Selundupkan Uang Hingga Miliaran, Diduga Penyelundup Bekerja Sama dengan Aparat dan ABK

Kamis, 11 Juni 2015 – 21:54 WIB

jpnn.com - BATAM - Aksi penyelundupan uang marak di Batam diduga kuat melibatkan oknum aparat di pelabuhan. Sehingga aksi tersebut seringkali berjalan mulus. Selain itu, faktor pendukung kejahatan ini berlangsung terus menerus lantaran ringannya sanksi kepada pelaku. 

Sebab pelaku penyelundup uang diatas Rp 100 juta hanya dijerat pasal 35 ayat 1 UU No.8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindakan pidana pencucian uang.  Sesuai pasal itu, pelaku hanya dikenakan denda 10 persen dari jumlah uang yang hendak diselundupkan itu. Setelah bayar denda, pelaku bisa melenggang bebas.

BACA JUGA: Walah... di Panti Pijat Ini Banyak Kondom Bekas Pakai Berserakan

"Tiap hari ada aktivitas seperti itu (penyelundupan uang, red). Sekali bawa paling kecil Rp 300 juta," kata sumber Batam Pos (Grup JPNN) yang namanya enggan disebutkan, Kamis (11/6) di Batam.

Selain bekerjasama dengan aparat, pelaku juga kerap memanfaatkan jasa dari anak buah kapal (ABK) feri tujuan Singapura dan Malaysia. Biasanya, aksi ini dilakukan pada keberangkatan pertama dan terakhir. "Itu modus lama, tiap hari itu mainnya," kata sumber itu lagi.

BACA JUGA: Uang Beli Mobil sebesar Rp 230 Juta Raib saat Ditinggal ke Warung Nasi

Kasi Kepatuhan Kantor Bea dan Cukai (BC) Batam, Emil Ludiyanto, merasa tudingan itu diarahkan ke jajarannya. Namun dia tegas membantah jika ada aparat BC yang terlibat dalam sindikat penyelundupan uang ke Malaysia maupuan Singapura.

Menurut dia, petugas BC melakukan pengawasan super ketat di setiap pelabuhan internasional. Terutama pada kegiatan penyelundupan uang.

BACA JUGA: RSUD Sungai Dareh Butuh Rusunawa, Ngadu ke Jakarta

”Kalau ada aparat seperti itu, laporkan saja, kapan kejadiannya. Biar ditindak,” katanya.

Sebab, kata Emil, aturannya sangat tegas. Bank Indonesia (BI) hanya membolehkan penumpang membawa uang keluar atau masuk ke dalam negeri di bawah Rp 100 juta. Jika lebih dari jumlah itu, pemilik atau pembawa uang harus melaporkan ke BI dan BC untuk menjelaskan sumber uang dan peruntukannya.

Kasi Kepatuhan kantor Bea dan Cukai Batam Emil Ludiyanto saat dikonfirmasi mengaku pihaknya tetap melakukan pengawasan di sejumlah pintu keluar secara maksimal.

"Kalau ada seperti (petugas ikut membantu itu kapan kejadiannya? Biar ditindak," kata Emil.

Pada dasarnya kata Emil, pihak BC Batam tetap akan melakukan pengawasan ekstra ketat di pintu keluar masuk kota Batam. Untuk keluar masuknya uang tunai hanya diperbolehkan dibawa Rp100 juta. Sementara diatas Rp100 juta, pembawa uang harus lapor ke BI dan BC untuk memperjelas sumber dan tujuan uang tersebut.

Dalam kesempatan itu Emil mengatakan, saat ini BC masih menahan dua WN Malaysia, yakni Alexander Francis dan Logarajan Raman, dan satu WNI, Tini Nur Khalizah. Ketiganya tertangkap tangan saat hendak menyelundupkan uang senilai Rp 1,4 miliar ke Malaysia melalui Pelabuhan Internasional Batamcenter, Selasa (9/6) lalu.

"Karena mereka belum membayar denda 10 persen itu," kata Emil.

Tini mengaku sebagai kurir yang disewa seseorang bernama Renaldi. Sementara Renaldi sendiri merupakan orang suruhan dari pemilik gerai penukaran mata uang asing (money changer). Sehingga petugas BC tak bisa melacak sumber uang senilai Rp 700 juta yang dibawa Tini itu.

Sementara dua warga Malaysia yang membawa uang ringgit yang jika dikurskan ke rupiah nilainya sekitar Rp 700 juta itu, mengaku uang tersebut merupakan milik pribadi.

Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengusaha Valuta Asing (APVA) Kepulauan Riau, Amat Tantoso, beberapa waktu lalu mengatakan maraknya penyelundupan mata uang rupiah dalam jumlah lebih dari Rp 100 juta disebabkan ketatnya peraturan yang diterapkan Bank Indonesia (BI) terhadap pedagang valas. Sebab meski resmi, pedagang valas kini tak lagi bebas mengambil valas di bank.

Kata dia, pengusaha money changer yang ingin menukarkan uang di bank kini harus menyertakan underlying (aset dasar) dan invoice (tagihan) dari relasi.

