/c11/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengantin Baru, Paling Cepat Ditinggal Seminggu
Redaktur : Tim Redaksi