”Tanpa itu, bank tidak bisa menukarkan valas,” kata Amat yang juga memiliki sejumlah gerai penukaran valas dengan bendera PT Hosana Exchange itu.

Sumber valas bagi pedagang di Batam berasal dari wisatawan, penanam modal asing dan bank. Pedagang menggunakan jasa bank jika memerlukan valas dalam jumlah besar.

Misalnya ada pengusaha yang ingin membeli barang dari luar negeri yang pembayarannya menggunakan mata uang asing. Untuk memenuhi kebutuhan itu, pedagang valas mengambil uang di bank. Namun ketentuan yang mengetatkan penukaran valas menyebabkan pedagang kesulitan mendapatkan valas.

Pasalnya, tidak semua perusahaan berkenan memberikan tagihan dan surat-surat yang dibutuhkan. Amat mengatakan. Ada yang bersedia memberikannya, namun lebih banyak yang tidak bersedia.

”Perusahaan beranggapan, jika invoicenya diberikan, maka itu akan membuka rahasia perusahaan. Kami juga ingin agar rahasia perusahaan relasi kami terjaga,” kata Amat.

Bank Indonesia memang memperketat transaksi valuta asing (valas) di tengah pelemahan nilai tukar rupiah. Pembelian valas di atas 100 ribu dolar AS dan penjualan valas di atas 1 juta dolar AS melalui bank harus menyertakan aset dasar (underlying). 

BI ingin meminimalisir kegiatan transaksi yang bersifat spekulatif, memperdalam pasar keuangan, dan memelihara stabilitas nilai tukar rupiah. Pengetatan transaksi valas dilakukan dengan sejumlah persyaratan. Untuk transaksi pembelian valas dengan rupiah di atas 100 ribu dolar AS per bulan per nasabah, wajib menggunakan underlying.

Amat mengatakan, APVA Batam sebagai asosiasi pedagang valas resmi mendukung aturan-aturan yang ditetapkan Bank Indonesia, terutama menertibkan pedagang-pedagang valas yang tak berizin. Pasalnya aksi pedagang valas tak berizin telah mengganggu pedagang valas resmi yang membayar pajak dari usahanya.

Namun, Amat juga berharap BI meninjau kembali aturan penukaran valas di bank sehingga pedagang valas resmi tak dipersulit dalam menukar mata uang untuk keperluan relasi. Jika aturan pengetatan tetap berlaku sementara money changer ilegal tetap menjamur, kondisi itu akan menurunkan citra bisnis penukaran mata uang di Batam.

”Kalau money changer ilegal tak dibasmi, itu sama saja mereka makan nangka, tapi kami yang kena getah,” terang Amat.

Amat mengatakan, penyelundupan uang ini bisa dipastikan dilakukan oleh pedagang valuta asing (valas) tidak resmi. Mereka harus menyelundupkan rupiah ke Singapura dan Malaysia untuk mendapatkan valas sebanyak-banyaknya. Selain mendapatkan harga dolar yang lebih murah sekitar Rp 35-Rp 100, mereka juga tidak memerlukan persyaratan untuk menukarkan uang tersebut.

Dengan dolar yang ditukarkan di Singapura, money changer ilegal bisa mencukupi kebutuhan mata uang asing investor di Batam. Konsumen pedagang valas ilegal pun tidak peduli mereka mendapatkan mata uang asing di gerai tidak resmi. Bagi mereka, mendapatkan valas dengah harga murah dan tanpa persyaratan yang berbelit membuat mereka memilih money changer ilegal tersebut.

Permainan kotor pedagang valas ilegal ini didukung banyaknya warga Batam yang bersedia menjadi kurir. Meski hanya mendapatkan upah sekitar 50 dolar Singapura sekali transaksi, nyatanya banyak kurir yang tergiur. Apalagi semua akomodasi dan tiket perjalanan mereka ditanggung.

Kepala BI Kantor Perwakilan Kepri, Gusti Raizal E Putra, beberapa waktu lalu mengatakan banyaknya pedagang valas di Batam disebabkan karena letaknya yang dekat dengan Singapura dan Malaysia.

”Batam tergolong daerah dengan permintaan valas cukup tinggi dan itu berbeda dengan daerah lain,” kata Gusti, kala itu.

Permintaan uang tercermin dari besarnya peredaran valas sepanjang tahun 2013 dan 2014. Tahun 2013, rata-rata transaksi bulanan mencapai Rp 771 miliar dan jumlah tersebut meningkat menjadi Rp 884 miliar pada 2014.

Secara umum, sumber dana pedagang valas berasal dari turis. Dengan jumlah kedatangan ketiga terbanyak di Indonesia, pasokan mata uang asing dari wisatawan besar. Pasokan itu juga ditambah dengan banyaknya pemodal asing yang berinvestasi di Batam. 

Apalagi pemberlakuan undang-undang mata uang yang mengharuskan transaksi di dalam wilayah Republik Indonesia, termasuk Batam, yang wajib menggunakan rupiah memaksa warga negara lain menukarkan mata uangnya ke rupiah. Penukaran ini menambah stok valas di gerai penukaran uang. (rpg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dicengkeram Buaya Milik Majikan, Kaki Karyawan Nyaris Putus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler